Jakarta, SBSINews – Polemik Peraturan Presiden (Perpres) nomor 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) tak kunjung berhenti menuai pro dan kontra. Sekretaris Jenderal Opsi Timboel Siregar menilai sejak awal menduga Perpres tersebut dibuat dengan terburu-buru.
“Perancangan dan pembuatan Perpres TKA ini sejak awal memang tidak melibatkan para stakeholdernya, ahli dan mungkin juga tanpa melalui kajian akademis,” kata Timboel dalam keterangan tertulisnya kepada SBSINews.id.
Kalau membaca Pasal 25 Perpres no. 20, dengan jelas disebutkan “Setiap Pemberi Kerja TKA wajib menjamin TKA terdaftar dalam Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi TKA yang bekerja lebih dari 6 (enam) bulan atau polis asuransi di perusahaan asuransi yang berbadan hukum Indonesia.
“Membaca Pasal 25 ini saya berfikir, kenapa hanya BPJS Ketenagakerjaan saja yang disebut, ada apa dengan BPJS Kesehatan? Apakah memang para pembuat Perpres ini tidak pernah memikirkan tentang program JKN yang dikelola oleh BPJS Kesehatan,” katanya.
BACA JUGA: http://sbsinews.id/may-day-2018-dpp-sbsi-menuntut-presiden-jokowi-dengarkan-aspirasi-buruh/
Lebih lanjut dikatakannya, bahwa UU SJSN sudh sangat jelas menyatakanbahwa TKA yang bekerja minimal 6 bulan wajib ikut serta dalam program BPJS Kesehatan. Lantas kenapa di Pasal 25 tidak disebut Program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan?
“Kalau dibilang lupa, masa sih seluruh pihak yang membuat Perpres ini lupa sama Program JKN yang sudah di definisikan pemerintah sebagai program strategis nasional?,” Kata Timboel mempertanyakan Perpres tersebut.
Tak sampai disitu saja, Timboel berprasangka, apa memang sengaja tidak disebut karena pemberi kerja tidak mau bayar 4 persen dan TKA nya enggan bayar 1 persen, atau pemerintah berimajinatif bahwa TKA tidak mungkin atau tidak layak datang ke puskesmas atau klinik ketika sakit?
“Apakah memang Pemerintah memandang TKA tidak wajib bergotong royong di Program JKN? Saya menilai Perpres ini mengingkari program JKN. Dimana komitmen Pemerintah untuk memajukan dan mensukseskan Program JKN? Apa artinya UU SJSN kalau harus dipinggirkan secara sadar oleh Pemerintah?,” ungkapnya.
Maka dari itu, apa artinya Inpres no.8 tahun 2017 tentang optimalisasi JKN ketika pemerintah dengan sadar membuat Perpres yang mengingkari Program JKN?
“Saya masih terus berfikir kenapa ya muncul Pasal 25 tanpa mengikutsertakan Program JKN. Semoga Pak Presiden mau berkomitmen dengan jelas terhadap Program JKN,” paparnya.(ist)