SBSINews – Menteri BUMN Erick Thohir menolak memenuhi permintaan politikus PDI Perjuangan, Adian Napitupulu, soal pengisian komisaris di perusahaan pelat merah. Ia mengaku kerap mendapat titipan calon komisaris dari kementerian dan lembaga lain. Kakaknya, Boy Thohir, ditengarai ikut terlibat dalam pengisian jabatan di BUMN.

UNDANGAN minum kopi disampaikan Carlo Brix Tewu kepada politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Adian Yunus Yusak Napitupulu, pada 27 April lalu. Berjanji bersua di sebuah tempat di Jakarta, Carlo, yang merupakan Deputi Hukum dan Perundang-undangan Kementerian Badan Usaha Milik Negara, datang bersama Garibaldi Thohir, bos Adaro Energy. Hari itu, mereka berdiskusi tentang kritik Adian terhadap Menteri BUMN Erick Thohir, adik Garibaldi.

Enam hari sebelumnya, Adian mempertanyakan pernyataan Erick yang menyebutkan adanya mafia alat kesehatan. Adian meminta Erick melapor kepada Presiden Joko Widodo atau Komisi Pemberantasan Korupsi ketimbang memunculkan kecurigaan terhadap pihak tertentu. Kepada Tempo pada Jumat, 17 Juli lalu, Adian mengatakan pertemuan itu juga membahas nama-nama calon komisaris BUMN yang telah diberikannya. “Gue sampaikan, kami dimintai nama-nama oleh Presiden,” ujarnya.

Menurut Adian, Presiden Joko Widodo tiga kali memintanya menyetorkan nama untuk membantu perusahaan pelat merah. Nama-nama itu mesti memenuhi tiga kriteria, yaitu putra daerah, pendidikannya sesuai dengan penempatan, dan anak muda. Adian mengaku lima tahun sebelumnya juga mengirimkan daftar nama. Ada sekitar 20 koleganya yang duduk sebagai komisaris BUMN.

Adian lalu menghimpun nama dari kalangan aktivis 1998 dan Posko Perjuangan Rakyat, organisasi yang didirikannya. Adian menolak menyebut jumlah nama yang disetorkannya. Namun dua sumber di PDI Perjuangan dan di Kementerian BUMN mengatakan ada sekitar 60 nama yang dititipkan Adian. Ia menyetorkan nama-nama itu kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno di rumah dinasnya di Widya Chandra, tak lama setelah pelantikan Jokowi pada 20 Oktober 2019. Nama-nama itu kemudian diteruskan kepada Erick Thohir. Dimintai tanggapan soal ini, Pratikno tak merespons permintaan wawancara Tempo.

Akhir tahun lalu, anggota staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menjenguk Adian, yang terkena serangan jantung, di rumah dinas anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Arya, kata Adian, mengatakan nama-nama yang diajukannya sedang diproses. Beberapa waktu kemudian, di sebuah tempat di Bogor, Jawa Barat, Arya dan Adian bertemu dengan para calon komisaris. Dalam pertemuan itu, Arya menjelaskan soal tugas dan fungsi komisaris. “Dia juga meminta kemampuan kawan-kawan soal pemeriksaan keuangan,” ujar Adian. Alih-alih mendapat tambahan kursi, Adian menerima kabar bahwa sejumlah rekannya dicopot sebagai komisaris.

Dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Kamis, 17 Juli lalu, Erick membenarkan adanya pertemuan antara kakaknya, Garibaldi, dan Adian. Namun Erick mengatakan pertemuan itu justru diinisiasi Adian. Menurut Erick, Boy—panggilan akrab Garibaldi—menyebutkan Adian ingin bertemu dan menjelaskan soal kisruh pengangkatan komisaris. “Ya, temui saja, memangnya kenapa?” ujar Erick.

Adapun Boy mengaku menemui Adian karena ingin menyelesaikan persoalan yang terkait dengan adiknya. “Ini kan menyangkut adik saya,” ujarnya pada Sabtu, 18 Juli. Boy pun berjanji menyampaikan keluhan Adian kepada adiknya. “Kalau ada acara keluarga, kami kan masih ketemu. Biar nanti saya sampaikan.”

Acara minum kopi bersama Boy tak membuahkan hasil. Adian pun mengeluarkan surat terbuka yang ditujukan kepada Erick pada 11 Juni lalu. Dalam suratnya, anggota Komisi Energi DPR itu mempersoalkan dana talangan Rp 8,5 triliun untuk maskapai Garuda Indonesia. Adian pun mempertanyakan pengangkatan sejumlah komisaris BUMN berusia tua. Namun dia menyangkal kabar bahwa surat itu dikirimkan karena koleganya tak mendapat kursi komisaris. “Saya berhak kritis terhadap kinerja pemerintah,” ujarnya.

