Sungguhkah cara berpikir dan bersikap serta bertindak kita sebagai warga bangsa dan warga negara Indonesia sudah sesuai  Psncasila ?

Itulah takarannya bagi manusia Pancasila. Jika cara berpikir serta bersikap hingga kemudian bertindak harus dapat dilihat, setidaknya bisa dirasakan adanya muatan nilai illahiah (Ketuhanan), persatuan dan kebersamaan untuk kepentingan bangsa dan negara yang diekspresikan semangat kebhinekaan serta adanya sifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah permusyawaratan perwakilan (demokrasi) hingga berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali.

Pidato Presiden Soekarno pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) ke 15, pada 30 September 1960. Topiknya adalah berjudul “Membangun Dunia Kembali”.

Adapun dasar pemaparan untuk membangun dunia kembali menurut Soekarno dapat berpegang pada semangat serta ruh Pancasila. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjadi utama dalam falsafah bangsa menjadi karakter yang khas dan unik. Sehingga sikap nasionalisme dan hasrat untuk kemerdekaan dan mempertahankan hidup dan kehidupan yang layak sebagai manusia serta berdaulat penuh sebagai warga bangsa dan warga negara Indonesia.

Atas kesadaran serta pemahaman pada sifat dan sikap dari nasionalisme yang mendalam inilah kesadaran serta pemahaman bangsa Indonesia pada faham maupun eksistensi dari internasionalisme .

Begitulah petuah Soekarno, bahwa salah satu sila (3) dari Pancasila itu adalah internasionalisme.

Internasionalisme tidak akan tumbuh dan berkembang selain diatas tanah yang subur nasionalismenya.

Internasionalisme yang sejati adalah pernyataan dari nasionalisme yang sehati, dimana setiap bangsa menghargai dan menjaga hak-hak semua bangsa. ” Internasionalisme yang sejati adalah tanda bahwa suatu bsngsa telah menjadi dewasa dan bertanggung jawab…”

Demikian juga dengan pengertian demokrasi yang kita wujudkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Sehinggga masalah keadilan sosial pun dapat menjangkau kemakmuran sosial. Karena keduanya menurut Seokarno tidak bisa dipisahkan. Sebab hanya masyarakat yang makmur yang dapat menikmati keadilan. Meski kemakmuran itu sendiri bisa bersemayam dalam ketidak – adilan.

Jakarta, 20 Agustus 2018

Jacob Ereste

Atlantika Institut Nusantara

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here