Mengapa saya sangat kecewa? Berikut ini alasannya.
Pertama: Saya tidak mengetahui proses lahirnya PP (Peraturan Pemerintah) Nomor: 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, padahal peraturan ini sebegitu penting sebagai pelaksanaan dari UU no 13 tahun 2003, yang draft aslinya dari 4 RUU menjadi UU no 13 tahun 2003 adalah dari tangan Saya.
Kehadiran PP 78 tahun 2015 yang diundangkan 23 Oktober 2015 ini adalah bagaikan badai yang memporakporandakan kehidupan buruh. Reaksi saya menciptakan lagu SALAM GIGIT JARI, lihat di www.youtube.com/user/muchtarpakpahan.
Kedua: Pasal 89 ayat (3) UU No. 13 tahun 2003 berbunyi “ upah minimum (baca provinsi) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi ”. Menurut aturan ini adalah sangat penting peranan Serikat Buruh dalam lembaga tripartit khusus pengupahan yang bernama Dewan Pengupahan Provinsi.
Tentu Serikat Buruh yang lebih mengetahui kebutuhan buruh dan kondisi riil perusahaan dan Serikat Buruh yang mempunyai hak dan kewajiban membicarakan kebutuhan buruh.
Sangat jelas, bahwa karena kehendak reformasi maka lahirlah undang-undang tersebut sebagai perjuangan gigih dari SBSI.
Selanjutnya Pasal 44 ayat 1 dan 2 PP 78 tahun 2015 yang berbunyi ” penetapan upah minimum dihitung dengan menggunakan formula Umn=Umt + {Umt x (inflasi + % PDB)}”.
Intinya adalah tidak lagi berpegang pada rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi, melainkan berpegang pada inflasi dan PDB. Artinya, peran dan fungsi Serikat Buruh ditiadakan pada masalah terpenting bagi buruh yakni menetapkan upah. Karena telah dipangkas oleh PP 78 tahun 2015.
Ketiga: Dampak dari pasal ini di lapangan adalah; Pertama: Melemahkan serikat buruh, dengan memangkas salah satu peran penting Serikat Buruh untuk mensejahterakan anggotanya yakni dengan ikut menentukan upah, sedangkan PP 78 tahun 2015 mendisfungsionalisasi serikat buruh di lembaga tripartit pengupahan.
Kedua: Sangat merugikan buruh dan menguntungkan pengusaha. Keberadaan dunia usaha dengan keadaan sekitar dan tahun tertentu dapat diklasiifikasi ke tiga tipe.
Tipe A sektor usaha yang keuntungannya sedang tinggi. Umumnya eksportir yang mata uang rupiah sedang melemah seperti sekarang.
Tipe B Sektor usaha yang keuntungannya sedang – sedang saja, yang tidak terkait langsung dengan valas seperti transportasi.
Tipe C Sektor usaha yang mengalami kerugian , umumnya bahan bakunya diimport yang ada hubungannya dengan mata uang rupiah sedang melemah.
Bila dengan melihat ketiga tipe tersebut, buruh serba dirugikan.
Bila perusahaan sedang berada dalam Tipe A, upah yang dibayarkan sama dengan upah di perusahaan dengan Tipe B yang sesuai dengan keputusan Gubernur.
Tetapi ketika perusahaan masuk dalam kategori tipe C, pengusaha dapat meminta menangguhkan atau menunda pembayaran sesuai keputusan Gubernur berdasarkan Pasal 90 ayat 2 UU no 13 tahun 2003 tersebut.
Kesimpulannya, PP 78 tahun 2015 melemahkan Serikat Buruh dan membuat buruh tetap menderita.
Keempat: bila ada pengurus Serikat Buruh/pekerja dapat menerima PP 78 tahun 2015, maka itu adalah kategori yellow union. Serta buruh yang menerima PP 78 tahun 2015 ini dengan baik, maka dia ibarat seseorang yang sedang terserang penyakit tidak merasa lapar sehingga tidak makan, pelan-pelan menuju kuburan.
Kelima: kepada para Jokower, sampaikan tulisan ini kepada Presiden Joko Widodo, agar beliau sadar bahwa kebijakannya menerbitkan PP 78 tahun 2015 adalah menyengsarakan buruh.
Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH, MA, pengajar hukum perburuhan S1 & S2 UKI.