Oleh : Arsula Gultom, SH
Revolusi Industri 4.0 adalah merupakan kelanjutan dari revolusi 1.0, 2.0 dan 3.0 dimana perkembangan yang signifkan di abad ke 18 tahun 1763 dibidang ekonomi terutama produksi pertama mulai ditemukan mesin uap yang merubah cara dan peralatan kerja yang awalnya dikerjakan full oleh tenaga manusia dibantu dengan mesin dikenal revolusi 1.0.
Diabad ke 20 tahun 1882 ditemukan sumber energi baru seperti listrik dari gas dan minyak bumi secara bersamaan ditemukan telegram dan telepon untuk alat komunikasi dikenal revolusi 2.0.
Ditahun 1970 ditandai dengan kemunculan pengontrol logika terprogram pertama (PLC), yakni modem 084-969. Sistem otomatisasi berbasis komputer ini membuat mesin industri tidak lagi dikendalikan manusia dikenal revolusi 3.0.
Saat ini memasuki tahun 2019 adalah penyempurnaan produksi atau industralisasi menurut kapital adalah zaman revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan sistem cyber-physical.
Dunia industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin dan data, semua sudah ada di mana-mana. Istilah ini dikenal dengan nama internet of things (IoT).
Kemajuan yang signifikan dibidang industrialisasi merupakan desain dari kapital untuk penyelamatan krisis atau mempermudah kekayaan dan penguasaan hanya milik segelintir orang karena dampaknya kemasyarakat (buruh, petani, Nelayan dan Kelompok Miskin Kota).
Era Revolusi Industri 4.0 merupakan dominasi alat atau mesin dari manusia yang terkoneksi langsung dengan jaringan internat (IOT), sehingga bukan mempermudah pekerjaan dari buruh, petenai, nelayan dll selain kapital malah mempersulit dengan menghilangkan pekerja diganti dengan robotik.
Padahal dengan manusia bekerja bisa dibedakan dengan binatang, dengan manusia bekerja bisa dikatakan mahluk sosial, khas, identitas, martabat dan manusiawi ini adalah esensinya.
Revolusi industri sebelumnya juga berpengaruh terhadap sipekerja atau buruh sendiri walaupun ia bekerja tapi merasa terasing dari pekerjaannya tidak menemukan kolektivitas, identitas maupun martabatnya yang ditemukan adalah persaingan sesama buruh, individu dan dieksploitasi tenaganya.
Revolusi diabad ke 21 ini bukan hanya keterasingan dalam pekerjaan diraskan oleh buruh tetapi ia kehilangan pekerjaan diakabitkan sistem Cybre-physical (robotik) lebih mendominasi sehinga dengan kapasitasnya standar disainginya.
Sehingga bisa dibilang manusia adalah binatang dan robotik adalah manusia karena kemampuanya melebihi dari manusia itu sendiri.
Dampak yang nyata terjadi diindustri manufaktur buruh akan diphk diganti dengan robotik, industri otomotif seperti diAmerika 1,6 juta pengemudi truk bisa dapat kehilangan pekerjaannya karena diganti dengan sistem Cyber-physical (truk tampa pengumudi) didunia pendidikan, kesehatan dan keungan juga akan banyak kehilangan pekerjaanya karena sudah digantikan dengan namanya Watson.
Watson adalah alat atau mesin yang diproduksi oleh IBM (international busines manchines corporation) fungsi bisa menjawab apa saja yang ditanyakan oleh manusia misalkan didunia kesehatan pasien bisa langsung menanyakan ke watson apa yang dideritanya dan obatnya apa? Tanpa menanyakan kedokter atau petugas, didunia pendidikan juga bisa jadi seperti didunia kesehatan dimana tenaga pendidik mulai digantikan dengan watson pendidik tidak perlu berinteraksi dengan sesama pendidik atau tenaga pendidik tapi langsung ke watson apa yang tidak dimengerti.
Indonesia sendiri pun coba memaksakan praktek revolusi 4.0 padahal selain dampaknya diatas apakah indonesia dengan sistem pendidikan seperti sekarang mampu bersaing dengan negara-negara maju? Atau kita hanya dijadikan sebagai pasar untuk memperdagangkan prodak-prodak salah satunya robotik dan menambal krisis yang terjadi. Samapai disini
Dari problem dampak revolusi 4.0 lewat campur tangan politik kemasyarakat apa yang menjadi kebutuhan Rakyat kedapan?
Karena selain dampak praktek diindustrialalisasi, kesahatan, pendidikan masyarak pedesaan notabenen petani juga terkena seperti penggusuran dan perampasan tanah masyarakat diakibatkan dengan pertambangan batu bara dll, dengan tujuan memperlancar perdagangan digital lewat tenaga listrik.
Kadang yang terjadi dikita untuk merespon persoalan normatif rakyat seperti penggusuran, phk, pendidikan mahal, demokrasi dll ini hanya secara spontan kita respon walaupun dengan jalan aksi massa, malahan hanya persatuan sektor misal hanya mahasiswa saja, buruh saja atau petani saja, dan anehnya lagi kita terpolarisasi karena mengangap mereka adalah ormas nasional, ormas lokal, intra, ekstra, kiri maupun kanan sehingga bukan menyatukan tetapi malah menjauh dari persatuan.
Selain itu pesta demokrasi yang dilaksanakan 5 tahun sekali yang diikuti oleh partai-partai borjuasi tidak membawa kesehjateraan kepada rakyat malahan rakyat tetap dinomor duakan. Sehingga harus muncul kesadaran politik rakyat untuk didorong dengan kesadaran politik dan kemauan politik dalam membangun alat politik alternative yaitu PARTAI BURUH yang didalamnya bukan mahsiswa saja atau buruh saja tetapi multi atau beragam unsur sebagai antitesa dari Partai Borjuasi dan masaalah sosial hari ini.
PARTAI BURUH adalah fron politik multisektor yang didalamnya seperti Buruh, Petani, Nelayan, Mahasiswa,dll yang bertujuan menjadi salah satu bagian gerakan rakyat menuju pembangunan Partai masa Depan walaupun sejauh ini PARTAI BURUH belum ada pengalaman dalam membangun alat politik alternative di Parlemen. Tetapi dalam perkembangan pembangunan PARTAI BURUH sendiri banyak evalusasi-evaluasi dan uji-uji kerja yang dilakukan, bahkan ada beberapa poin yang menjadi prinsip dalam gerak kedepan seperti kemandirian secara ekonomi politik, partai dipimpin oleh kelas perkerja, garis politik atau platfrom dan sentralisme demokrasi.
“Buruh,Petani,Nelayan Bersatu Pasti Menang“
Arsula Gultom, SH., DPP SBSI