Menanggapi pertanyaan media mengenai pernyataan Presiden yang meminta Menko Polhukam melakukan reformasi hukum di bidang peradilan pasca OTT yang melibatkan hakim agung, begini penjelasan saya:
Ya, Presiden sangat prihatin dgn peristiwa OTT oleh KPK yg melibatkan hakim agung Sudrajat Dimyati. Pemerintah sudah berusaha menerobos berbagai blokade di lingkungan pemerintah utk memberantas mafia hukum, tapi sering gembos di pengadilan. Pemerintah sdh bertindak tegas, termasuk mengamputasi bagian tubuhnya sendiri seperti menindak pelaku kasus korupsi Asuransi Jiwasraya, Asabri, Garuda, Satelit Kemhan, Kementerian, dan lain-lain.
Kejaksaan Agung sdh bekerja keras dan berhasil menunjukkan kinerja positifnya. KPK juga berkinerja lumayan. Tetapi kerap kali usaha-usaha yg bagus itu gembos di MA. Ada koruptor yg dibebaskan, ada koruptor yg dikorting hukumannya dgn diskon besar. Kami tidak bisa masuk ke MA karena beda kamar, kami eksekutif sdg mereka yudikatif.
Mereka selalu berdalil bahwa hakim itu merdeka dan tak bisa dicampuri. Eh, tiba2 muncul kasus hakim agung Sudrajat Dimyati dgn modus perampasan aset koperasi melalui pemailitan. Ini industri hukum gila-gilaan yang sudah sering sy peringatkan di berbagai kesempatan.
Maka Presiden meminta saya sebagai Menko Polhukam untuk mencari formula reformasi di bidang hukum peradilan, sesuai dgn instrumen konstitusi dan hukum yang tersedia. Presiden kecewa karena usaha pemberantasan korupsi yang cukup berhasil di lingkungan eksekutif, justeru kerap kali gembos di lembaga yudikatif dgn tameng hakim itu merdeka dan independen.
Saya akan segera berkordinasi untuk merumuskan formula reformasi yang memungkinkan secara konstitusi dan tata hukum kita itu. Presiden sangat serius tentang ini.
(ANFPPM)