SBSINews-Lhokseumawe, Karena suasana dinilai telah menuai salah persepsi terhadap publik dan polemik di media pers.
Kepala Dinas PUPR Kota Lhokseumawe Safaruddin akhirnya bersuara dan mengklarifikasi, terkait kasus berita proyek Tanggul Pantai Cunda-Meuraksa.
Katanya, proyek tadi dikerjakan dalam kondisi terkendala lahan warga yang tak mau dibebaskan. Sekain itu faktor kultur alam atau terjadi perubahan bentuk alam.
Itu sebabnya, Kadis PUPR Kota Lhokseumawe Safaruddin mengaku harus meluruskan dan mengklarifikasi berita soal proyek Tanggul Pantai Cunda-Meuraksa ini, karena mendapat kesulitan dalam pelaksanaannya di lapangan.
Safaruddin juga membantah kalau proyek Tanggul Pantai Cunda itu fiktif dan bermasalah.
Alasannya, kalau fiktif tentu tidak ada hasil pekerjaan. Faktanya di lapangan ada hasil pekerjaan dan tidak mungkin fiktif. Malah hasil pekerjaannya melewati target dan kelebihan pekerjaan.
Safaruddin menjelaskan, saat pelaksanaan, lokasi pekerjaan lanjutan tahun 2019 senilai Rp 6,8 miliar. Kini posisinya menjorok ke laut dan tanahnya menjadi semakin dalam dengan ketinggian air laut.
Tak hanya itu, yang paling berat lagi, pekerjaan tersebut juga terhalang dengan lahan milik warga setempat yang tidak mau dibebaskan pemerintah.
Sehingga rekanan kesulitan karena tidak memiliki jalur masuk, sehingga terpaksa memutar arah dipenghujung bibir pantai, untuk dapat menembus lokasi pekerjaan tahun 2019.
Lalu, untuk membuka jalur dan memudahkan alat berat membawa material ke lokasi proyek 2019, maka secara otomatis harus membangun tanggul baru yang akhirnya menjadi proyek tahun 2020 senilai Rp4,8 miliar.
Alhasil, realisasinya proyek tanggul tahun 2019 kelebihan pekerjaan yang dilaksanakan sampai 177 meter dan proyek tanggul tahun 2020 kelebihan kerja sampai 140 meter.
“Begitulah kondisi riilnya, jadi sebenarnya proyek ini tidak terindikasi korupsi seperti dituding fiktif. Ini hanyalah masalah administrasi saja. Karena terhambat lahan warga dan faktor kultur alam atau perubahan bentuk alam. Maka saya perlu klarifikasi dan meluruskan soal proyek tanggul tidak seburuk yang dibayang,” terangnya.
Tetapi, mengingat kesalahan persepsi itu kini telah menuai kritikan dari berbagai kalangan yang menyorot kendala dan faktor proyek tanggul seakan-akan terindikasi korupsi.
Hal itulah yang mendorong rekanan H. Mukhlis mengembalikan uang proyek tanggul ke negara, tapi bukan karena merasa bersalah.
Perlu ditegaskan, langkah itu dilakukan sebagai bukti bahwa rekanan bersikap kooperatif dan taat hukum serta tidak pernah berniat melakukan kesalahan.
Safaruddin berharap semua pihak tidak termakan informasi miring yang membuat orang salah persepsi hingga menjadi polemik di media dan menimbulkan kesan seakan-akan ada indikasi masalah atau dugaan korupsi.
Penulis : Arfiandi ST. MM