Gaduh dan ramai Perpres No. 10 Tahun 2021 menjadi gorengan selama 2 hari. Kenapa sekarang menjadi ramai,jawabannya singkat saja karena digoreng sedemikian rupa tanpa menyadari NKRI adalah Negara Pluralisme dimana berbagai suku bangsa serta Agama serta Kepercayaan ada didalamnya. Ada Daerah dimana minuman tuak dan sejenisnya bagian dari budaya bahkan tidak jarang menjadi konsumsi pada ritual keagamaan.

Kita selayaknya acungi jempol buat Bapak Joko Widodo berani mengambil sikap mengatur peredaran miras di daerah mayoritas non muslim. Karena faktanya peredaran miras didaerah yang dimaksud tidak bisa dibendung dan tidak terkendali.

Ini fakta,Karena tidak ada penguasa yang berani masuk ke ranah itu sebab mereka tahu bahwa masuk ke ranah ini bisa jadi objek oposisi untuk menggorengnya dengan dibawa kepada narasi yang negatif. Sedangkan bagi Presiden Joko Widodo tidak ada urusan politik di dalamnya. Toh beliau sudah dua periode.

Sepertinya Bapak Presiden juga tidak menghiraukan elektabilitas parpol yang mengusungnya. Karena jelas sekali dan mudah difahami, bahwa semua orang yang punya kepentingan politik apabila masuk ke dalam ranah peredaran miras sama dengan bunuh diri. Tapi masalah ini harus ada solusinya dan perlu langkah , tidak kaku dan Negara pun tidak boleh Radikal.

Meniadakan sama sekali tentu tidak bisa. Karena itu solusinya lebih baik mengatur terlebih dahulu tanpa meniadakan lewat Peraturan. Tentu yang demikian sejalan dengan Prinsip Dakwah Islam yang di ajarkan Nabi terkait larangan khamar dimana pada awal mulanya tidak langsung dilarang total, akan tetapi diatur terlebih dahulu penggunaannya karena minum khamr adalah tradisi orang arab pada zaman jahiliyyah, mustahil melarang total seketika itu ketika orang orang baru masuk Islam.

Maka sama halnya, tidak bisa diterapkan larangan total khusus di daerah yang mayoritas non muslim teapi mengatur peredarannya lebih baik. Itulah yang dilakukan Presiden Joko Widodo. Namun tentu tidak semua pihak bisa memahami jalan pikiran ini kecuali orang-orang yang pernah menyempatkan diri belajar dari Sejarah.

Namun demikian Presiden harus menerima fakta bahwa sejumlah Tokoh Ormas-ormas Islam memberi masukan kepada Presiden hingga perpres di batalkan. Bahwa saran terkesan tekanan tokoh ormas semakin tak lagi memahami kewenangan kepala negara dan tidak mau menerima alasan apapun dari Pemerintah. Pokoknya cabut dan batalkan Perpres tersebut.

4 (empat) Provinsi dimulai dari Bali, NTT, Sulawesi Utara dan Papua tentu sangat terpukul dengan pembatalan Perpres ini,padahal Perpres ini sangat ditunggu menjadi pokok regulasi yang selanjutnya disusul dengan Peraturan Gubernur. Walaupun hanya pembolehan Investasinya dicabut tetap saja kita membutuhkan regulasi yang mengaturnya.

Penulis :
Andi Naja FP Paraga
Ketua PP FMIG-(K)SBSI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here