Bagaian Pertama dari 4 tulisan.
Oleh: Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH., MA.
Sebagai Draft Sandingan (K)SBSI dalam Klaster Ketenagakerjaan RUU Omnibus Law
SBSINews – Dasar Pemikiran tentang Hubungan Industrial Gotong Royong pada Bulan Maret 2000, KADIN dan APINDO bersama SBSI dan SPSI menjadi penyelenggara Konferensi Bipartit Nasional di Hotel Grand Melia dan Gedung Apindo. Konferensi ini diikuti ± 400 orang yang mewakili organisasi pengusaha dan federasi-federasi serikat buruh/pekerja.
Kesepakatan Konferensi Bipartit Nasional tersebut antaralain:
a. Membangun sistem Hubungan Industrial yang demokratis, harmonis, dinamis, berkeadilan dan berkesejahteraan.
b. Tujuan dari sistem hubungan industrial adalah memajukan dunia usaha/pengusaha, membuat kehidupan buruh/pekerja sejahtera dan ekonomi Negara yang kuat.
c. Sistem hubungan industrial Jepang dibuat menjadi acuan.
Kesepakatan ini kami namakan Hubungan Industrial Gotong Royong.
Mengapa HI Jepang dibuat menjadi acuan? Dengan sistem hubungan industrial yang diterapkan di Jepang, kita temukan beberapa kenyataan.
Pertama, ekonomi Jepang paling kuat, pengusaha Jepang beruntung dan buruh Jepang kategori paling makmur di dunia.
Kedua, di Jepang tidak pernah ada mogok/demonstrasi ataupun lock out di tingkat perusahaan yang diakibatkan perselisihan hubungan industrial tingkat perusahaan.
Ketiga, buruh-buruh Jepang menjadi pekerja keras. cerdas dan jujur. Saya berkeyakin bahwa kemajuan perekonomian Jepang adalah karena fondasi hubungan industrialnya yang benar.
Sistem Hubungan Industrial Gotong Royong tersebut, saya terjemahkan ke dalam 7 subsistem:
1. Kebebasan berserikat.
Kebebasan berserikat bagi buruh adalah dasar dan awal mensejahterakan buruh. Di gerakan buruh dunia ada gagasan yang berbunyi “strong Union be welfare and people welfare must be strong union”. Itu berarti kebebasan berserikat sangat penting bagi buruh/pekerja.
Dalam rangka membangun serikat buruh yang kuat, perlu diadakan regulasi berikut ini :
a. Buruh bebas menjadi anggota suatu serikat buruh dan juga bebas untuk tidak menjadi anggota. Yang melanggar prinsip ini menjadi kategori pelanggaran HAM, termasuk pidana.
b. Buruh yang sudah anggota suatu serikat buruh dan menandatangani kesepakatan gajinya dipotong untuk iuran keanggotaan, perusahaan tempat kerja wajib memotong dan mengirimkannya ke rekening yang diminta sesuai dengan jumlah yang diminta/sewaktu buruh menandatangani pernyataan. Ini disebut COS (Check of System) atau disebut juga potong atas.
c. Buruh/pekerja yang tidak menjadi anggota serikat buruh, wajib menyumbangkan sebesar iuran anggota salah satu serikat buruh yang dipilihnya. Boleh tidak menjadi anggota akan tetapi wajib memberi donasi, karena dia menikmati hasil perjuangan serikat buruh. Ini disebut Positive Union Shoft (sikap positif kepada serikat buruh)
d. Dibentuk Dewan Buruh Nasional (DBN), Dewan Buruh Propinsi (DBP) dan Dewan Buruh Kota/kabupaten (DBK) agar ada wakil buruh di bipartite, tripartite, ILO, WTO, IMF dan WB. Minimal setiap 10 orang, buruh dapat mendirikan serikat buruh perusahaan (SBP). Minimal gabungan 3 SBP berhak menjadi anggota DBK. Minimal gabungan 1/3 DBK di satu provinsi berhak menjadi anggota DBP, selanjutnya minimal 1/3 DBP berhak menjadi anggota DBN. Jumlah delegasi setiap serikat pekerja/buruh diatur secara proporsional.
e. Ada dana dari pajak buruh yang diserahkan kepada serikat buruh dalam rangka penguatan serikat buruh dan pendidikan/pelatihan buruh.f. Di setiap perusahaan sedapat mungkin ada ruangan untuk kantor serikat buruh.
Menurut saya yang juga pendapatnya sama dengan pendapatnya Wilfred Jenks & Johannes Schregle bahwa serikat buruh dan hubungan industrial adalah hal yang paling penting untuk dibicarakan dalam industrialisasi dan perdagangan (atau bisnis). Demikian juga Bank Dunia (The world Bank) mengemukakan betapa pentingnhya peranan serikat buruh ketika membicarakan Perjanjian Kerja Bersama. Melalui Perjanjian Kerja Bersama (PKB) memudahkan untuk menyatukan kepentingan buruh, dan juga membuat kelangsungan usaha yang nyaman dan damai.
Kebebasan berserikat adalah alasan utama mengapa serikat buruh mengambil inisiatif untuk mendirikan ILO (International Labour Organizatrion). Di antara 7 kovensi dasar ILO ada 2 yang mengatur kebebasan berserikat yaitu No. 87 dan No. 98. Itu juga alasan utama mengapa internasional mengalamatkan kritik yang keras ke Pemerintahan Soeharto, sehingga waktu reformasi dimulai, Presiden BJ. Habibie mengeluarkan Keputusan Presiden No. 83 tahun 1998 yang meratifikasi Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi.
Untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang betapa seriusnya pelanggaran atas hak-hak buruh selama Pemerintahan Soeharto, Saya perkenalkan penulis Dan La Botz yang menulis buku sebanyak 352 halaman berjudul : MADE IN INDONESIA, INDONESIAN WORKERS SINCE SUHARTO Dia menjelaskan peranan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berjuang untuk kebebasan berserikat. LSM melahirkan serikat-serikat buruh, membantu mereka melakukan mogok, dan LSM juga membantu mencari alternatif pemecahan masalah (hal 129). Dia memperkenalkan dan menguraikan dua pemimpin buruh alternatif yakni Muchtar Pakpahan and the SBSI (hal 189-228) dan Dita Sari and the FNPBI (page 229-252). Banyak pemimpin buruh dipenjarakan dan beberapa dibunuh seperti Marsinah di Surabaya 1993 dan Rusli di Medan 1994.
2. PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Pembahasan topik ini sangat penting sebab jaminan ketenangan bekerja bagi buruh mutlak perlu diciptakan. Dalam rangka menciptakan ketenangan bekerja diperlukan regulasi berikut ini :
a. Pada dasarnya tidak diizinkan/diperbolehkan PHK, kecuali karena dua alasan. Alasan itu ialah karena buruh melakukan kriminal dan atau perusahaan bangkrut. Kriminal ada dua jenis, melakuan tindak pidana lalu dihukum pidana dan kriminal kerja, maksudnya mengganggu kerja, merusak produksi dan bolos-bolos. Buruh yang melakukan kriminal tidak mendapatkan imbalan apapun, tidak ada pesangon dan tidak ada pensiun, sedangkan PHK karena bangkrut mendapat dana pengangguran dari Jamsostek dan santunan pensiun seumur hidup.
b. Pada pekerjaan permanen (permanent job), semua menjadi buruh tetap tidak diperkenankan adanya buruh kontrak dan outsourching. Setelah seseorang sudah melewati tenggang masa percobaan, yang bersangkutan otomatis demi hukum menjadi buruh/tenaga tetap.
c. Serikat buruh perusahaan wajib ikut memproses PHK karena kriminal dan atau bangkrut.
3. Pengupahan
Upah atau gaji adalah tujuan membuat adanya hubungan industrial karena itu hal yang penting dibicarakan dengan membuat regulasi berikut ini :
a. Upah dibicarakan secara bipartit sektoral nasional, dan ditetapkan jumlah minimum secara sektoral nasional.
b. Hidup layak adalah menjadi dasar penetapan upah. Dari upahnya, buruh dapat menghidupi diri dan keluarganya secara layak. Layak berarti, menikmati makanan dan minuman yang sehat, dapat memiliki rumah, anak dapat sekolah minimal SLA, ada jaminan hari tua dan sekali setahun dapat menikmati liburan.
c. Realita besaran upah dibicarakan di bipartit tingkat perusahaan, penghasilan sebelumnya dibuat menjadi acuan. Kemampuan real perusahaan dibuat menjadi dasar penghitungan dikaitkan dengan hidup layak. Karena itu mutlak transparansi keuangan dan diketahui oleh serikat buruh.
d. Demi hukum ditetapkan 20% dari keuntungan bersih setiap tahun diberikan kepada buruh secara kolektif sebagai bonus. Karena itu ada wakil/buruh di Dewan Direksi dan di Komisaris. Tidak hanya dalam rangka menghitung keuangan, tetapi juga merencanakan proses produksi perusahaan. Inti dari butir ini akan membuat rasa tanggung jawab dan rasa memiliki (sense of responsibility and sense of belonging) akan kuat melekat di hati setiap buruh. Dan sistem ini juga akan membuat budaya kerja keras dan menghasilkan produktivitas yang tinggi.
4. PKB (Perjanjian Kerja Bersama).
Fungsi PKB sangat penting membangun hubungan industrial yang harmonis, dinamis, demokratis, berkeadilan dan berkesejahteraan. Dalam rangka mencapai PKB yang seperti itu, dibuatlah regulasi seperti berikut ini:
a. Segala hal yang berhubungan dengan syarat kerja, upah PHK, libur, jam kerja dan kenaikan pangkat/rangking diatur dalam PKB.
b. PKB ditandatangani wakil buruh dari serikat buruh yang ada di perusahaan. Bila serikat buruh hanya satu maka otomatis serikat buruh yang satu itu wakil buruh. Bila lebih dari satu, ditetapkan secara proporsional: serikat buruh yang anggotanya 10 -100 buruh = 3 wakil; 101-1000 = 5 wakil; 1000-5000 = 7 wakil di atas 5000 = 9 wakil. Untuk itu diperlukan verifikasi tripartit (dinas tenaga kerja, manajemen dan serikat buruh).
c. PKB dibuat untuk setiap dua tahun berdasarkan perundingan yang kenyataannya berlangsung. PKB ditandatangani wakil buruh dan wakil manajemen.
d. Bila terjadi perbedaan di wakil buruh ditetapkan berdasarkan suara terbanyak di kalangan wakil buruh tersebut. (Bersambung….ke bagia 2)