Independensi penegakan hukum dapat diuji pada dua variabel. pertama, apakah hukum berlaku sama bagi seluruh warga negara (ersamaan di muka hukum).
Kedua, apakah tindakan penegak hukum dalam menegakkan hukum sudah taat asas.
Demikian disebutkan Sekretaris Wilayah Sumatera Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Arsula Gultom, SH. dalam acara konsolidasi SBSI wilayah Sumatera di Medan, Senin (21/1/2019).
Isu independensi penegak hukum ini diungkapnya setelah mencermati persoalan sengketa Hak Kekayaan Intelektual SBSI.
Berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 378 K/ Pdt.Sus-HKI/2015 dinyatakan SBSI merupakan pihak yang berhak secara hukum atas kekayaan intelektual berupa logo, mars dan slogan. Putusan itu sudah tetap dan sudah dieksekusi PN Jakarta Pusat, tetapi masih ada pihak – pihak yang tidak mamatuhinya.
“Putusan hukum tersebut sama sekali tak diindahkan baik oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan serikat yang bersengketa dengan SBSI terkait kekayaan intelektual tersebut, padahal sudah dieksekusi oleh PN Jakarta Pusat”, terang Arsula.
Itu sebabnya, pihaknya pada bulan Desember 2015 melalui LP Nomor LP/5280/XII/2015/PMJ/Dit Reskrimsus melaporkan DEN KSBSI ke Polda Metro Jaya, akan tetapi setelah tahun 2018 barulah laporan SBSI ini diproses dengan ditetapkannya Mudhofir dan Edward Marpaung sebagai tersangka dalam tindak pidana di bidang atas hak cipta.
“Pelaporan dan penetapan tersangka oleh penyidik menurut hemat kami adalah satu rangkaian upaya menciptakan kepastian hukum sekaligus menegaskan marwah putusan hukum melalui Putusan MA nomor 378 K/ Pdt.Sus-HKI/2015 bahwa Prof Muchtar Pakpahan adalah pencipta logo, mars dan slogan bersama Amor Tampubolon”, lanjut Arsula.
Pentingnya kepastian hukum melalui tegaknya putusan MA itu sebut Arsula demi menghentikan silang pendapat diantara kaum buruh sekaligus mengembalikan semangat awal mendirikan wadah perjuangan kaum buruh Indonesia pada tahun 1992.
Akan tetapi jelas Arsula, harapan buruh itu sirna menyusul adanya indikasi intervensi dalam penegakan hukum. Kendati telah ada kesepakatan damai, antara pencipta Logo, Tridarma dan Mars SBSI Prof Muchtar Pakpahan dengan pihak DEN KSBSI. Namun jalan menuju kesepakatan “damai” itu dirasa tidak didasari kebenaran dan kedilan berdasarkan hukum.
“Kami rasakan di tingkat bawah ini ada indikasi intervensi, karena saudara Mudhofir itu kan sekretaris organ relawan pemenangan pasangan Capres yang bertarung di pemilu mendatang”, ujarnya.
Jelas saja, situasi itu semakin menjatuhkan citra hukum sebagai panglima tertinggi di Indonesia di era sekarang. Saat hukum terasa lembut bagi kawan namun menyayat bagi lawan jelas bukan kondisi yang baik dan sehat bagi demokrasi.
Arsula mengingatkan agar anggota dan pengurus SBSI di wilayah Sumatera untuk turut melindungi dan menjaga logo, mars dan tridarma SBSI selama berjuang membela kepentingan buruh.
“Logo, mars dan tridarma itu adalah karya Muchtar Pakpahan dan wujud cita-cita menuju buruh sejahtera sehingga jangan lagi terjebak dalam silang pendapat yang menyesatkan.
Semua sudah jelas dan tuntas kedudukannya di hadapan hukum, dan kami minta Dinas Tenaga Kerja di daerah mematuhi keputusan MA ini”,ujarnya.
Dalam acara konsolidasi tersebut turut didoakan kesembuhan Ketua Umum SBSI Prof Muchtar Pakpahan yang saat ini berjuang menghadapi sakit Kanker.