Jacob Ereste (aktivis dan pemerhati masalah buruh di Indonesia daj juga Ketua Dewan Pembina Komunitas Buruh Indonesia. Ketua Balitbang F.BKN-SBSI)

Tulisan ini ditulis En. Jacob Ereste 4 tahun silam, menjelang Kongres SBSI ke V, di Asrama Haji, Jakarta. Karena masih relevan, maka tulisan ini dianggap perlu untuk di publikasikan kembali secara lebih meluas, mengingat SBSI akan kembali melakukan Kongres ke-6 pada April 2018. Tulisan yang telah dipublikasikan secara meluas dan dimuat media massa itu.

Pemaparan Para Pakar Bersama Sejumlah Tamu Undangan Serikat Buruh Nasional Akan Membekali Peserta Kongres SBSI

SBSI akan menyelenggarakan Kongres ke-5 pada 25-28 April 14. Kongres akan memutuskan tujuan membangun welfarestate, untuk itu Muchtar Pakpahan mengungapkan ada tiga hal penting yang akan menjadi materi pembahasan. Seperti sejak awal organisasi ini didirikan, SBSI bergerak dalam wilayah perburuhan. Secara garis besar, gerakan SBSI dilakukan pada tiga hal; gerakan massa buruh, gerakan ekonomi rakyat yang berintikan pada koperasi, dan gerakan politik dapat dilakukan dengan dua laternatif.

Pertama melalui simbiose atau menyalurkan sinerginya melalui partai politik, kedua membangun partai buruh sendiri.

Untuk menentukan pilihan menempuh cara simbiose atau membangun partai buruh sendiri, diakuinya baru akan dibicarakan juga dalam Kongres SBSI ke-5 yang diselenggarakan pada 25-28 April 2014 di Asrama Haji, Jakarta. Teget finalnya pada tahun 2017 jika anggota SBSI dapat dipulihkan seperti pada masa jayanya dulu, tahun 1998 hingga jumlah anggota tidak kurang dari 1,7 juta orang, maka kepastian membangun partai buruh sendiri sudah memenuhi syarat pertama.

Muchtar Pakpahan menyebut jumlah anggota sebagai syarat utama, karena dia sangat menyadari bahwa untuk membangun partai buruh yang solid dan berjaya ikut menjadi pemenang dalam pemilu maupun pilkada diperlukan persyaratan lain yang tidak kalah banyak dan penting untuk diperhitungkan. Setidaknya, pengalaman dalam menjalankan Partai Buruh Nasional (PBN) maupun Partai Buruh Sosial demokrat (PBSD) sudah dipraktekkan pada saat penyelenggaraan pemilu di Indonesia sebelumnya.

Syarat mempunyai anggota minimal 1,7 juta seperti saat SBSI berjaya dahulu, karena secara rinci SBSI bisa eksis diseluruh provinsi Indonesia dengan rincian memiliki tiga orang pengurus inti yang tangguh. Lalu memiliki tiga orang pegurus yang tangguh disetiap kabupaten kota, dan minimal memiliki 9 orang fungsionaris pengurus untuk tiga orang pengruus pada tingkat komisariat. Sedangkan pada jajaran DPP SBSI, Muchtar Pakpahan mengidealkan paling sedikit ada 23 kader yang tangguh untuk mengendalikan roda organisasi yang bertebar di seluruh pelosok tanah air.

BACA JUGA: http://sbsinews.id/may-day-bagi-buruh/

Secara yakin dan mantap Muchtar Pakpahan meyakinkan pakem pegangannya seperti itu. Sebab bila syarat minimal itu belum bisa dipenuhi, maka dia menyatakan akan tetap legowo’ untuk tetap konsentrasi membangun SBSI dengan strategi utama meningkakatkan frekuensi konsolidasi yang dibarengi dengan pelatuihan dan pendidikan untuk semua level yang ada di SBSI. Karena itu, program pelatihan dan pendidikan akan menjadi prioritas program, karena keberhasilan kaderisasi dalam serikat buruh akan sangat menentukan maju atau tidaknya organisasi.

Rinciannya dalam membangun serikat buruh diperluakan dana yang cukup, untuk mememnuhi kebutuhan sumber daya manusia yang mumpuni. Adapoun sumber daya manusia yang diperlukan SBSI secara nyata mulai dari pengelolaan organisasi yang professional, penangan masalah letigasi dan hukum yang handal, serta pengelolaan dana yang ada serta sumber dana yang tersedia yang gigih. Jika tidak, maka pertumbuhan dan perkembangan organisasi dapat segera dipastikan tidak sehat.

Acara kongres ke-5 SBSI direncanakan menampilkan sejumlah nara sumber sekaligus dimaksudkan sebagai pembekalan bagi segenap fungsionaris organisasi terpilih dalam menjalankan roda organisasi dengan segenap program kerja yang yang hendak dilakukan. Bebrbagai pakar serta pandangan para ahli mulai dari bidang ekonomi, politik, dan social budaya serta hukum dan politik akan menjadi menu santapan peserta maupun tamu serta undangan dan simpatisan SBSI.

