Guru Besar Universitas Indonesia, Prof. Rhenald Kasali menyatakan tantangan buruh ke depan bukan lagi outsourcing, melainkan internet of things (IOT). Hampir semua pekerjaan bisa dilakukan dari jauh dan pekerja harus memiliki alat produksi berbasis internet.
Maka kartu Prakerja merupakan program yang visioner. Dia menjelaskan kaum buruh dan milenial sangat rentan dalam menghadapi perubahan besar Industri 4.0.
Gejolak disrupsi dan IOT akan mengubah The Future of Work. Dapat dipastikan para buruh dan pekerja baru (millenial) sangat tidak siap. Selain tidak punyai dana untuk berhenti sementara, dan melatih diri, buruh ke depan perlu modal teknologi perorangan pandai. Sementara pemberi kerja merasa bukan tanggung jawabnya.
“Karena itulah gagasan Presiden Joko Widodo tentang kartu Prakerja merupakan gagasan visioner, mengingat dalam 10 tahun ke depan jumlah tenaga kerja produktif akan meningkat menjadi 52% dari seluruh populasi Indonesia. Berbeda dengan negara-negara tetangga yang penduduknya mulai menua dan menurun, Indonesia justru diberi bonus tenaga kerja usia produktif. Setelah tahun 2036, bonus ini bisa menjadi beban. Bahkan setelah 2045, jumlah lansia akan naik sebesar 19%,” ujarnya mengutip data BPS.
Sejatinya, menurut pendiri Rumah Perubahan ini, Kartu Prakerja merupakan jaminan sosial untuk kaum muda dari keluarga kurang mampu. Kartu ini dimaksudkan untuk memelihara dan memperbaiki keahliannya sambil menunggu panggilan kerja atau kembali bekerja dengan gaji lebih besar.
“Peristiwa disruption yang tengah melanda dunia mengakibatkan The Future of Work berubah. Dengan kartu Prakerja, kaum milenial bisa menggunakannya untuk ikut kursus online, balai latihan dan membeli perangkat teknologi agar tak kalah bersaing dengan anak-anak kelas menengah yang sudah dibekali keluarga sedari dini. Ini suatu bentuk keadilan yang dampak positifnya akan panjang.”
Namun begitu, Rhenald juga berharap kartu ini juga dapat ditujukan pada kaum muda produktif yang kehilangan pekerjaan karena peristiwa disrupsi.
“Korban-korbannya sudah tampak, dimulai dari penjaga toko yang tergusur bisnis online, teller bank yang terganggu online banking dan fintech, buruh bangunan yang terdampak 3d Printing, serta buruh-buruh pabrik korban revolusi industri 4.0.”
Tapi, di balik itu, ada banyak lapangan pekerjaan baru yang lahir karena adanya disrupsi.
Misalnya social media strategist, animator, apps/game developer, online marketer, Youtuber, drone operator, data analis, smart control room operator, visualiser, dan operator robot.
Menurutnya, Kartu Prakerja akan menggairahkan balai-balai latihan kerja, sekaligus mendorong kampus-kampus meremajakan diri. Sebab di Amerika Serikat saja, menurut pakar disrupsi Cristensen, dalam waktu dekat 50% universitas akan tergulung ombak disrupsi. Padahal Indonesia justru sedang kelebihan tenaga muda yang butuh pelatihan ulang yang berhubungan dengan IOT, data analytics, pengoperasian robot, bisnis online dan kewirausahaan berbasiskan TI.
Dia berharap Kartu Prakerja bisa menjadi jembatan penghubung yang menyenangkan untuk mengantarkan generasi milenial menjadi SDM yang produktif.
“Insentif ini pastinya akan menuai kritik kaum neolib yang lebih suka memberi insentif pada korporasi dan pemilik modal. Mereka akan sangat sinikal, mencari-cari alasan untuk menolak kartu Prakerja,” tutupnya. ( ANFPP).