SBSINews – Polisi menyatakan tak bisa menjerat hukuman pidana bagi pekerja seks komersial (PSK) maupun pengguna jasa prostitusi. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetio mengatakan pihak kepolisian masih menunggu penetapan KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) yang baru.
“Kami masih menunggu KUHP yang baru, saat ini kami tidak bisa menjerat PSK dan pengguna jasa, kami hanya bisa menjerat muncikari,” ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (7/1).
Lebih lanjut, kata Dedi, untuk membuat undang-undang mengenai aturan hukum pidana bagi PSK dan pengguna jasa prostitusi harus melalui kajian-kajian terlebih dahulu dari para ahli hukum dan pakar sosiologi.
“Jadi ini tergantung momentumnya, kalau RUU KUHP yang baru ini segera disahkan, semuanya [muncikari, PSK, dan pengguna jasa PSK] kena,” lanjut Dedi.
Jika mencapai kesepakatan, kata dia, pakar ahli pidana dan sosiologi akan memberikan masukan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk dilakukan kajian-kajian terhadap tiap pasal yang ada di KUHP.
“Nanti Kemenkumham yang melakukan suatu kajian juga secara komperehensif terhadap pasal-pasal yang ada di KUHP,” tutur Dedi.
Tidak ada ketentuan khusus dalam KUHP yang dapat menjerat PSK. Ketentuan KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat germo/muncikari/penyedia PSK. Sedangkan, pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pemakai/pengguna PSK diatur dalam peraturan daerah masing-masing.
Berdasarkan ketentuan Pasal 296 jo. Pasal 506 KUHP:
Pasal 296
Barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.
Pasal 506
Barang siapa sebagai muncikari (souteneur) mengambil keuntungan dari pelacuran perempuan, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.
Dedi menambahkan, walaupun pekerja seks komersial (PSK) dan pengguna jasanya tak bisa dijerat hukum pidana, bukan berarti pidana hukum positif selesai. Menurut dia, sanksi sosial akan terus berlanjut karena kasus ini merupakan bagian dari masalah moralitas.
Pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pemakai/pengguna PSK diatur dalam peraturan daerah masing-masing. Sehingga penanganan kasus prostitusi sangat bergantung dengan lokasi daerah yang menjadi tempat kejadian perkara.
Selain itu, jerat pidana untuk pengguna PSK bisa dikaitkan denga pasal Perzinahan yang diatur dalam Pasal 284 KUHP. Namun penerapan pasal itu jadi perdebatan karena sejumlah pihak menganggap jerat pasal gugur jika hubungan bersetebuh dilakukan atas dasar suka sama suka dan tanpa ada paksaan.
Artis Vanessa Angel ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Timur (Ditreskrimsus Polda Jatim) pada 5 Januari lalu. Vanessa ditangkap dalam dugaan kasus prostitusi online. Ia diringkus polisi pada saat melayani pelanggannya di sebuah hotel di Surabaya.
Tak hanya Vanessa Angel, model dewasa Avriella Shaqqila juga diciduk Ditreskrimsus Polda Jatim. Menurut Ditreskrimsus Polda Jatim, mantan kekasih cucu Presiden Soekarno ini diduga dipatok tarif Rp 80 juta sedangkan AS Rp 25 juta.
Keduanya dibebaskan dan ditetapkan sebagai saksi oleh pihak kepolisian pada Minggu (6/1) dan dikenai wajib lapor selama polisi mendalami kasus prostitusi online ini. Ditreskimsus Polda Jatim juga telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan prostitusi online ini yakni, Endang (ES) dan Tentri (TN).
Keduanya dijerat pasal 27 ayat 1 Jo pasal 45 ayat 1 undang-undang No 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik, dan pasal 296 jo pasal 506 KUHP.
Jejak Kasus Prostitusi Online Artis
Sebelum kasus penangkapan artis Vanessa Angel dan model dewasa Avriella Shaqqila mencuat, pada Mei 2015 silam, muncikari prostitusi online Robbi Abbas (RA) alias Obbie ditangkap polisi di sebuah hotel di Jakarta Selatan.
Diketahui RA telah menjalankan bisnis prostitusi online yang melibatkan para artis pada tahun 2012.
Selain RA, Amel Alvi yang bekerja sebagai disc jockey juga ditangkap pihak kepolisian dan dijadikan saksi. AA disebutkan memiliki tarif Rp 200 juta.
RA pun menyeret dua artis ibu kota yakni Tyas Mirasih Endah dan Sinta Bachir pada sidang pemeriksaan saksi tanggal 26 September 2015 silam. Nama Tyas Mirasih dan Sinta Bachir disebut dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik AA, salah satu ‘anak didik’ RA dalam prostitusi online.
Polisi Akui Tak Ada KUHP yang Bisa Jerat PSK dan PelangganTyas Mirasih. (CNN Indonesia/Jonathan Patrick)
Masih di tahun yang sama, pihak kepolisian juga menangkap dua artis yakni Nikita Mirzani dan Puty Revita. Keduanya menjalani pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal Polri pada 10 Desember 2015 silam sebagai korban dalam kasus prostitusi online.
Nikita dan Puty diringkus polisi sekitar pukul 23.00 WIB di hotel kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat saat hendak menjalankan aktivitas prostitusi di kamar terpisah.
Saat itu, Kepala Subdirektorat Perjudian dan Asusila Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Komisaris Besar Umar Fana pun menjerat dua muncikari yakni F sebagai manajer Nikita Mirzani dan O sebagai pencari pelanggan. Kasus ini merupakan pengembangan kasus sebelumnya yakni penangkapan muncikari prostitusi online artis Robbi Abbas dan disc jockey Amel Alvi.