Oleh: Prof. Dr. Muchtar B. Pakpahan, SH., MA.
JAKARTA SBSINews – Dasar bagi presiden untuk mengeluarkan Perppu adalah:
Pasal 22 UUD NRI 1945:
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Menurut Saya untuk mengeluarkan Perppu sudah memenuhi syarat yaitu keadaannya sudah genting dan memaksa. Kalau nanti setelah keluarnya Perppu, DPR tidak memberikan persetujuan maka Perppu dapat dicabut atau diperbaiki.
Alasan mengimpeach atau memakzulkan Presiden atau wakil Presiden yaitu diatur dalam Pasal 7A UUD NRI 1945.
Pasal 7A UUD NRI 1945:
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Alasan memakzulkan Presiden dan Wakil presiden adalah: a. terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, b.korupsi, c. penyuapan, d. tindak pidana berat lainnya, e. perbuatan tercela, dan f. terbukti tidak lagi memenuhi syarat.
Presiden tidak dapat dimakzulkan karena mengeluarkan Perppu mencabut revisi UU KPK. Dan sangat disayangkan pernyataan berupa ancaman ini datang dari pimpinan partai pendukung Presiden Joko Widodo.
Cara Memakzulkan presiden diatur dalamPasal 7B UUD NRI 1945. Pasal 7B UUD NRI 1945:
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau WakilPresiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Menurut Saya tidak mudah memakzulkan presiden. Harus menempuh jalan panjang dan berliku-liku, yang di dalamnya tentu akan timbul aksi pro dan kontra.
Mari kita telusuri dimulai dari DPR, yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dan disetujui oleh 2/3. Kalau ada persetujuan minimal 2/3 dari yang hadir minimal 2/3, selanjutnya diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Bila Mahkamah Konstitusi menemui telah memenuhi syarat UUD, dilanjutkan DPR melakukan sidang paripurna lagi lalu dilimpahkan ke MPR. Barulah dibawa ke sidang paripurna MPR yang dihadiri minimal 3/4 dan disetujui minimal 2/3 anggota MPR.
Masih ada tikungan yang dapat membuat gagal. Jumlah anggota MPR: 575 DPR dan 136 DPD total 707 orang. Ada dari DPR fraksi tidak pendukung presiden dan dari DPD berjumlah 178 orang yang tidak hadir, proses pemakzulan menjadi bubar.
Betapa sulit jalan menuju pemakzulan dengan mekanisme konstitusi ditambah dengan alasan pemakzulan karena Presiden mengeluarkan Perppu mencabut RUU Revisi KPK.
Presiden dapat Jatuh dengan disobey rakyat.
Misalnya jika Presiden Jokowi ingkar janji dengan tidak jadi mengeluarkan PERPPU, lalu kemudian menimbulkan distrust terhadap Presiden karena dianggab telah berbohong lalu munculah gerakan disobey minimal dari dua komunitas yakni mahasiswa dan buruh. Istana dikepung oleh 500.000 massa, Kantor Gubernur dikepung minimal 10.000 massa, maka negara akan lumpuh dan presiden jatuh. Menjatuhkan presiden dengan disobey rakyat dapat terjadi dengan tidak menempuh jalan yang berliku – liku.
Tulisan ini dimaksudkan untuk mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu mencabut RUU KPK. Bila tidak dikeluarkan maka dapat menimbulkan adanya distrust yang akan menimbulkan disobey dari rakyat.
Presiden bisa dijatuhkan. Bila dikeluarkan Perppu, lalu ada upaya memakzulkan, Dari simulasi di atas, upaya memakzulkan dengan menggunakan mekanisme konstitusi akan menemui kegagalan. Sekarang terserah kepada Presiden Jokowi. (SM)