Bagaian ke – 3 dari 4 tulisan.
Oleh: Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH., MA.
Sebagai Draft Sandingan (K)SBSI dalam Klaster Ketenagakerjaan RUU Omnibus Law
Pasal 94
Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit – dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
Catatan: pasal ini dihapus karena sudah ada pengaturan mengenai net profit
Ketentuan Pasal 95
Setuju dengan RUU OLCK, sudah dibatalkan MK
Pasal 98
1. Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk Dewan Pengupahan.
2. Dewan Pengupahan terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, pakar dan akademisi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, komposisi keanggotaan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan serta tugas dan tata kerja Dewan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Setuju dengan RUU OLCK, hanya pada ayat 2 kata pakar dihapus
DRAFT SANDINGAN (K)SBSI
Catatan: bagaian ini tidak dibahas dalam RUU OLCK.
DRAFT SANDINGAN (K)SBSI. Pasal 104
1. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
2. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, serikat pekerja/serikat buruh berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok.
3. Pengusaha wajib memotong dari upah buruh untuk iuran sebagai serikat buruh/serikat pekerja sesuai pernyataan buruh yang bersangkutan dan ditransfer ke nomor rekening serikat buruh yang bersangkutan.
4. Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
Catatan: bagaian ini tidak dibahas dalam RUU OLCK tetapi (K)SBSI tetap mempertahankan pasal ini tetap ada dengan menambah satu ayat yaitu ayat 3 dimana ayat 3 pada UU Ketenagakerjaan menjadi ayat 4.
DRAFT SANDINGAN (K)SBSI
Pasal 108
1. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat Perjanjian Kerja Bersama bila diperusahaan tersebut telah terbentuk serikat buruh/serikat pekerja.
2. Kewajiban membuat Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana diatur dalam ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah
Catatan: (KSBSI) mempertahankan pasal ini dengan merubah ayat 1.
Catatan: pasal ini dihapus
Catatan: pasal ini dihapus
Catatan: Pasal 111 ini dihapus sudah merujuk pada pasal 116 UU Ketenagakerjaan, Pasal 111 berikut ini diadopsi dari Pasal 124 UU Ketenagakerjaan.
Pasal 111
1. Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat:
a. hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
c. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan
d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.
2. Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Catatan: pasal ini dihapus, sudah masuk dalam pasal Perjanjian Kerja Bersama..
DRAFT SANDINGAN (K)SBSI
Pasal 119
Jika dalam satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat buruh/serikat pekerja maka ditunjuk wakil serikat buruh/serikat pekerja untuk melakukan perundingan secara proporsional sesuai dengan jumlah wakil buruh/pekerja yang diatur dalam undang – undang ini.
Catatan: KSBSI mengusulkan dihapus dan diusulkan yang baru
Pasal 120
1. Dalam hal satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat buruh/serikat pekerja maka ditunjuk wakil serikat buruh/serikat pekerja untuk melakukan perundingan secara proporsional sesuai dengan jumlah wakil yang diatur dalam undang – undang ini.
2. Wakil serikat buruh/serikat pekerja yang mewakili anggota dalam perundingan Perjanjian Kerja Bersama dengan keterwakilan sebagai berikut:
a. Jumlah anggota 10 – 50 : 3 orang wakil
b. Jumlah anggota 51 – 100 : 5 orang wakil
c. Jumlah anggota 101 – 500 : 7 orang wakil
d. Jumlah anggota 501 – 1.000 : 9 orang wakil
e. Jumlah anggota 1000 keatas : 11 orang wakil
3. Jika dalam penunjukan wakil untuk perundingan Perjanjian Kerja Bersama terjadi perselisihan antar serika buruh/serikat pekerja yang tidak dapat diselesaikan di tingkat perusahaan maka dapat dimajukan menjadi Perselisihan anatar Serikat Buruh/Serikat Pekerja.
Catatan: Pasal ini dalam undang – undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan diusulkan baru oleh (K)SBSI.
(Bersambung……bagian ke-4/terakhir)