Jakarta – Mahkamah Agung (MA) melakukan trobosan baru dengan membuka pendaftaran perkara secara online atau dalam jangka ringan (daring). Hal itu dilakukan sebagai upaya memutus mata rantai korupsi dalam sistem peradilan. Selasa (17/7/2018).
“Sekarang, dari kantor atau rumah para pencari keadilan bisa melakukan pengiriman gugatan melalui elektronik. Terkait ongkos perkara juga dilakukan secara online dengan bank yang telah ditunjuk sebelumnya,” kata Ketua MA Muhammad Hatta Ali.
Pendaftaran cara daring ini diharapkan bisa membatasi hubungan atau interaksi antara pencari keadilan untuk memperkecil risiko kesepakatan di bawah meja atau pungutan liar. Selain itu sistem ini diklaim akan sangat membantu menjawab keluhan-keluhan dari para pencari keadilan selama ini.
Baca Juga: http://sbsinews.com/kepala-bps-ungkap-2018-jumlah-penduduk-miskin-berkurang-di-sumbar/
Pada Senin (16/7/2018) Ketua MA, Hatta Ali menegaskan bahwa pendaftaran baru bisa diterapkan enam bulan sejak Perma diterbitkan. Pendaftaran secara daring ini diatur dalam peraturan MA Nomor 3 tahun 2018 tentang administrasi perkara di Pengadilan secara elektronik.
“pancari keadilan baru bisa mendaftar lewat situs pengadilan setempat pada September 2018. Perkara yang bisa didaftarkan adalah perkara perdata, perdata agama, tata usaha negara, dan tata usaha militer,” tegasnya.
Kendati demikian, Muhammad Hatta Ali mengungapkan bahwa untuk kasus pidana belum bisa didaftarkan secara online karena itu butuh kerjasama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan,” ungkapnya.
Baca Juga: http://sbsinews.com/konfercab-sukses-bernadus-andreas-kembali-pimpin-sbsi-kutim/
MA juga mengklaim penggunaan sistem elektronik dapat meningkatkan integritas penegak hukum. Sebabnya, interaksi langsung pihak berperkara dengan petugas pengadilan berkurang dengan penggunaan sistem itu.
Sementara itu, Sekretaris MA, Achmad Setyo Pudjoharsoyo mengatakan bahwa MA saat ini terus berupaya mengembangkan e-court dalam rangak memodernisasi peradilan dan menjaga integritas pegawai.
Anggota Koalisi Pemantau Peradilan Julius Ibrani mengatakan, e-court telah diterapkan disejumlah negara seperti Singapura. Maka dari itu MA dituntut bisa mensejalankan antara sistem digitalisasi dengan fakta.(syaiful)