Oleh: Rudi S Kamri
SBSINews – Saya tidak mampu membayangkan bagaimana perasaan seorang Ade Munawaroh Yasin Bupati Bogor periode 2018 – 2023 saat TERPAKSA secara protokoler datang di acara Natal Nasional 2019 yang berlangsung di Sentul International Convention Center (SICC) Kab. Bogor pada Jum’at (27/12/2019).
Beberapa hari sebelumnya dia harus mengeluarkan surat edaran himbauan bagi warga Kadruniyah di Bogor untuk tidak meniup terompet dan merayakan tahun baru 2020 yang mungkin dianggap berbau Kristen (Padahal saya haqul yaqin warga kabupaten Bogor tidak semua kaum Kadruniyah). Tapi di sisi lain dia harus menghadiri perayaan Natal Nasional mendampingi Presiden karena dirayakan di wilayah Kabupaten Bogor.
Mari kita bayangkan seorang kadrunwati yang sepanjang acara terpaksa harus mendengarkan musik dan narasi Natal yang penuh sukacita. Hatinya gundah, harga dirinya remuk redam, mau nekuk muka tidak ada nyali. Akhirnya yang dilakukan hanyalah tatapan kosong tanpa roh kemanusiaan. Jiwasrayanya eh jiwanya merapuh tak tersentuh, hilang terbang menatap kerlap-kerlip lampu Natal yang memenuhi gedung SICC.
Berdasarkan kitab suci Al-Kadruniyah yang membahas tentang munafikuniyah al kadruniyah, dibahas secara detail bagaimana harus bersikap menjadi seorang munafik yang konsisten. Korupsi dan pelacuran terselubung dalam fenomena kawin kontrak di daerahnya dibiarkan merajalela tapi urusan terompet dan tahun baru dipersoalkan.
Perlu pemirsah ketahui, Bupati Ade Munawaroh Yasin yang selalu berhijab rapi jali ini adalah termasuk dinasti Yasin dan merupakan adik kandung Rachmat Yasin mantan Bupati Bogor yang dicokok KPK karena kasus korupsi. Rachmat Yasin dihukum 5,5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Pada tahun 2018 dengan menggunakan kendaraan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), keperkasaan dinasti Yasin kembali berhasil berkuasa di Bogor dengan menempatkan adik kandung Rachmat Yasin yaitu si Munawaroh menjadi Bupati Bogor meneruskan tongkat estafet dinasti Yasin di Kabupaten Bogor.
Bagaimana warga Kabupaten Bogor begitu permisif terhadap dinasti yang telah terbukti koruptif ? Hal ini belum tuntas saya baca di kitab suci Al-Kadruniyah. Yang jelas, melihat dan mengamati pola pemikiran warga Bogor yang begitu permisif terhadap kejahatan maling uang rakyat ini, akhirnya saya mengerti dan sangat mafhum mengapa Jokowi tidak bisa menang di Kabupaten Bogor dalam Pilpres 2019 lalu.
Fenomena Kepala Daerah di Indonesia yang terpapar virus Al-Kadruniyah ini banyak terjadi di negeri. Hal ini yang menyebabkan upaya Presiden Jokowi dalam memberantas kaum manipulator agama yang sering disebut kaum radikalis pro khilafah ini seperti membentur dinding baja. Biang keladi dari semua silang sengkarut ini adalah diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Kabupaten/Kota. Dimana Bupati dan Walikota merasa menjadi raja/ratu kecil dan bisa seenak sendiri membuat aturan dan kebijakan.
Tapi saya percaya khittah negeri ini adalah negeri Pancasila dengan Kredo nasional Bhinneka Tunggal Ika. Founding Fathers negara kita sudah merancang desain negara ini dengan cermat sehingga Indonesia selamanya akan menjadi rumah keberagaman yang indah dan damai bagi warganya dengan berbagai warna merona. Apabila saat ini disana-sini ada dinamika yang ditimbulkan oleh kelompok intoleran yang punya agenda untuk mendirikan negara yang berbasis syariah, bagi saya hanya riak kecil yang akan tersapu oleh waktu dan keteguhan kita untuk selalu konsisten bersikap menolak kehadiran mereka secara tegas.
Jadi biarkan saja Bupati Bogor membuat himbauan menolak terompet di tahun baru 2020. Memangnya dia tidak suka mainan terompet juga di rumah ? Hmm……..
Salam SATU Indonesia28122019