SBSINews – Mencermati situasi nasional yang terjadi, Forum Dekan Ilmu-Ilmu Sosial PTN se – Indonesia menyampaikan beberapa poin pemikiran untuk diperhatikan secara serius oleh Pemerintah dan Parlemen.
Kami juga menyatakan kesiapan menjadi mitra strategis Pemerintah dan Parlemen dalam memberikan masukan solutif berbagai persoalan bangsa.
I. Penguatan Eksistensi KPK dan Pemberantasan Korupsi
Secara garis besar, korupsi adalah “symptom” yang mengancam prinsip-prinsip demokrasi Indonesia yang menjunjung transparansi, akuntabilitas, integritas, keamanan dan stabilitas bangsa. Jika upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi diperlemah, maka hal ini tentunya bisa berdampak pada ancaman terhadap eksistensi sebuah negara.
Oleh karena itu, langkah penguatan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi ini harus didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia dan diperkuat melalui berbagai macam instrumen regulasi, sehingga ke depan praktik korupsi ini menjadi semakin berkurang. Untuk itu maka:
1. Presiden sebagai kepala negara hendaknya memposisikan diri di atas kelompok-kelompok yang bertingkai sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat untuk menyelamatkan kelangsungan negara.
2. Presiden sebagai kepala pemerintahan hendaknya memposisikan diri sebagai aktor utama dalam mencegah upaya pelemahan pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, diperlukan komitmen kuat dari Presiden untuk melakukan langkah taktis demi menyelamatkan upaya pemberantasan korupsi dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Hal ini menjadi pertaruhan politis presiden di tengah kepentingan politik yang menyandera dan tuntutan/kepentingan publik.
3. Presiden hendaknya merespon dukungan kuat dari masyarakat luas untuk memperkuat eksistensi lembaga KPK. Dukungan ini dapat dilihat dari banyaknya artikulasi dan tuntutan mahasiswa, protes masyarakat, serta pernyataan sikap para akademisi atas ketidaksepakatan revisi UU KPK.
4. Dukungan kelompok masyarakat sipil kepada Presiden hendaknya menjadi salah satu kekuatan untuk mendorong segera dibuatnya langkah hukum yang tepat dan konstitusional.
5. Menghimbau kepada DPR untuk menguatkan KPK dengan melakukan revisi Undang-undangnya dengan prinsip yang terbuka, akuntabel dan berkeadilan selaras dengan kehendak mayoritas rakyat.
II. Legislasi dan Moralitas Parlemen
Moralitas parlemen terjadi karena praktik perpolitikan nasional yang dapat mengancam tumbuhnya demokrasi yang substansif. Ini dapat dilihat dari masih maraknya praktik politik uang dan korupsi. Proses pembuatan undang-undang yang diindikasikan berlangsung instan dan kurang memperhatikan aspirasi masyarakat banyak telah menimbulkan gejolak dalam masyarakat. Untuk itu maka:
1. Parlemen diharapkan memberikan teladan dalam menginternalisasikan nilai-nilai kebangsaaan dan dalam pengambilan keputusannya dengan mengacu pada empat konsensus nasional (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI).
2. Proses legislasi harus dilakukan secara terencana, akuntabel dan melibatkan banyak pihak yang akan terdampak dari penetapan suatu undang-undang.
3. Partai politik harus didorong untuk secara bertahap meninggalkan sikap oligarki dan dibantu untuk berkembang menjadi partai yang modern. Kemudian partai harus bertranformasi menjadi pilar utama demokrasi dan bukan sebaliknya menjadi bagian dari predator ekonomi politik.
4. Parlemen secara kelembagaan harus berposisi sebagai trustee yang meneguhi prinsip moralitas publik. Untuk itu peran komisi di parlemen yang berorientasi mengidentifikasi masalah dan menawarkan solusi klinis harus lebih diutamakan ketimbang peran fraksi.
5. Sistem pemilu yang disinyalir menjadi sumber masalah terjadinya korupsi dengan berbagai variannya harus dievaluasi secara jernih sesuai dengan landasan moral bangsa. (Bersambung/Hillary)