Di penghujung tahun 2021, Direksi BPJS Kesehatan melaksanakan kegiatan diskusi tentang Kaleidoskop 2021 dan Outlook 2022, yang memaparkan kinerja BPJS Kesehatan selama 2021 dan harapan capaian di 2022. Salah satu yang dipaparkan adalah cakupan kepesertaan yang disebutkan sudah mencapai 229.514.068 orang.

Dalam pemaparannya tersebut ada 39.138.203 peserta non aktif, yang salah satunya terdiri dari 8.564.885 pekerja penerima upah (PPU) swasta yang non aktif dan 11.023.832 PBI APBN yang non aktif. Itu data hingga 30 Nopember 2021. Diproyeksikan hingga 31 Desember 2021 peserta PBI APBN yang nonaktif naik menjadi 17.126.148 orang, sementara yang aktif turun menjadi 82.925.547 orang.

Semangat menjauhkan orang miskin dari program JKN terus berlanjut, dan masih akan berlanjut di 2022 ini. Kebijakan Pemerintah ini akan menjauhkan pencapaian UHC kepesertaan yang ditargetkan 98 persen dari seluruh penduduk Indonesia.

Status non aktif peserta PBI APBN sebanyak 11.023.832 orang (diperkirakan bertambah menjadi 17.126.148 orang di akhir tahun) ditambah embel-embel statusnya dengan kata “proses mutasi”. Pemerintah Pusat dan BPJS Kesehatan menambah embel-embel “nonaktif dalam proses mutasi”, tanpa pernah memikirkan ke segmen mana orang miskin tersebut akan bermutasi kepesertaannya.

Apakah akan diserahkan ke Pemda untuk dibiayai APBD, sementara Pemda pun juga terus mengurangi kepesertaan PBI APBD-nya?
Apakah akan dibiarkan bermutasi sebagai peserta mandiri, saya kira sulit dengan iuran mandiri Rp. 35 ribu per orang per bulan saat ini, dan kemungkinan naik pada saat implementasi Kelas Rawat Inap Standar nantinya?
Apakah akan dijadikan PPU Swasta, ya itu tergantung kemampuan Pemerintah membuka lapangan kerja bagi sektor formal.
Atau dibiarkan saja tanpa menjadi peserta JKN selanjutnya?

Demikian juga 8.564.885 orang PPU swasta non aktif, diembel-embelin dengan “proses mutasi”. Apakah pekerja yang terPHK akan masih mendapatkan haknya di Pasal 27 Perpres no. 82 Tahun 2018, yaitu tetap dilayani di klas 3 tanpa membayar iuran dan bila tidak mampu dalam enam bulan berikutnya berhak menjadi peserta PBI. Apakah pekerja ter-PHK ini bisa otomatis menjadi PBI, bila memang tidak mampu, sementara peserta PBI saja sedang dikurangi oleh Pemerintah Pusat dan Daerah?

Diharapkan semua pertanyaan ini mampu dijawab oleh Pemerintah di tahun 2022 ini sehingga tidak ada rakyat Indonesia yang terpinggirkan jauh dari Program JKN. Biar bagaimana pun juga Pasal 14 UU SJSN, yang mengamanatkan orang tidak mampu dibayarkan iuran JKN-nya oleh Pemerintah, masih ada di UU SJSN dan masih berlaku, dan target UHC kepesertaan 98 persen pun masih tertera di RPJMN Pemerintah.

Tentang Kepesertaan, saya menilai di tahun 2021 ini jumlah kepesertaan aktif menurun bila dibadingkan tahun 2020, sementara jumlah peserta non-aktif (tidak membayar iuran) terus meningkat. Mengacu pada definisi peserta JKN, sebenarnya yang menjadi acuan dalam mengukur tingkat kepesertaan di Program JKN adalah peserta aktif, karena peserta aktiflah yang diakui sebagai peserta. Pasal 20 ayat (1) UU SJSN menyatakan Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.

Jadi kalau Direksi BPJS Kesehatan dalam presentasinya menyatakan Cakupan Kepesertaan di JKN sudah 229.514.068 orang, itu adalah tidak tepat karena tidak sesuai dengan amanat Pasal 20 ayat (1) UU SJSN. Dan saya berharap Direksi BPJS Kesehatan di tahun 2022 mampu meningkatkan kepesertaan aktif.

Masih banyak potensi kepesertaan di PPU Swasta dan Peserta Mandiri yang belum digarap kepesertaannya oleh BPJS Kesehatan. Data BPS di Agustus 2021 lalu menyatakan jumlah pekerja formal sebanyak 53,14 juta orang, dan pekerja bukan penerima upah atau pekerja informal mencapai 77,91 juta.

Bila kepesertaan aktif terus dibiarkan menurun maka akan berdampak pada penerimaan iuran JKN, yang tahun 2021 ini relatif menurun bila dibandingkan penerimaan tahun 2020 lalu. Di akhir Desember 2020 lalu jumlah penerimaan iuran sebesar Rp. 138,51 Triliun, dan di akhir Desember 2021 ini diprediksi penerimaan sebesar Rp. 137,42 T. Terjadi penurunan sekitar Rp. 1,1 T.

Selain masalah kepesertaan, masyarakat juga terus mengharapkan peningkatan pelayanan JKN oleh BPJS Kesehatan. Jangan biarkan peserta JKN bingung dan sulit di RS atau di FKTP, biarlah BPJS Kesehatan lebih cekatan membantu peserta JKN.

Selamat melayani Peserta JKN dengan lebih baik di tahun 2022, Program JKN sudah baik dan harus lebih baik, lebih baik, dan lebih baik lagi. Inilah ucapan Selamat Tahun Baru saya untuk seluruh Direksi dan Staf BPJS Kesehatan.

Pinang Ranti, 1 Januari 2022
Tabik
Timboel Siregar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here