Logo SBSI. (doc)

Rabu, 20 Oktober 2021 Jam 10:00 WIB,

Sujak Arianto dan Jasmen Pasaribu (Ketua dan Sekretaris Korwil (K)SBSI Provinsi Kalimantan Barat), mengendarai Mobil INNOVA milik Sujak Arianto, berangkat dari Pontianak menuju Tayan, Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat yang berjarak sekitar 125 Km.

Perjalanan itu dapat ditempuh dalam waktu 2 jam.
Setelah tiba di Tayan tepatnya di Desa Beginjan, suatu Desa kecil dimana berdiri dengan kokoh Bangunan Pabrik Pengolahan Minyak Kelapa Sawit (PMKS) milik PT. Surya Borneo Indah (PT. SBI).

Ketua dan Sekretaris Korwil disambut oleh Ketua dan Wakil Ketua DPC (K)SBSI Kab Sanggau, Anugrah dan Muhammad Hori.

Pertemuan dilaksanakan di rumah salah seorang anggota SBSI, Suwanda.

Dalam pertemuan itu, Sekretaris Korwil, Jasmen Pasaribu, menggali dan sekaligus menuliskan KRONOLOGI MASALAH BURUH DI PMKS PT. SBI DESA BEGINJAN, KEC. TAYAN HILIR, berikut ini:
Pabrik Pengolahan Minyak Kelapa Sawit, PT SBI sudah berdiri sejak tahun 2003, dibawah kepemilikan Warga Negara Pakistan dan merupakan Badan Usaha PMDN.

Tidak diketahui oleh para buruh yang bekerja di perusahaan itu kapan terjadi Peralihan Kepemilikannya, karena tidak ada pergantian Management, Tetapi sejak tahun 2017 dan tidak ada yang mengingat bulan berapa, terjadi penghentian operasional Pabrik dan semua buruh diistrahatkan terkecuali Satuan Pengamanan (Satpam) dengan status : Gaji pokok berjalan dan Tunjangan Hari Raya (THR), tetap akan dibayarkan.

Tidak jelas alasannya apa dan kapan peralihan kepemilikan pabrik dari Warga Negara Pakistan. Para buruh tidak pernah mendapatkan penjelasan mengenai masalah yang besar ini.

Selama tahun 2017, Status Istrahat dan Gaji pokok serta THR itu tidak dilaksanakan perusahaan dengan baik, hingga bulan Juli 2018 (gaji ditunggak oleh management)
Pada awal Agustus 2018, Management menerbitkan surat pemberitahuan, bahwa: Seluruh buruh PT. SBI, dirobah statusnya menjadi Status dirumahkan dengan janji, akan diberikan gaji sebesar 50%.

Diterbitkannya surat ini murni keputusan sepihak oleh perusahaan, dan para buruh menolak terbitnya surat tersebut.

Demikianlah masalah ini terus berjalan, Status buruh dan penunggakan terhadap gaji yang pernah dijanjikan itu berjalan, walaupun diwarnai oleh protes dan penagihan gaji oleh para buruh.

Dan bilamana ada protes dari buruh, management melakukan pembayaran gaji secara acak dengan jumlah yang tidak beraturan.

Bukti pemnerimanaan inipun tidak disertai dengan bukti bayar (Slip gaji), dengan alas an computer rusak (tidak dapat melakukan pencetakan) Dan buruh yang sudah lama tidak mendapatkan gaji ini menerima walaupun dengan hati yang gundah.

Satu hal yang unik, seberapa sedikitpun gaji yang dibayarkan oleh perusahaan, selalu dilakukan pemotongan iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, oleh pihak management.

Pada bulan September 2021, Pabrik PMKS dioperasikan Kembali. Beritanya: Telah terjadi kerja sama operasional (KSO) pabrik antara PT. SBI dengan PT. Maulana Karya Persada (PT. MKP).

Pengoperasian Pabrik ini tidak menampung semua pekerja yang sebelumnya adalah pekerja.

Ada 43 orang buruh yang tidak diberdayakan lagi oleh Pabrik. Dan penyelesaian hak-hak merekapun tidak segera diselesaikan olah managemanet.

Dari keterangan para rekan pengurus DPC dan buruh yang tidak diberdayakan ini, Ketua dan Sekretaris Korwil menemukan keruwetan masalah yang serius dan besar.

Selesai mengadakan pertemuan antara Korwil, DPC dan sebahagian buruh yang tidak diberdayakan itu, rombongan yanag agak besar ini berjalan menuju Pabrik PMKS yang berjarak sekitar 1 Km dari perkampungan dengan menggunakan mobil ketua Korwil dan sepeda motor para buruh.
Di Kantor Pabrik, rombongan diterima oleh Kepala Personalia, H. Abdullah Hadi dan beberapa staf.

Pertemuan ini tentunya disebut pertemuan Bipartit. Hasil yang diperoleh berupa risalah yang memuat: Tuntutan buruh dan tanggapan dari pengusaha. Disamping itu Ketua Korwil juga meminta data-data masalah dari H. Abdullah Hadi yang bersedia memberikannya.

Diantara data yang diterima terdapat surat kesepakatan bersama, yang seharusnya yang bersepakat adalah buruh-buruh yang tidak diberdayakan lagi dengan pihak management. Tetapi penandatanganan juga dilakukan oleh buruh yang masih dipekerjakan Pabrik. Jadi ada ketidaksamaan nama-nama yang menandatangani surat kesepakatan Bersama dengan data buruh yang tidak diberdayakan lagi.

Juga penghitungan pesangon yang diperhitungkan hanya berdasar pda Upah Minimum Kabupaten tahun 2017, dimana seharusnya mengikuti Standar UMK tahun 2021.

Demikianlah tulisan ini saya akhiri dengan harapan: Para pembaca teristimewa pimpinan di DPP memberikan penerangan dan arahan kepada kami di daerah. Jasmen Pasaribu, Sekretaris Korwil.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here