Pada bagian terakhir tulisan saya ini saya mau mensharingkan bagaimana tahapan Rambu Solo wajib dijalankan seperti yang sering dikatakan oleh Paulus Pasang Kanan semasa hidupnya.
Saya mengikuti dengan khidmat tahapan-tahapan Rambu Solo yang terbilang unik dari sudut pandang saya, selama 7 hari berturut-turut, terlebih pemaknaannya yang begitu dalam. Tentunya ini pengalaman jarang saya temui.
Mulai dari Mangngissi lantang (Pra-Rambu Solo’ atau H-1) di mana pada tahap ini, semua keluarga berduka membangun pondok-pondok mengelilingi tongkonan (rumah adat) tempat orang meninggal disemayamkan sebanyak jumlah garis keturunan yang diwajibkan harus ikut dalam upacara rambo solo’.
Pemandangan kemegahan rumah adat Toraja ini memang membuat saya tak berhenti berdecak kagum.
Uniknya satu hari sebelum dilaksanakan upacara Rambo Solo, pondok-pondok sudah harus diisi dengan perlengkapan pesta berupa sejumlah makanan, minuman, kue bahkan semua kebutuhan yang berhubungan dengan upacara Rambo Solo’ untuk melayani semua tamu yang akan mengikuti acara tersebut.
Tahapan berikutnya adalah Ma’karudusan/Pemotongan Kerbau. Pada tahap ini, setiap rombongan yang memasuki area upacara Rambu Solo’ membawa sumbangan atas nama keluarga.
Dengan disebutkan namanya dan dipandu oleh pemandu acara (MC) dengan menggunakan bahasa Toraja dengan aksentuasi sastra kuno atau bahasa Toraja tua, untuk menjelaskan sumbangan yang akan diserahkan kepada keluarga yang berduka.
Biasanya, besar kecilnya sumbangan setiap rombongan yang datang, disampaikan dengan bahasa kiasan yang sudah dimengerti oleh semua orang yang menghadiri upacara Rambo Solo’.
Acara Pembukaan upacara Rambo Solo’ ditandai dengan pemotongan kerbau atau babi dan dibagikan kepada keluarga-keluarga yang sudah terdaftar pada pemandu acara, baik yang hadir maupun yang tidak hadir karena merantau ke luar daerah atau berdomisili jauh dari Sangalla tempat dilaksanakan upacara Rambu Solo’.
Upacara Rambu Solo’ didahului dengan ritus-ritus yang sudah diwajibkan dan dibawakan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan sesuai dengan strata sosial di Sangalla.
Melihat kerbau-kerbau besar bergelimpangan berlumuran darah di lokasi acara membuat sejenak bulu kuduk berdiri. Tapi, di situ letak magisnya di mana dikatakan salah satu kerbau itu akan menjadi kendaraan bagi orang yang meninggal menuju surganya (puya)
Akhirnya saya tiba di Tahap akhir upacara Rambu Solo ini, yakni tahap Meaa/ Menghantar orang meninggal ke kuburan Jenazah dihantar ke kuburan dengan cara dipikul sambil ”MA’BADONG” (bating).
Ma’badong adalah ekspresi seseorang melalui syair-syair yang dilagukan secara khusus pada upacara Rambu Solo’ dengan ritme-ritme khas sebagai tanda pelampiasan ikut bersedih atau ikut berduka telah kehilangan salah satu keluarga yang sangat dicintai.
Pada pagi hari sebelum jenazah dihantar ke kuburan, seekor babi dipotong sebagai syarat untuk membuka pintu kubur. Daging babi yang sudah dimasak, dimakan tanpa nasi dan harus dihabiskan di tempat itu. Pemali untuk dibawa pulang ke rumah.
Lagi-lagi betapa takjub tak henti ketika saya melihat rumah besar dan bagus di tengah hutan sebagai rumah peristirahatan terakhir dari Paulus Pasang Kanan. Tidak pernah saya jumpai sebelumnya penghormatan yang setinggi ini terhadap orang tua yang berjasa atas kehidupan anak cucunya dan masyarakatnya.
Setelah jenazah dikuburkan tanggal 17 Juli 2021, barulah acara Rambu Solo’ dinyatakan selesai. Prosesi yang melelahkan tapi melegakan.
Bagi saya ini bukan sekedar penguburan orang biasa. Semasa hidupnya Paulus Pasang Kanan sudah mendedikasikan hidupnya bagi kelestarian adat tanah leluhurnya. Rambu Solo ini menjadi kenangan abadi akan kehadiran Paulus Pasang kanan di Tana Toraja. Bagi saya sendiri ini adalah sekelumit perjalanan spiritual yang luar biasa.
Semoga akan tetap menjadi tradisi budaya yang turun temurun sekalipun arus perubahan jaman ini begitu kuat.
Paulus Laratmase, akhir Juli 2021
.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here