Oleh Prof. Muchtar Pakpahan. GB Uta45 dan Ketua Umum DPP (K)SBSI.
Saya tetap berpendapat bawa yang tepat mengatasi covid-19 adalah menerapkan Karantina Wilayah bukan PSBB. Terbukti angka korban terus meningkat.
Tulisan ini sekalian tanggapan saya terhadap pendapat seseorang di wag sebelah. Pendapatnya berikut ini.
TANGGAPAN ATAS VIDEO YG BEREDAR TUTUP NYA RUKO2 DI SEPANJANG JALAN JOHOR-MALAYSIA
Ekonomi Johor ini sangat tergantung Singapura dimana dengan lockdownnya Singapura dan Malaysia membuat ekonomi Johor babak belur. Ekonomi Singapura babak belur tapi karena duit mereka kuat tidak berseri masih bisa bertahan. Sungapura sudah keluar uang Sing $ 80 milyar atau hampir Rp 900 trilyun hanya untuk menopang 5 juta penduduk Sungapura.
*Kita harus berterimakasih kepada Bapak Presiden Jokowi yang tidak melakukan lockdown total. Dapat dibayangkan kalau Indonesia lockdown maka ekonomi akan hancur.
* Ekonomi Indonesia bisa selamat berkat ketajaman Bapak Jokowi untuk tidak lockdown. Meskipun ada penurunan ekonomi itu adalah wajar.
Dan satu hal yang kita rasakan selama Covid ini adalah bahwa Rakyat Indonesia Percaya dengan Bapak Presiden Jokowi sehingga Rakyat tenang karena Rakyat yakin bahwa Pak Jokowi adalah nahkoda yang handal yang dapat di Percaya untuk membawa Rakyat Indonesia menjadi Makmur.
Sekarang saya lanjutkan menanggapinya. Sekiranya lockdown atau Karantina Wilayah di awal April diterapkan seperti Vietnam bukan PSBB, Keadaan kalau seperti Vitenam kita hanya kena korban virus maksimum 1500 (3 x penduduk Vitnam 97jt). Biaya yang habis 260tr Rp. 1 jt perpenduduk selama satu bulan. Tetapi karena dgn menerspkan PSBB, pertanggal 23 Oktober korban covid 19 berjumlah 381.910, meninggal 13.077 dan biaya yang habis sudah 660trilliun per ahir september. Jokowi lebih mengutamakan ekonomi dan omnibus law dari pada kesehatan dan kesejahteraan Rakyat.
Menurut saya adalah kebijakan yang keliru menerapkan PSBB bukan Karantina Wilayah, kebijakan ambisi menggoalkan omnibus law dari pada fokus menyelamatkan kesehatan rakyat.