Timboel Siregar

KETENTUAN tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) sudah dengan jelas diatur di dalam Pasal 42 sampai 49 UU No. 13 tahun 2003 yang regulasi operasionalnya diatur di Perpres no.72 tahun 2014, dan diturunkan lagi di Permenaker no.16 tahun 2015 yang dalam waktu singkat direvisi lagi dengan Permenaker no. 35 tahun 2015.

Ketentuan-ketentuan tersebut dengan revisinya kalau diamati merupakan proses mempermudah pelaksanaan perijinan TKA. Regulasi-regulasi tersebut sudah sangat jelas mengatur waktu pengurusan ijin TKA. Dan juga Kemenaker sudah membuat perijinan TKA satu atap yang memang lebih mempermudah proses ijin TKA.

Nah, kalau saat ini ada rencana untuk mempermudah lagi proses perijinan TKA, seharusnya pemerintah mengevaluasi proses perijinan mana yang mengakibatkan proses tersebut jadi berbelit-belit. Apakah yang sulit itu di tataran regulasi atau di tataran implementasi?

Saya khawatir proses diregulasi sudah baik tetapi ditingkat implementasi masih terganggu oleh oknum-oknum sehingga proses perijinan menjadi sulit. Saya menilai regulasi yang ada sudah mempermudah proses ijin TKA tetapi memang masih ada oknum-oknum yg mempersulit proses perijinan.

Oleh karenanya, oknum ini saja yang diperbaiki. Kalau pun pemerintah akan tetap mau membuat regulasi sehingga proses ijin TKA dipermudah maka saya menilai proses perijinan bagi TKA tersebut bertentangan dengan Pasal 42 sampai 49 UUK.

Pemerintah harus juga memperhatikan tingkat pengangguran yang masih tinggi di negara kita. Kalau TKA terus dipermudah sehingga peluang kerja diambil TKA maka pekerja kita akan kesulitan mendapatkan pekerjaan. Pada akhirnya pemerintah akan gagal menurunkan tingkat pengangguran. Pengangguran yang tinggi akan menyebabkan tingkat kemiskinan meningkat.

BACA JUGA: http://sbsinews.id/sri-mulyani-struktur-gaji-yang-baru-akan-meningkatkan-kesejahteraan-pns/

Saya kira kalau rekomendasi TKA dihilangkan maka bisa saja TKA itu dipekerjakan bukan oleh sebuah perusahaan yang berbadan hukum. Padahal menurut UUK, TKA itu dipekerjakan atas rekomendasi badan usaha dan tidak boleh dipekerjakan secara perorangan.

Ijin pekerja asing itu sebaiknya tetap 1 tahunan supaya bisa dikontrol jenis pekerjaan yang dilakukannya. Bahwa sesuai UUK, TKA itu bekerja untuk pekerjaan yg bersifat ahli. RPTKA dan IMTA itu tetap harus terpisah.

Kalau RPTKA adalah rencana penggunaan TKA yang harus diteliti dulu apakah rencana penggunaan TKA tersebut sudah sesuai kriteria UUK yaitu untuk yang bersifat ahli atau bukan?

Nah kalau sudah RPTKA diteliti dan sudah bagus barulah keluar IMTA. Jangan sampai IMTA keluar tanpa adanya penilaian tentang RPTKA tersebut. Saya kira mengurus RPTKA dan IMTA saat ini sudah mudah. Bahwa kewajiban memiliki IMTA itu perintah UUK. Jadi kalau direksi atau komisaris tidak menganyongi IMTA maka itu sudah melanggar UUK.

Ya UUK mewajibkan proses ijin dulu baru boleh bekerja. Kalau bekerja dulu baru ada ijin yaitu IMTA maka ini sudah tidak sesuai UUK.

Saya kira rangkap jabatan bagi TKA akan berpotensi menjadi bermasalah karena kehadiran TKA sebenarnya adalah untuk alih teknologi sesuai amanat UUK.

Jadi menurut saya rencana pemerintah mempermudah ijin TKA akan berpotensi melanggar pasal 42 sampai pasal 49 UUK. Kalau pengguna TKA itu wajib berbadan hukum. Kalau tidak ada rekomendasi maka TKA bisa bekerja secara perseorangan. Ini yg tidak dibolehkan UUK.

Bunyi Pasal 42 ayat 4 UUK (UU no. 13 tahun 2003) Tenaga Kerja Asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Isi pasal ini berarti bahwa harus ada badan usaha yang merekomendasikan TKA. Jadi kalau tidak ada rekomendasi badan usaha yang mempekerjakan maka TKA bisa dipekerjakan oleh perseorangan.

Ini bunyi pasal 42 ayat 2 UUK Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing.

Catatan Malam Timboel Siregar (Koordinator advokasi BPJS Watch)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here