BACA JUGA: http://sbsinews.id/salut-buat-pekerja-bank-bri-menghadapi-viral-informasi-negatif/

Sekretaris Jendral SBSI sekaligus Ketua Panitia Penyelenggara Kongres SBSI ke-5, Raswan Suryana mengungkapkan, tamu dan undangan yang diharap hadir dalam pembukaan kongres setidaknya seluruh relasi, serta jaringan kerja SBSI, baik yang ada di dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Diantaranya sejumlah serikat buruh internasional – seperti ICFTU dan WCL serta serikat buruh dari berbagai Negara lain – sudah ada yang menyatakan kesediaannya untuk hadir. Saat kongres, Raswan memperkirakan peserta berikut tamu dan undangan yang akan hadir tidak kurang drai 2.400 orang. “Sebab kalau normal, peserta kongres saja dari lingkungan SBSI sudah berkisar 1.250 hinggga 1.400 orang, papar Raswan Suryana.

Sementara dari dalam negeri, undangan dan tamu undangan SBSI diantaranya adalah organisasi buruh, serikat buruh, LSM perburuhan serta tokoh maupun aktivis perburuhan yang ada di Indonesia. Maka itu Raswan Suryana memperkirakan pelaksanaan Kongres SBSI kali ini akan memerlukan dana yang cukup besar, mengungat momentum Kongtfres ke-5 SBSI tahun 2014 ini akan menandai kebangkitan kedua bagi SBSI yang menandai perlawanan terhadap rezim penguasa pada masa kelahirannya di jaman Orde Baru.

SBSI dideklarasikan pada 25 April 1992 di Bogor bersama sejumlah tokoh seperti Politisi Senior Sabam Sirait, Gus Dur dan sejumlah tokoh nasional lain. Dalam 22 tahun perjalanan hidupnya sebagai organisasi yang pernah menjadi symbol perlawanan terhadap rezim penguasa pada waktu kelahirannya, tentu saja tantangan bagi SBSI di era reformasi sekarang ini pasti berbeda, ungjap Raswan Suryana. Lantaran dia memang terbilang sati diantara sedikit aktivis buruh dan fungsionaris SBSI yang relative konsisten menekuti panggilan hidupnya sebagai aktivis buruh.

“Kalau dahulu kita bukan Cuma dihantui oleh para aparat pemerintah dan TNI serta Polri, tetapi hampir setiap kali melakukan kegiatan akan diintimisdasi bahkan dipaksa diinterogasi di Koramil. Kapolsek atau bahkan Korem dan Polres dimana kita melakukan kegiatan”, kata Raswan Suryana mengenang masanya ber-SBSI di masa kekuasaan otoritarian Presiden Soeharto.

Biasanya intimidasi dan perlakuan represif yang dilakukan aparat pemerintah dan TNI Polri di masa rezim Soeharto dahulu, kata Raswan Suryana berkisah, fungsionaris dan aktivis SBSI yang melakukan kegiatan sering dicap komunis atau menghasut. Padahal yang kegiatan yang dilakukan hanya semacam pelatihan atau pendidikan yang bertujuan membangun kesadaran dan pemberdayaan bagi kaum buruh atau untuk anggota SBSI. Dalam penangkapan dan interogasi yang dilakukan TNI atau Polri itu tidak jarang berkahir dengan penyiksaan. Stroom. Atau penyekapan untuk beberapa hari lamanya, hingga program yang hendak dilakukan SBSI menjadi terganggu, atau dibatalkan.

BACA JUGA: http://sbsinews.id/potret-keadilan-di-sumba-dan-indonesia/

Meski sekarang tantangan yang mengerikan seperti itu relatif sudah tidak ada, namun tantangan dalam bentuk lain yang baru, justru memerlukan keahlian dan kelihaian tersendiri.“ Apalagi kalau organisasi tidak punya cukup uang, karena sekarang ini tantangan para aktifis dan fungsionaris organisasi justru dibebani oleh biaya hidup yang tinggi”, tandasnya. Soalnya, bukan saja karena kondisi ekonomi Indonesia sedang sulit, tetapi berbagai harga kebutuahan pokok terus melambung. Sementara persaingan secara tidak langsung dengan berbagai organisasi buruh yang lain menimbulkan masalah tersendiri. Lagian, keperluan untuk menjalankan organisasi sekarang memerlukan peralatan yang canggih dan ongkos yang leboh tinggi, ujar Raswan Surya.

Oleh karena itu, menurut dia untuk membangun serikat buruh sekarang diperlukan biaya dan dana yang besar. Semua fungsionaris organisasi dituntut bekerja secara professional, karenanya biaya yang dibutuhkan haruis cukup dan memadai. Bila tidak, maka dengan sendirinya perkembangan organisasi kalah cepat dengan gerak yang dilakukan organisasi lain. “Soalnya, jumlah buruh rekatuf tetap, tetap jumlah organisasi buruh tumbuh seperti jamur”, kata Raswan Suryana.

Apalagi menurutnya, Kongres ke-5 ini akan mengusung thema : SBSI Kuat, Rakyat Sejahtera”. Jadi tidak mungkin jargon yang heroic itu akan mampu dilakukan, kalau fungsionaris organisasinya sendiri belum sejahtera. Apalagi masih hidup dalam berbagai keterbatasan, seperti pada masa awal SBSI dilahirkan dahulu, kenang raswan Suryana. “Karena Serikat Buruh yang kuat adalah syarat mutlak untuk mencapai kehidupan buruh yang sejahtera. Jadi bagaimana mungkin fungsionaris SBSI akan menghantar buruh Indonesia yang sejahtera, sementara kehidupan fungsionaris organsasi dan aktivis SBSI masih terkungkung dalam berbagai keterbatasan dan kekurangan”, katanya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here