Kenangan Dengan Jokowi Bagian Ke – 10
Oleh: Muchtar Pakpahan
Ada tiga ketentuan pidana terpenting untuk melindungi hak dan kepentingan buruh. Perlindungan dari tindakan union busting, perlindungan terhadap upah buruh dari tindakan menahan upah dan atau membayar upah di bawah UMP, dan perlindungan sosial dari tindakan tidak mendaftarkan buruh sebagai peserta BPJS.
Pasal 43 jo Pasal 28 UU no 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh mengatur memberi hukuman pidana minimal satu tahun dan maksimal lima tahun bagi siapa saja melakukan tindakan menghalang – halangi berserikat berupa melakukan PHK terhadap pengurus/anggota, mutasi, demosi dan intimidasi.
Tindakan ini disebut union busting, atau perbuatan mengkerdilkan atau membungihanguskan serikat buruh. Begitu sering dan begitu banyak pengurus SBSI (saya dengar juga serikat buruh lain) di PHK begitu memberitahu eksistensi pencatatannya atau begitu memulai kegiatannya untuk memohon bipartit.
Lebih dari 200 kasus dialami SBSI dan telah dibuat laporan Polisi hampir di semua Polda. Inilah daftar Polda tempat pelaporan union busting oleh SBSI; Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, NTB, dan Papua Barat. Yang terbanyak Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Tidak ada satupun sampai ke Pengadilan.
Polda sering memanggil orang dari kemnaker atau disnaker untuk menjadi saksi ahli. Polisi selalu berpendirian bahwa semua PNS yang bekerja di kemnaker dan dsinaker adalah saksi ahli. Kesaksian ahli dari kemnaker dan disnaker selalu jawabnya seperti paduan suara yaitu PHK adalah hak pengusaha.
Ini pasti berdampak langsung terhadap menurunnya jumlah anggota serikat buruh dan jumlah serikat buruh secara drastis di tingkat Perusahaan (SBP). Jumlah buruh yang berserikat pada tahun 2014 berjumlah `4,3 juta, pada Januari 2018 menurun menjadi 2,7 juta, dan jumlah serikat buruh tingkat perusahaan /SBP pada tahun 2014 berjumlah 14.000 serikat, kemudian menurun menjadi 7.000. serikat.
Pasal 184 dan 186 Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 bahwa pelanggaran terhadap kebebasan berserikat dipidana 1 tahun – 5 tahun penjarah bagi yang menahan upah buruh dan membayar upah buruh di bawah UMP tanpa ijin disnaker. SBSIpun banyak membuat laporan tentang Pasal ini, baik ke kemnaker dan disnaker maupun ke kepolisian. Tidak satupun yang sampai ke pengadilan. Semakin menyedihkan bagi buruh dengan keluarnya PP 78 tahun 2015. Peranan Serikat Buruh dalam membicarakan upah dipangkas oleh PP ini.
Pasal 54 dan 55 Undang – Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS mengatur pengusaha yang tidak menyertakan buruhnya menjadi peserta BPJS dipidana maksimal 8 tahun dan denda Rp. 1.000.000.000,-Hal ini juga banya dilaporkan oleh SBSI, tetapi pengurus SBSI yang melaporkan hal tersebut malah di PHK, bahkan ada yang dituduh mencemarkan nama baik malah diproses polisi.
Tiga ketentuan penting tentang melindungi kepentingan dan hak buruh tidak diberlakukan oleh tiga instansi eksekutif bawahan presiden yaitu Jaksa Agung, Kepala Kepolisian RI dan Menteri Ketenagakerjaan RI. Tentang presiden hanya ada dua kemungkinan yaitu; Pertama: Presiden tidak mengetahuinya (terlalu naif), Kedua: Presiden tidak empati dengan penderitaan buruh lapisan bawah.