Rivalitas itu sementara, Rivalitas itu bukan dendam yang diurai. Tapi bagi orang-orang pelaku olahraga atau bagi yang memahaminya, perseteruan tidaklah kekal.
Sehebat dan setajam apapun persaingan, itu hanya berada di ruang yang sempit : ring tinju, lapangan sepakbola, lapangan bulutangkis, dan banyak lagi ruang yang bisa kita sebut. Ruang yang sempit itu. Tetapi bukan ruang kehidupan yang sangat luas ini.
Demikian pula waktunya, dia memiliki dimensi waktu tertentu, dia tidak disembarang waktu. Terbatas hanya sampai waktu yang ditentukan saja. Di sepak bola ya hanya sampai 2×45 menit, atau ditambah sesuai aturan dan batasan yang ditetapkan. Tidak lebih. Karena memang tidak terus-menerus.
Begitulah yang kemudian kita saksikan seusai pertarungan kelas atas di EPL hari Minggu lalu, saat Manchester City menjamu Liverpool. Gambar atau foto-foto yang kemudian kita lihat, sebagaimana sebagian foto-foto itu saya posting disini, adalah pesan yang jelas bahwa mereka hanya berseteru di lapangan saja dan dibatasi waktu tertentu. Seusai pertarungan, mereka kembali bersahabat, saling hormat dan saling menghargai. Begitulah rivalitas itu sesungguhnya : dibatasi ruang dan waktu.
Pep Guardiola sejak kehadirannya di EPL tahun 2016 saat dia memegang penuh Manchester City, memiliki pesaing tangguh di EPL yaitu Jurgen Klopp, yang menjadi pelatih Liverpool. Dua tim dan dua tokoh ini kemudian yang banyak disorot dan dibincangkan media dalam kurun waktu 6 tahun terakhir ketika membincangkan tentang persaingan kompetisi di EPL.
Dalam beberapa kesempatan, Pep Guardiola dengan kesan yang bagus bilang bahwa Jurgen Klopp itu pelatih yang bagus. Dialah yang membuat saya terus menerus belajar menjadi pelatih yang baik, karena persaingan kami. Dari persaingan yang keras itu akhirnya Pep dan Klopp sama-sama belajar, sama-sama berusaha menjadi yang terbaik. Mungkin ini pula yang pernah terjadi saat persaingan antara Opa Alex Ferguson dan Opa Arsene Wenger di kurun waktu 15 tahun yang lalu.
“Saya sangat respek pada Jurgen Klopp. Dia yang membuat saya menjadi Manajer yang baik. Kami tidak berteman. Kami juga tidak pernah makan siang bersama. Saya memiliki nomor HP nya, tapi saya tidak pernah menelponnya” ujar Pep Guardiola jujur.
Apa yang di katakan Pep diatas adalah seperti gambaran seseorang yang sering bertemu, bersaing keras untuk memperebutkan sesuatu, tidak pernah saling menyakiti secara pisik, bahkan mereka tidak saling menyakiti secara bahasa. Bahkan malah mereka saling memuji.
Jurgen Klopp juga sangat sering memuji Pep sebagai salah satu Manajer sepakbola yang terbaik di dunia. “Karena persaingan kami, mungkin saya selalu ada dipikiran Pep setiap hari” begitu kata Klopp suatu saat.
Inilah rivalitas itu. Persaingan keras tapi tidak pernah saling menyakiti dalam bentuk apapun. Kita belajar profesionalitas dari dua tokoh ini.
“Jika saya sudah pensiun kelak, saya ingin mengundang Jurgen Klopp makan malam” kata Pep Guardiola dengan tersenyum. Di Eropa atau Amerika, seseorang mengundang makan malam hanya kepada seseorang yang memang spesial dan sangat akrab secara emisonal.
Kita lihat lagi, disisi lain ketika di akhir match malam itu, ditengah kemegahan Etihad, tertangkap kamera Van Dijk berbincang akrab dengan Kevin De Bruyn. Bukan kita saja yang penasaran, apa yang mereka obrolin seakrab itu. Ternyata para jurnalispun penasaran.
De Bruyn bilang yang kira-kira begini :
” Kami sering bertemu dan ngobrol karena anak kami bersekolah di sekolah yang sama. Jadi ya kami sering berbincang sebagai teman”.
Jadi banyak hal dalam hidup yang bisa kita jadikan renungan bahwa sekeras apapun kita bersaing dengan orang lain, sikap dan pola pikir kita tetap harus terpelihara baik dan jangan dikotori oleh hal-hal buruk. Semua foto-foto yang kita lihat di postingan ini menunjukkan bahwa diluar lapangan mungkin mereka sering minum bareng di bar atau ada hal lain yang membuat mereka sesungguhnya berteman baik. Jurgen Klopp sering menyalami semua pemain lawannnya. Tidak jarang juga mengajak ngobrol mereka sejenak di lapangan. Begitu juga Pep, sempat mengajak ngobrol TAA sambil saling tersenyum. Itu momen yang indah.
Begitulah rivalitas sepakbola di eropa yang sering kita lihat di layar kaca. Banyak yang sering membuat kita takjub, kagum dan tidak jarang yang kita lihat sisi emosionalitas diri yang membuat kita memuji karena mereka sering memberikan kita perenungan yang bagus, jauh diluar hal-hal sepakbola itu sendiri.
Tak ada dendam, tak ada saling pukul yang anarkis, tak ada tawuran hanya karena tim yang dibelanya kalah. Disana, semua rivalitas itu ada ruanganya, ada waktunya. Setelah pertarungan, mereka hidup dengan saling memberi rasa hormat satu sama lain dalam level yang mengagumkan.
Selamat Menunaikan Puasa bagi Para Sahabat yang Menjalankannya.
Salam sehat buat kita semua.
(KoezArraihan-ANFPPM)