Catatan Siang

JAKARTA SBSINews – Menteri Kesehatan membuka wacana Pemerintah mensubsidi iuran klas 3 Mandiri sehingga Pasal 34 Pepres No. 75/2019 yang menetapkan iuran klas 3 mandiri (PBPU) menjadi Rp. 42.000 bisa dilaksanakan di 1 Januari 2020.

Bila rencana tersebut disetujui maka APBN akan menggelontorkan dana tambahan dana sebesar Rp. 4.1 Triliun dgn perhitungan 20.9 juta orang (jumlah peserta klas 3 PBPU per 31/8/2019) x 16.500 ( = Rp. 42 ribu – Rp. 25.500) x 12 bulan.

Menurut saya rencana tersebut kurang tepat. Mengacu pada UU SJSN Pemerintah membayar iuran untuk rakyat miskin, sementara untuk yang mampu maka orang tersebut harus mengiur.

Klas 3 PBPU memang diisi oleh orang miskin dan orang yang mampu. Orang miskin penghuni klas 3 adalah kelompok orang yang harusnya dapat PBI tetapi orang tersebut tidak bisa masuk PBI karena ada keterbatasan kuota PBI.

Nah kalau mau bantu orang miskin di PBPU maka, pertama; lakukan cleansing data PBI APBN dengan sesegera mungkin dan secara obyektif sehingga benar – benar orang miskin lah yang bisa menghuni PBI. Dengan cleansing data yang baik maka orang miskin di PBPU akan menjadi peserta PBI.

Yang kedua; dengan keterbatasan PBI APBN maka lakukan juga cleansing data PBI APBD yang jumlahnya sekitar 37 jutaan sehingga yangg masuk PBI APBD benar – benar orang miskin. Ada beberapa daerah seperti DKI Jakarta yg “mengobral” KJS (Kartu Jakarta Sehat) nya utk orang mampu, yang seharusnya KJS diperuntukan untuk orang miskin. Di satu sisi alokasi PBI APBN diberikan untuk 1.2 juta warga DKI Jakarta yg miskin, di sisi lain KJS (PBI APBD DKI) membiayai orang DKI yang mampu. Dengan jatah 1.2 juta orang miskin DKI yang dibiayai APBN maka orang miskin dari propinsi lain terhambat masuk PBI APBN karena kuotanya hanya 96.8 juta. Harusnya 1.2 juta PBI APBN tsb dicabut dari warga DKI yg miskin dan jatah 1.2 juta orang tsb diserahkan ke KJS saja sehingga jatah 1.2 juta tersebut bisa dialokasikan untuk propinsi lain yang benar2 membutuhkan.

Dengan 1.2 juta yang diserahkan ke APBD DKI maka KJS harus dicleansing juga untuk memasukkan 1.2 juta tersebut menggantikan orang – orang mampu yang saat ini dapat KJS. Bila APBD DKI mampu membiayai 1.2 juta orang yang keluar dari PBI APBN dan mampu juga menjamin orang – orang mampu di KJS, ya silahkan saja dilanjutkan tanpa adanya cleansing data KJS.

Ketiga; Pemerintah pusat bisa menambah kuota PBI APBN dan Pemerintah daerah tambah kuota PBI APBD masing – masing daerah sehingga orang miskin yang belum masuk di PBI bisa ditampung di dua pos tersebut lebih banyak lagi, khususnya orang miskin di kelas 3 mandiri.

Bila hal ini dilakukan dengan baik maka klas mandiri yaitu klas 1, 2 dan 3 benar benar akan dihuni orang mampu yang membayar iuran sendiri, tanpa perlu harus disubsidi Pemerintah lagi.

Saya berharap Pemerintah mau meninjau kembali pasal 34 perpres 75/2019 ttg kenaikan iuran klas mandiri. Lakukan kenaikan yang wajar, tdk sebesar yang ada di pasal 34 tsb. Lakukan kenaikan mirip mirip seperti kenaikan di 2016 lalu (Perpres 19/2016) dimana klas 1 naik Rp. 17 ribu, klas 2 naik Rp. 9 ribu. Untuk klas 3 naikkan saja 2 – 3 ribu hingga cleansing data tuntas.

Saya berharap Komisi IX pun memperjuangkan peserta klas 1 dan 2 agar kenaikannya tidak tinggi seperti yang diamanatkan pasal 34.

Saya menilai bila Pemerintah mensubsidi PBPU klas 3 maka itu berpotensi sebagai tindakan inefisiensi APBN, karena APBN memang digunakan untuk membiayai iuran orang miskin seperti diamantkan UU SJSN. Dan tentunya dengan subsidi ini maka beban APBN akan terus bertambah bila kelompok klas 1 dan 2 peserta mandiri berpindah ke klas 3.

Lebih baik dana subsidi yang diwacanakan Pak Menkes tersebut dialokasikan sebagai dana cadangan untuk mengantisipasi defisit JKN di 2020. (SM)

Pinang Ranti, 9 Nopember 2019

Tabik

Timboel Siregar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here