Prinsip keadilan tidak bisa menyelesaikan segalanya, terutama ketika itu menyangkut penghentian lingkaran balas dendam setan, kata Paus Fransiskus.
“Setan tahu balas dendam dan jika tidak dihentikan, itu berisiko menyebar, membuat seluruh dunia tidak bisa bernapas,” katanya saat audiensi umum mingguan pada 24 April.
Orang-orang Kristen harus memaafkan dan mencintai orang lain, bahkan melampaui pikiran biasa, untuk menghentikan siklus kejahatan dan untuk memulai sesuatu yang baru, kata paus pada 24 April kepada ribuan orang yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus yang masih dihiasi dengan bunga-bunga berwarna kuning, merah dan bunga warna warni lain sisa-sisa Perayaan Paskah.
Paus Fransiskus melanjutkan khotbahnya tentang Doa Bapa Kami dengan fokus pada permintaan orang kepada Tuhan “ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami.”
“Penggunaan kata “kesalahan” seperti dalam Injil dalam bahasa Yunani asli, berarti “berhutang.” Jadi bagian dari doa ini mengakui betapa banyak orang yang berhutang kepada Allah, terutama atas anugerah kehidupan dan cinta serta belas kasihnya yang tak terbatas,” kata paus.
Apa yang disebut “manusia dengan kemampuan sendiri” tidak ada dalam gereja, kata paus, karena orang Kristen mengenal karunia dan rahmat ilahi yang diberikan kepada mereka dan manfaat kehidupan yang mereka terima dari orang lain.
“Mereka yang berdoa, harus belajar mengatakan ‘Terima kasih.’ Sering kali, kita lupa mengatakan ‘Terima kasih.’ Kita memang egois.”
Mereka yang berusaha menjalani kehidupan Kristiani juga menyadari bahwa selalu akan ada sesuatu, di mana mereka perlu meminta pengampunan Tuhan, misalnya, karena terlalu malas atau membiarkan dendam mengambil alih hati seseorang, kata paus.
Paus mengatakan akan sangat indah jika doa itu hanya meminta Tuhan untuk mengampuni hutang seseorang kepadanya, meskipun Tuhan akan meminta lebih.
Anugerah Tuhan, yang berlimpah, selalu menantang karena Tuhan meminta orang untuk melakukan kepada orang lain, apa yang telah dia lakukan untuk mereka.
“Tuhan, yang adalah baik, mengundang kita semua untuk menjadi baik,” tambah paus.
“Siapa pun yang telah menerima banyak, harus belajar memberi banyak dan tidak menyimpan semuanya untuk dirinya sendiri,” kata Paus Fransiskus.
Allah selalu menawarkan cinta, belas kasihan dan pengampunan yang tak terhingga ‘secara vertikal’ dari surga ke bumi, dan ia mengharapkannya untuk didistribusikan kembali ‘secara horizontal’ dengan sesama manusia, anak-anak Allah.
“Manusia dipanggil untuk merefleksikan kasih dan pengampunan ilahi itu kepada orang lain, dan menciptakan hubungan baru dengan saudara-saudari kita, dengan teman, keluarga, tetangga, dan bahkan mereka yang telah melakukan sesuatu yang tidak baik.”
Paus menjelaskan bahwa hal ini dapat dilihat dalam Perumpamaan tentang Hamba yang Tidak Mengampuni (Mat 18: 21-35), di mana seorang raja memaafkan hutang hambanya yang sangat besar, tetapi hamba yang sama menolak untuk mengampuni hutang orang lain padanya yang jauh lebih kecil. Raja menghukum pelayan itu karena tidak menunjukkan belas kasihan dan kasih sayang yang sama yang telah ia terima.
Perumpamaan itu menunjukkan, bahwa apa yang terjadi saat penghakiman terakakhir, bahwa “jika kamu tidak terdorong untuk mengampuni, kamu tidak akan diampuni, dan jika kamu tidak berusaha untuk mencintai, maka kamu tidak akan dicintai.”
“Tidak semua hal dalam hidup ini diselesaikan dengan keadilan. Tidak. Terutama di mana ada kejahatan, seseorang harus mencintai melampaui apa yang seharusnya, untuk memulai kembali kisah rahmat,” kata paus.
“Yesus telah menggantikan hukum balas dendam dengan hukum kasih.”
Pada hari-hari setelah Paskah, paus meminta orang-orang untuk memeriksa batin, apakah mereka dapat mengampuni orang lain. Dan jika mereka merasa mereka tidak bisa, mereka harus meminta rahmat pengampunan kepada Tuhan agar dapat mengampuni.
“Dengan sepatah kata, pelukan, senyuman, kita dapat membagikan kepada orang lain apa yang telah kita terima, hadiah pengampunan Tuhan yang tak terhingga,” kata paus.(Sumber: chathnews.com)