Asosiasi Mediator Hubungan Indusrial ( AMHI) bekerjasama dengan Direktorat Jaminan Sosial, Kementerian Ketenagakerjaan melalukan sosialisasi Peratuan Pemerintah (PP) No 37 tahun 2021 tentang Penyelengraan Pogram Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) melalui seminar virtual (webinar),Rabu (3/3/2021). PP 37/2021 merupakan turunan dari UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Menurut panitia Webinar sosialisasi PP 37/2021 itu diikuti lebih dari 1.000 peserta dari seluruh Indonesia dari unsure mediator , serikat pekerja/serikat buruh, pengusaha, BPJamsostekn dan akademisi. Pembicara Sumirah, Koordinator Jaminan Sosial yang mewakili Direktur Jamsos Retno Pratiwi, Dewan Pembina AHMI Payman Simanjutak dan Ketua Umum DPP AMHI Sahat Sinurat.

Pada klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja pemerintah telah mengeluakan 4 PP yaitu PP Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing; PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja; PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan; dan PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan merupakan program baru dalam ekosistem ketenagakerjaan.

Pelaksana program JKP adalah BPJamsostek. Dengan demikian program ini melengkapi 4 program BPJamsostek yang telah ada selama ini yaitu program jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan pensiun.

Sumirah menjelaskan,program ini sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan perlindungan pekerja yang terkena PHK. Selama 5 tahun terakhir, data menunjukan jumlah pekerja ter PHK terus meningkat. Puncaknya pada saat pandemic Covid-19. Saat itu jumlah ter PHK mencapai 366.877 pekerja. Padahal tahun – tahun sebelumnya hanya berkisar 33.609 (2016), 32.246 (2017) dan 27.687 pekerja (2018).

PESERTA DAN MANFAAT JKP

Pada kesempatan itu Sumirah menguraikan berbagai hal prinsip dalam program ini. Tujuan program ini adalah mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja/buruh kehilangan pekerjaan. Prinsip penyelengaraan berdasarkan asuransi sosial dan penyelenggara adalah BPJS Ketenagakerjaan dan pendanaannya adalah iuran pemerintah pusat dan sumber penanaan.

Sedankan manfaat program ini berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja.

Peserta JKP adalah wara negara yang tlah diikutsertakan dalam program jaminan social. Usaha besar dan usaha menengah ,diikutsertakan pada pogram Jaminan Kesehatan Nasioal (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kematian (JKM). Pekerjanya belum berusia 54 tahun dan mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha baik pekerja waktu tertentu ( PKWT/kontrak) maupun pekerja waktu tidak tidak tertentu (pekeerja tetap). Pekerja/buruh yang telah diikusertkan oleh pengusaha dalam proram jaminan social, pekerja/buruh yan baru didafyarkan oleh pengusaha dalam progam jaminan social (pengusaha mendaftarkan).

Terkait dengan itu, Sumirah mengemukakan, BPJS Ketenagakeraan diberi waktu selama 6 bulan untuk melakukan integtasi data dengan kepesertaan BPJS Kesehatan.

Tentang 3 manfaat program JKP, Sumirah menjelaskan, manfaat uang tunai seesar 45 % dri upah untuk 3 (tiga) bulan pertama; dan 25 % dari upah untuk 3 ( tiga ) bulan berikutnya. Semunya selama 6 bulan.

Manfaat akses infomasi pasar kerja berupa layanan infomasi pasar kerja dan/atau bimbingan jabatan. Dilakukan oleh penganar kerja atau petugas antarkerja, melaluin Sisnaker.

Manfaat pelatihan kerja berupa pelatihan berbasis kompetensin dan dilakukan melalui lembaga pelatihan kerja milik pemerintah, swasta atau perusahaan.

Sedangkan iuran pemerintah pusat sebesar 0,22 % dan rekomposisi iuran progam JKK 0,14% dan JKM sebesar 0,10%. Sedangkan dasa perhitungan upah adalah upah yang dilaporkan kepada BPJS batas atas upah sebesar Rp 5 juta.

Penerima manaat JKP adalah mereka yang menglami PHK sesuai dengan UU Cipta Kerja , berkeinginan bekerja kembali dan memiliki masa iur paling sedikit 12 ulan dalam 24 bulan 24 bulan , membayar iuran 6 (enam) bulan berturut – turut sebelum terjadi PHK.

Dikecualikan untuk alasan PHK karena mengundurkan diri, cacat total tetap;pension; atau meninggal dunia.

Hak atas manaat JKP diajukan paling banyak 3 kali selama masa usia kerja. Hak atas manfaat JKP hilang apabila tidak mengajukan permohonan klaim manfaat JKP selama 3 bulan sejak terjadi PHK.Telah mendapatkan pekerjaan dan meninggal dunia.

PENGUSAHA TIDAK DIBEBANI

Menjawab pertanyaan peserta webinar tentang kenapa manfaat uang tunai hanya 70 % bukan 100 % dari upah, Sumirah menjelaskan, kemampuan keungan pemerintah saat ini hanya bisa membaya sejumlah itu dengan batas aas upah sebesar Rp 5 juta. Jadi, pekerja yang berupah di atas jumlah itu, hanya dihitung batas atas Rp 5 juta.

Sedangkan yang mengiur adalah pemerintah dan hasil rekomposisi iuran program JKK dan JKM.

“Dipastikan, pengusaha tidak dibebani lagi dengan tambahan iuran”, tandas Sumirah.

Tentang karyawan kontrak (PKWT) yang tidak diperpanjang, Sumirah menjelaskan, bagi pekerja PKWT yang selesai masa kontaknya, tidak dapat ikut program ini. Karena mereka berhenti bekerja bukan karena PHK ditengah masa kontraknya. Kana sifat ptoram ini adalah asuransi social, maka PKWT yang putus ditengah jalan mendapatkan manfaat progam JKP.

Hal sama berlaku bagi mereka yang mengundurkan diri dari perusahaan. Mereka mundur, tentu telah memiliki alasan misalnya telah diterima di perusahaan lain. Hal ini pun untuk mencegah manipulasi keterangan. Dengan alasan “mundur”,hanya untuk mendapatkan manfaat uang tunai dari JKP.

PERANAN MEDIATOR

Ketua Umum AMHI Sahat Sinurat pada kesempatan itu menekankan peran penting para mediator di dinas – dinas untuk menangani PHK. Para mediator harus dapa memastikan terjadi PHK murni atau status mengundurkan diri. Hal ini terutama pada proses kasus PHKnya masih ditangani di Kemnaker dan putusan PHK dari Pengadilan Hubungan Indutrial belum ada.

Aturan di PP 37/2021 Pasal 20 menyebutkan, PHK untuk klaim JKP harus ada bukti PHK yang disahkan oleh Disnaker. Atau ada putusan PHI.

Sahat Sinurat ,mengemukakan, mediator akanberperan sentral dalam plaksanaan PP 37 tahun 2021 yaitu menangani PHK dan juga akan berkoordinasi dengan petugas pengantar kerja dalam hal akses informasi kerja dan bimbingan jabatan. Berkoordinasi dengan para instruktur dan BLK guna pelatihan peserta JKP.

SUMBER : NAKERONLINE.COM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here