Kehebohan kembali terjadi di dunia Ketenagakerjaan Indonesia. Terbitnya Kepmenaker RI Nomor 2 tentang Jaminan Hari Tua (JHT) dinilai tidak memiliki konsideran dengan Kepmenaker Tahun 2015 sebelumnya.
Tokoh Buruh asal Kalimantan Barat,Jasmen Pasaribu berpendapat,Masalah Utama Perburuhan di Republik ini adalah Buruh itu diposisikan sebagai OBJECT belum SUBJECT.
Ini berawal dari lebih besarnya jumlah PENCARI KERJA dari LOWONGAN yang tersedia.
Seseorang ter PHK, mungkin tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan lagi sampai tua bahkan mungkin akan menjadi penganggur selama hidupnya. Sehingga dianggap hanya JHT itulah satu- satunya solusi keluar dar masalah pengangguran yang terjadi kepada yang bersangkutan.
Berbeda dengan di negara yang dapat menjamin ketersediaan pekerjaan untuk Warga Negaranya.
PHK dari satu perusahaan, segera dapat kerja di perusahaan lain
JHT nya sudah tertata dengan baik. Pindah tempat kerja, JHTnya tidak perlu daftar lagi.
Pendaftaran Pertama di Perusahaan dimana dia mulai menjadi pekerja
JHT nya akan terkumpul dengan baik di LEMBAGA PENSIUN NEGARA
20 persen dari besaran Gaji setiap bulannya dikumpulkan (ditabungkan di Lembaga Pensiun Negara) dengan aman
Kalau seorang buruh memiliki masa kerja 30 tahun, berapa besar uang pensiun yang diterimanya begitu dia pensiun.
Mungkin ini yang akan dibangun Ibu Menaker. Tetapi dengan sosialisasi yang tidak transparan dan tahapan- tahapan yang tidak jelas.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mewajibkan setiap perusahaan mendaftarkan buruhnya di BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dengan lengkap. Langkah kedua mengeluarkan regulasi agar perusahaan tidak mudah melakukan PHK. Langkah ketiga menentukan gaji terendah yang boleh mencukupi hidup dasar yang layak.
Bila tiga langkah ini dilaksanakan dengan baik, maka tidak akan ada penolakan dari siapapun, tetapi saat itu pula SERIKAT PEKERJA sudah tidak dibutuhkan di Republik ini.
Pandangan dari Ketua Majelis Pertimbangan Korwil K SBSI Kalimantan Barat Ibu Aida Muhtar.
Saya menghimbau Kita tetap merespon segala kebijakan dengan arif dan bijaksana
Kalau kita tidak ingin disamakan dengan pembuat kebijakan yang kita nilai tidak arief dan bijaksana
2. Betul UU SJSN dan PP Nomor 46 tahun 2015 mengatur tentang pencairan JHT Yaitu Meninggal dunia, pensiun , dan cacat tetap, namun itu hanya mengatur 3 hal Pengaturan pengunduran diri atau di PHKnya dimana
Mengapa ada perbedaan permenaker Nomor 19 tahun 2015 dengan permenaker nomor 2 Tahun 2022 jika rujukan regulasi yang diatasnya sama menggunakan UU dan PP yang sama
Mohon poncerahan
Saya setuju sebelum kita bereaksi
Kita harus memahami secara konprehensif dulu mengenai isue yang sedang kita persoalkan
(ANFPPM)