Jakarta, SBSINews – Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Prof. MuchtarPakpahan menyebutkan bahwa saat ini jurang ketidakadilan sosial di Indonesia semakin menganga.
Hal itu dikatakannya saat hadir sebagai nara sumber dalam Talk Show akhir pekan terhangat dengan tema May Day, Tenaga kerja Asing (TKA) dan Investasi di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (28/4/2018).
“Negara ini harus sadar, semakin lemah serikat buruh, maka semakin gawat hubungan industrial dan pasti ekonomi semakin melemah,” katanya.
Faktanya saat ini, buruh Indonesia tetap tertinggal sementara penguasaha semakin bertambah usahanya.
“Untuk diketahui, berdasarkan data Komnas Ham per Januari 2017 menyebutkan, tahun 2014 Sinarmas memiliki 2 juta hektar tanah namun sekarang Sinarmas sudah memiliki 5 juta hektar tanah, apa yang terjadi? Data itu berbanding terbalik dengan melaratnya 9 juta petani Indonesia yang tak memiliki tanah,” katanya lagi.
Hal ini membuktikan bahwa pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar(UUD) tidak berjalan padahal jelas disebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan hidup layak bagi kemanusiaan.
“Dua persoalan yang muncul, sejak Hanif Dhakiri menjadi menteri jumlah buruh atau pengangguran meningkat dari 7 juta penganggur menjadi 7,3 juta, itu artinya Praturan Pemerintah no 78 dan teks amnesti yang digulirkan untuk meningkatkan prekonomian gagal total karena tidak dinikmati rakyat, konsep pertumbuhanprekonomian saat ini sama dengan orde baru ” kata pria yang juga Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Kristen Indonesia (UKI) tersebut.
BACA JUGA: http://sbsinews.id/timboel-siregar-ini-alasan-perpres-nomor-20-tahun-2018-cacat-formil-dan-materil/
Lebih lanjut dikatakannya, persetan pertumbuhan ekonomi kalau ada di negara ini masih ada penganggurannya, lebih baik tidak ada pertumbuhan perekonomian asal juga tidak ada pengangguran.
“Kami di serikat buruh lebih lebih konsen pada mengurangi masalah pengangguran dari pada memikirkan pertumbuhan perekonomian karena itu bukan sebuah ukuran kesejahteraan,” ucapnya.
Terkait dampak yang dicapai dengan keberadaan PP 78, pria yang akrab disapa MP itu dengan tegas mengatakan Nothing.
“Dari segi investasipun tidak ada berdampak, meskipun akhir-akhir ini ada lapangan pekerjaan berbasis Online itu jelas bukan dari PP 78. fakta-fakta ini mebuktikan bahwa keberadaan Hanif Dhakiri sebagai menteri Ketenagakerjaan menambah beban presiden karena tidak mengerti dengan Hubungan Industrian dan tidak berpengalaman,” paparnya.(syaiful)