Editor: Sabinus Moa, SH.
KUBU RAYA SBSINews –
Rapat dengar pendapat lanjutan di Kantor DPRD Kubu Raya Kalimantan Barat pada Selasa (23/06), dituding oleh Mediator sebagai bentuk Pressure dari Dewan Pengurus Cabang Federasi Pertaniain Perkayuan dan Konstruksi Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPC FPPK (K)SBSI) kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi KKR.
Tudingan itu langsung dijawab oleh Ahmad Sudi, SPd., MM. (Ketua Komisi IV DPRD KKR) bahwa sesungguhnya Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi adalah tempat pengaduan buruh/pekerja serta pengayoman bagi tenaga kerja yang mengalami kesulitan di tempat kerjanya. Sebagaimana diatur oleh Undang- Indang Ketenagakerjaan Republik Indonesia, namun sering pengayom ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Hal ini dirasakan oleh 108 orang Buruh Harian Lepas di PT. Rezeki Kencana Kubu Raya. Sejak dirumahkan tahun 2016, 108 BHL ini dijanjikan akan dipekerjakan kembali selambat- lambatnya dua bulan kemudian.
Setelah waktu berlalu panggilan kerja tidak kunjung datang, hal ini sudah menjadi modus pihak perusahan untuk menyingkirkan pekerja BHL dengan tidak mendapatkan hak apapun.
Hal ini sudah pernah dilaporkan ke DRPD Kabupaten Kubu Raya dan diadakan Rapat Dengan Pendapat (RDP) sebanyak tiga kali. RDP kali ini adalah yang keempat di ruang rapat paripurna DPRD Kabupaten Kubu Raya.
Pertemuan kali ini dihadiri oleh Jajaran Komisi IV DPRD Kubu Raya yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi IV, H. Ahmad Sudi, SH.I,. M.Pd., Jajaran Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Kubu Raya yang dipimpin langsung oleh Kadisnaker, Drs. Heri Supriyanto, M.Si. dan didampingi oleh Jajaran UPT Pengawasan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Barat dipimpin langsung oleh Ka UPT Sabarhati Duha, SH., jajaran serikat buruh yaitu DPC FPPK KSBSI KKR didampingi Pengurus Korwil (K)SBSI Propinsi Kalimantan Barat Sujak Arianto, SE. yang sekaligus merangkap Ketua DPC FPPK (K) SBSI Kubu Raya.
Setelah Acara dibuka oleh Ketua Komisi IV, sekaligus menguraikan maksud RDP sebagai lanjutan dari pertemuan ketiga, dimana pada pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh Jajaran Disnaker Kabupaten Kubu Raya dan juga tidak dihadiri oleh pihak PT. Rezeki Kencana, maka pimpinan rapat memberi kesempatan pertama kepada Kadisnaker Kabupaten Kubu Raya.
Jalannya RDP
Menurut Kadisnaker Kubu Raya bahwa semua tindakan yang diambil oleh Mediator sudah sesuai dengan Undang – Undang Ketenagakerjaan. “Secara teknis, Mediator menyampaikan anjuran. Mediator tidak bisa memutuskan, hanya membuat anjuran, dimana anjuran yg sudah diterbitkan tidak dapat dibatalkan. Anjuran itu hanya dapat diterima atau ditolak. Kalau diterima kedua belah pihak, maka selesailah permasalahannya tinggal menindaklanjuti apa – apa yg menjadi kewajiban masing- masing pihak sesuai anjuran. Namun apabila ditolah oleh salah satu atau kedua belah pihak, boleh melanjutkannya ke PHI”, Jelas Kadisnaker.
“Instrumen Pemerintah yang berhak mengadili perkaranya. Mediasi yang pertama dilakukan pada11 Februari 2020 dan telah mengeluarkan anjuran, oleh karena tidak ada yang menyatakan penolakan maka kami beranggapan perkara ini telah selesai,” papar Kadisnaker.
M. Amin, SH., MH (Mediator Disnaker KKR) menjelaskan,” karena kami tidak mendapatkan penolakan baik dari pihak perusahaan maupun pihak serikat buruh hingga saat ini, maka sesungguhnya perkara ini sudah selesai. Dan kalau ternyata pihak Serikat buruh tidak menerima anjuran kami tersebut, bahwa instrumen yang berwenang menanganinya hanyalah PHI”.