Sehari setelah surat itu keluar, Presiden Jokowi memanggil Adian ke Istana Merdeka. Adian mengaku menjelaskan pangkal kritiknya terhadap Erick. Hari itu juga Presiden memanggil Erick Thohir ke Istana. Namun Erick membantah info bahwa pemanggilan itu membahas kasus Adian. “Saya dipanggil Jokowi untuk urusan lain,” katanya.

Hingga pertengahan Juli, belum ada nama yang dikirimkan Adian mendapat kursi komisaris BUMN. Erick mengatakan tak bisa mengakomodasi semua nama yang diajukan Adian. Alasannya, selama ini, orang Adian yang mendapat kursi sudah cukup banyak. “Saya juga mesti fair dengan yang lain,” ujar Erick. Adian mengatakan jumlah yang dia sodorkan tak sampai satu persen dari total direksi dan komisaris BUMN. “Harusnya Erick bilang ke Presiden kalau kebanyakan,” ucap Adian.

Dua pengurus PDIP mengatakan persoalan Adian dan Erick merupakan buntut masalah lama. Penyebabnya, PDIP tak mendukung Erick sebagai Menteri BUMN dan menjagokan calon lain. Adian membantah anggapan bahwa sikapnya mewakili partai banteng. Ia mengaku tak tahu calon Menteri BUMN yang diusung partainya. Namun, Adian bercerita, Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin telah bersepakat mendukung Wahyu Trenggono—kini Wakil Menteri Pertahanan—untuk memimpin kantor Kementerian BUMN di Jalan Merdeka Selatan, bukan Erick.

Ketua PDI Perjuangan Bambang Wuryanto mengatakan persoalan Adian dan Erick tak terkait dengan partainya. “Itu persoalan pribadi,” ujar Bambang. Ia pun membantah kabar bahwa partainya menyodorkan posisi Menteri BUMN kepada Presiden. “Presiden sendiri yang memutuskan.”

•••

SEJAK dilantik sebagai Menteri BUMN, Erick Thohir gencar merestrukturisasi perusahaan pelat merah. Dia merampingkan 142 perusahaan menjadi 107. Erick menargetkan hanya ada 70 perusahaan. Perampingan itu otomatis mengurangi angka komisaris dan direksi. Erick menyadari pemotongan orang-orang titipan tak terhindarkan. “Banyak yang tersakiti,” kata bos Grup Mahaka ini.

Menjaring nama komisaris dan direksi, Erick mengaku menempuh berbagai cara. Selain mendapat “titipan” dari berbagai pihak, seperti kementerian dan lembaga negara, partai politik, relawan pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin, serta organisasi kemasyarakatan, Erick menggunakan firma headhunter. Ia pun mengeluarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor 4 Tahun 2020 yang membuka ruang bagi kalangan non-pemerintah untuk menjadi anggota direksi.

Peluang itu dimanfaatkan kalangan swasta untuk mengajukan nama pengurus BUMN. Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Mardani Maming mengatakan lembaganya sudah menyampaikan 20 nama kepada Erick. Dia berencana mengajukan surat resmi ke Kementerian BUMN. “Segera saya sampaikan,” ujar Mardani. Menurut dia, pengajuan nama itu bertujuan agar BUMN bisa lebih banyak melibatkan swasta dalam proyek-proyeknya.

Erick sendiri berharap direksi dari kalangan profesional mencapai 30 persen. Dia mencontohkan, mantan Presiden Bukalapak, Fajrin Rasyid, kini menjadi Direktur Digital PT Telekomunikasi Indonesia (Persero). Dua pejabat BUMN yang mengetahui penunjukan itu mengatakan ada peran kakak Erick, Boy Thohir, dalam pengangkatan Fajrin sebagai Direktur Telkom.

Dimintai tanggapan soal ini, Boy mengaku dipertemukan dengan Fajrin oleh Pandu Patria Sjahrir, Komisaris PT Bursa Efek Indonesia. Pandu adalah putra ekonom Sjahrir dan Nurmala Kartini Pandjaitan, adik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Pandu juga menjabat Direktur PT Toba Bara Sejahtera, perusahaan milik Luhut.

Boy menganggap Fajrin, yang masih berusia 34 tahun, sebagai contoh anak muda milenial yang berpengalaman memimpin perusahaan. Boy pun mempersilakan Fajrin bertemu dengan Erick. “Mas Fajrin kemudian dibawa ke Pak Erick oleh Pak Pandu,” kata Boy.

Pandu Patria tak membenarkan atau membantah perannya membawa Fajrin ke hadapan Boy dan Erick. Namun dia mengaku mengenal Fajrin saat berinvestasi di Bukalapak sekitar enam tahun lalu. Pandu pun menyatakan kerap mengenalkan mitranya itu ke berbagai pengusaha. “Kalau dari relasi itu dia mendapat kepercayaan dari orang lain, misalnya Pak Erick, itu hal yang bagus,” ujarnya. Adapun Fajrin tak merespons permintaan wawancara yang dilayangkan Tempo.

