Oleh: Chazali H. Situmorang

SBSINews – Keputusan pemerintah untuk menaikan iuran Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan per 1 Januari 2020 masih menyisakan polemik antara pemerintah dengan DPR, khususnya yang paling kencang marah dan jengkel adalah fraksi PKS. Terlebih turut naiknya iuran BPJS Kesehatan Kelas 3

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut ditolak Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Penolakan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Ustadz Ansory Siregar dalam Sidang Paripurna yang digelar di Gedung DPR pada 13 Januari 2020 lalu.

Dalam sidang yang terekam dan diunggah oleh akun instagram resmi Fraksi PKS DPR RI @fraksipksdprri; pada Kamis (16/1/2020) itu Ustadz Ansory Siregar menyebutkan pemerintahan Jokowi Bohong. Bukan saja pembohong, secara spesifik menyebut Kemenkes, BPJS Kesehatan dan DJSN sudah berbuat zalim.

Sebab, kenaikan iuran BPJS Kesehatan berlaku berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

“Dengan terjadinya kebohongan dan pengingkaran atas keputusan bersama, maka pemerintah telah melakukan pelecehan terhadap lembaga DPR RI,” ungkap Ansory Siregar.

“DPR RI kehilangan marwah! DPR RI kehilangan marwah!,” tegasnya.

Terlihat Ustadz Ansory Siregar marah besar dan sangat emosional, dalam melampiaskan kekesalan dan kekecewaannya pada pemerintah.

Tudingan zalim bagi umat Islam, sangat menakutkan, karena pada hari kiamat akan menghadapi kegelapan, ya kegelapan, siapa yang tidak takut dalam kegelapan, baik batin maupun fisik.

Apalagi disampaikan oleh seorang Ustadz dan dari partai yang bernafaskan Islam. Ustazd Ansory Siregar yang dari segi ilmu agamanya lebih dalam dari kita-kita ini.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنﱠ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »
“Jagalah diri kalian dari perbuatan zalim, karna sesungguhnya kezaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari kiamat”.

(Hadits Shahih, Riwayat Ahmad. Lihat Shahiihul jaami’ no.101).

Pertanyaannya, apakah tuduhan zalim kepada Kemenkes, BPJS Kesehatan dan DJSN sudah tepat, dan benar. Biarlah di hari kiamat nanti kita lihat kebenarannya, siapa saja penghuni kegelapan, apakah Menkes, Direksi BPJS Kesehatan, anggota DJSN atau rombongan DPR yang paling banyak.

Apalagi DJSN yang dituding zalim, pada hal setahu saya sering mernjadi korban kezaliman. Mudah-mudahan anggota DJSN lolos dari lorong kegalapan. Amin.

Soal zalim ini perlu diselesaikan, mumpung kita masih ada di dunia ini. Jadi perlu tabayyun. Ustadz Ansory Siregar perlu lakukan itu. Karena kita juga mengetahui ada firman Allah SWT, untuk berlaku adil dan melarang kemungkaran,dan permusuhan, yang berbunyi sebagai berikut:

Firman Allah :

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
” Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS. An-Nahl :90)

Soal pembohong

DPR geram karena pemerintah menaikkan iuran BPJS Kelas III mandiri, pada hal dalam rapat gabungan Komisi VIII, IX, dan XI beberapa bulan yang lalu, bahkan masih periode sebelumnya, disepakati tidak naik untuk mandiri kelas III.

Teriakan Ustadz Ansory Siregar atas kebohongan pemerintah yang di unggah videonya menjadi viral. Kalimatnya menggeletar dan menggentarkan ruang sidang Paripurna DPR, ibarat bagai singa podium yang sedang berapi-api melontarkan kekecewaan fraksinya.

Tapi !, tunggu dulu, apa cuma pemerintah yang pembohong, apakah DPR juga bukan pembohong. Bahkan yang dibohongi rakyatnya sendiri. Pemerintah dan DPR sama-sama pembohon, setidaknya sebagaimana yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPK periode yang lalu Laode Syarif.

Sekelumit berita yang dikutip dari media online, merupakan jejak digital yang tidak bisa di tip-ex begitu saja.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengutuk keras rencana revisi Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) di ujung masa jabatan eksekutif dan legislatif.

Laode menyebut, KPK saat ini tidak perlu perubahan UU KPK. “Kami sudah sampaikan bahwa Indonesia belum membutuhkan perubahan UU KPK,” ujar Laode lewat keterangan tertulis pada, Kamis (5/9/2019). Dia menilai, rencana revisi yang dilakukan secara diam-diam menunjukkan pemerintah dan DPR ogah mendengar suara rakyat yang diwakilinya.

Lantaran itu lah, ia menyebut selama ini pemerintah dan parlemen selalu membohongi rakyat. Apalagi, menurut Laode, mereka selalu mengklaim hendak memperkuat KPK, tapi yang dilakukan justru sebaliknya. “Pemerintah dan parlemen telah membohongi rakyat Indonesia karena dalam program mereka selalu menyuarakan penguatan KPK, tapi pada kenyataannya mereka berkonspirasi melemahkan KPK secara diam-diam,” tegasnya.

Revisi UU KPK diusulkan oleh DPR dalam sidang paripurna hari Kamis (5/9/2019), dan langsung “ketuk palu” dalam waktu 20 menit setelah seluruh fraksi menyatakan setuju.

Pelemahan KPK telah terbukti saat ini. Dengan penanganan kasus OTT suap anggota KPU WSE, yang diduga melibatkan Sekjen partai terkuat di republik ini, pimpinan KPK keteteran menghadapi tekanan kekuasaan, bahkan Dewas KPK yang punya sejarah panjang sebagai orang yang tegas, berani, perkasa, sepertinya sunyi senyap, dan berhati hati memberikan komentar.

Koran TEMPO 2 hari ini, berturut-turut meliput dan menginvestigasi tentang keberadaan Harun Masiku, buronan KPK yang diduga pemberi suap OTT WSE. Pada berita hari ini Cover Tempo menulis judul “ Mengapa Harun ‘Dikaburkan’”. Fakta-fakta yang dikumpulkan Tempo memastikan Harun Masiku berada di Indonesia ketika operasi penangkapan anggota KPU. WSE pada 8 Januari lalu.

Informasi tersebut, bertolak belakang dengan keterangan para pejabat, termasuk Ketua KPK Firli Bahuri dan Menteri Yasona Laoly, bahwa Harun meninggalkan Tanah Air 6 Januari dan belum kembali. Tempo bahkan berani menyebutkan Harun kembali ke Jakarta 8 Januari 2020 dengan Batik Air ID 7156 nomor kursi 3 C dari Singapura ke Cengkareng.

Masyarakat menjadi bingung, mana yang benar, mana yang berbohong. Untuk membuktikannya, sebenarnya tidak sulit. Cross check saja informasi Koran Tempo ke Lion Group. Persoalannya apa Lion Group berani menyampaikan dokumen manifest penumpang saat itu.

Jadi kesimpulannya, siapa yang teriak pembohong, dan juga pada momentum lain juga sebagai pembohong. Dan hebatnya lagi saat ini, sedang ngetren pembohong berjamaah. Siapa yang dibohongi, rupanyanya objeknya sama yakni RAKYAT. (Kanigoro Newsline/Jacob Ereste)

Cibubur, 18 Januari 2020

Chazali H. Situmorang, Pemerhati Kebijakan Publik/Dosen FISIP UNAS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here