Sabarhati Duha, SH. (Kepala UPT Pengawasan Ketenagakerjaan Prov. Kalbar) mengungkapkan,” Mohon maaf, karena tugas pengawasan yang menjadi tugas Kami adakan Pengawasan masalah- masalah normatif. Sementara tugas- tugas mediator yg menerima tugas melakukan mediasi, sesuai UU No. 2 tahun 2004 pasal 15, Mediator harus sudah menyelesaikan mediasinya tidak boleh lebih dari 30 hari. Apabila selama mediasi yg dilakukan tercipta kesepakatan, maka perkara selesai. Namun apabila tidak didapat kesepakatan, maka sesuai pasal 15 UU No. 2 tahun 2004, boleh mengajukannya ke PHI. Kasus ini timbul pada tahun 2016, mediasi hingga anjuran 2020. Mengenai tidak adanya pembuktian apakah sejak mulai bekerja tahun 2012, ada dibuatkan Surat Perjanjian Kerja yg juga ditanda tangani oleh pihak pekerja, kami meminta maaf bahwa itu adalah dokumen rahasia negara, jadi tidak bisa diperlihatkan terkecuali di PHI”.
Sementara Mediator Amin belum mengakhiri pembicaraannya, Nelly Liony, SH., Anggota Komisi IV melakukan interupsi dengan mengatakan bahwa Mediatir M. Amin mengatakan, Surat Perjanjian Kerja yang diminta oleh pekerja adalah dokumen negara dan sifatnya rahasia, apakah dihadapan Dewan ini dokumen yang anda tetapkan sebagai dokumen negara dan bersifat rahasia itu tidak boleh diperlihatkan untuk kami pelajari ?
Dijawab oleh M. Amin, dan menyatakan bahwa kalau Dewan yg meminta boleh. Kemudian Kadisnaker KKR interupsi dan mengatakan bahwa Serikat Buruh melaporkan kasus ini ke DPRD, OMBUDSMAN dan Dinas lain, sesungguhnya Serikat buruh melakukan pressure/menekan kepada Disnaker.
Kemudian interupsi dari Yuslanik, S.Pd.I., (Wk. Ketua DPRD dan Koordinator Komisi IV DPRD KKR) bahwa Kadisnaker menuding serikat buruh melakukan pressure atau intervensi,
Kami sebagai wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat memiliki tugas dan kewajiban untuk mewakili rakyat. DPRD memiliki hak politik untuk membela rakyat. Oleh karena itu, marilah kita selesaikan dengan benar. Keberadaan kami dalam pertemuan ini bukan pressure.
Pembicaraan lebih lanjut oleh Nelly Liony, SH., “Tadi saya emosi mendengar perkataan Kadisnaker yang mengatakan serikat buruh mengintervensi Dewan. Dewan ini sebagai pengawas di daerah. Mengawasi Pemerintah, Pengusaha dan Masalah Buruh. Buruh dirumahkan tanpa mengikuti aturan. Dirumahkan sudah empat tahun, kenapa Pemerintah dalam hal ini Disnaker tidak bisa menyelesaikannya?
Masyarakat kita dipakai tenaganya, begitu tidak senang diberhentikan tanpa mengikuti aturan.
Kemudian disusul Ahmad Sudi, SH., M.Pd. menimpali bahwa dewan tidak melakukan intervensi, tetapi bahwa kita boleh mencari jalan (solusi) sebagai bapak karena masyarakat ini adalah masyarakat kita. Jadi kita harus mengurus masyarakat kita.
Kemudian oleh Sujak Arianto, SE. bahwa Disnaker menganggap tugas utamanya sebatas mengeluarkan anjuran saja. Sementara PHI tidak pernah memenangkan kami. Kasus ini sudah sejak 2016, dan kami angkat lagi karena 108 orang ini adalah masyarakat yang tinggal di desa yang sama dengan tempat kedudukan perusahaan. Mereka melihat bagaimana buruh dari luar desa direkrut perusahaan untuk mengerjakan pekerjaan yang pernah dikerjakan oleh 108 buruh yang dirumahkan tersebut, maka persoalan ini Kami angkat lagi.
Atas apa yang dispaikan oleh Sujak, perusahaan mengatakan mengatakan bahwa kasus ini sudah kedaluarsa.
Bahwa perusahaan berdalih kami tidak dapat membuktikan bahwa jumlah hari kerja 108 pekerja Ter PHK ini selalu diatas 21 HK/ bulan, itu bohong besar kalau. Tahun 2012 perusahaan mempekerjakan BHL kurang dari 21 HK/bulan. Maka sudah seharusnya 108 orang ini menjadi PKWTT.
Kepada SBSINews Sujak Arianto menyampaikan,” Hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) ini telah membawa nuansa baru bagi perburuhan di Kubu Raya dimana selama ini Disnaker hanya dapat menerbitkan anjuran saja namun anjuran itu sangat merugikan buruh/pekerja. Lewat RDP ini semua terbuka apa soal kinerja Disnaker dan Kami memberikan waktu satu bulan atas kinerja disnaker untuk menyelesaikan permasalahan buruh 108 orang yang dirumahkan tersebut”. (HH)