Erick Thohir mengaku mewawancarai Fajrin secara langsung sebelum memilihnya sebagai anggota direksi Telkom. Menurut dia, Fajrin mengatakan bakal membawa perubahan di perusahaan telekomunikasi tersebut. Erick membantah kabar bahwa kakaknya cawe-cawe dalam penunjukan Fajrin serta komisaris dan direksi BUMN lain. “Dia saja sudah problem sama bisnisnya,” ujar Erick.

Boy pun menyatakan tak pernah ikut terlalu jauh dalam urusan pengelolaan BUMN. Ia beralasan tak memiliki kompetensi di bidang tersebut. Boy mengatakan keluarganya sudah sepakat tidak mencampuri urusan Erick setelah dia menjadi menteri. “Seperti Pak Erick tidak ikut campur urusan Adaro,” ucap Boy.

•••

DI luar kalangan profesional, Erick juga dikepung banyak kementerian dan lembaga negara, partai politik, relawan, dan organisasi kemasyarakatan yang meminta kursi komisaris. Dokumen Kementerian BUMN yang diperoleh Tempo menunjukkan jumlah komisaris yang menjadi “titipan” mencapai ratusan orang.

Dalam dokumen itu, misalnya, disebutkan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi menempatkan lebih dari lima komisaris. Salah satunya Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Septian Hario Seto, yang menjabat Komisaris Independen Bank BNI mulai Juni 2020. Seto, yang berusia 36 tahun, mengaku diusulkan Menteri Luhut Binsar Pandjaitan. “Pak Erick juga kenal lama dengan saya,” katanya pada Sabtu, 18 Juli.

Menurut Seto, kementeriannya tak mengajukan calon komisaris secara resmi. Anggota staf khusus bidang politik dan media Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Atmadji Sumarkidjo, mengatakan hal senada. “Kementerian kami tak ada urusan dengan direksi dan komisaris,” ujar Atmadji. Luhut belum menanggapi pertanyaan yang dikirimkan Tempo.

Lembaga lain yang mengajukan nama komisaris baru adalah Badan Intelijen Negara. Deputi Bidang Intelijen Ekonomi Satriya Hari Prasetya diangkat sebagai Komisaris PT Timah Tbk pada Februari 2020, sementara Sekretaris Utama BIN Bambang Sunarwibowo diangkat sebagai Komisaris Utama PT Aneka Tambang Tbk pada Juni lalu. Nama lain yang diajukan BIN seperti tercatat dalam dokumen yang diperoleh Tempo adalah Kapitra Ampera, mantan pengacara pemimpin Front Pembela Islam, Rizieq Shihab. Kapitra menjadi Komisaris PT Perusahaan Perdagangan Indonesia.

Mengaku mengenal Kepala BIN Budi Gunawan, Kapitra membantah menjadi komisaris melalui jalur lembaga telik sandi. “Itu fitnah,” katanya. Deputi Bidang Informasi BIN Wawan Purwanto tak menanggapi pertanyaan Tempo tentang rekomendasi lembaganya tersebut.

Garibaldi Thohir di Graha BNPB, Jakarta, Maret 2020. Antara/Aditya Pradana Putra

Dokumen yang sama menyebutkan Kementerian Pertahanan, yang dipimpin Prabowo Subianto, juga menyetorkan sejumlah nama untuk duduk di kursi komisaris. Namun, menurut sejumlah sumber yang menjadi pejabat di Kementerian BUMN, Erick Thohir masih mengotak-atik nama yang diajukan Prabowo karena, “Dianggap kebanyakan.”

Pada 11 Juni lalu, Prabowo sempat menyambangi Erick Thohir di kantornya di Jalan Merdeka Selatan. Juru bicara Kementerian Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan Prabowo ingin memperkuat kluster industri pertahanan dalam negeri dengan cara mengurangi ketergantungan impor alat utama sistem persenjataan. “Pak Prabowo ingin memastikan BUMN kita siap memproduksi alutsista sehingga tidak perlu impor lagi,” ujar Dahnil. Mengenai pertemuan dengan Prabowo, Erick mengaku membicarakan kemandirian industri pertahanan dalam negeri.

Dalam wawancara khusus dengan Tempo, Erick mengaku mendapat tekanan kuat dari pihak-pihak yang ingin diakomodasi dalam perombakan BUMN. Namun, Erick menuturkan, penentuan nama-nama yang duduk sebagai komisaris dan anggota direksi BUMN juga berada di tangan Presiden Jokowi. Menurut Erick, Presiden berhak mengoreksi nama-nama yang dia ajukan melalui tim penilai akhir. “Sekitar 90 persen diterima, sisanya dikoreksi beliau,” ujar Erick.

WAYAN AGUS PURNOMO, AISHA SHAIDRA, DEVY ERNIS, HUSSEIN ABRI YUSUF, RAYMUNDUS RIKANG, FRANCISCA CHRISTY ROSANA

(Tempo.co/SM)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here