Organisasi buruh berbasis massa itu memang tidak gampang mengelolanya agar bisa bekerja secara profesional dan tetap berwatak sosial.
Karena organisasi buruh yang kuat itu senantiasa mengedepankan pelayanan, pendampingan dan pembelaan bagi para anggotanya.
Pelayanannya yang utama adalah melatih, mendidik dan mengarahkan atau menuntun semua anggota untuk sadar dan paham betapa pentingnya berserikat dalam satu wadah untuk bisa berkumpul saat diperlukan agar solidaritas, kebersamaan dan melakukan fungsi dan pekerjaannya guna keperluan dan kepentingan bersama dapat dilakukan. Termasuk mengatasi masalah para anggotanya.
Itulah sebabnya solidaritas dipatok menjadi motto organisasi buruh untuk level apapun yang ingin berbasis massa yang kuat. Untuk takarannya yang kuat bagi organisasi buruh yang berbasis massa itu adalah tidak hanya sekedar punya banyak anggota, tapi juga kualitas kesadaran dan pemahaman para anggota yang ditandai oleh kesetiaan mau membayar iuran.
Jika takaran loyalitas setiap anggota dan fungsionaris organisasi buruh sudah seperti itu, maka tingkat pelayanan dan pembinaan serta pendidikan bisa terus ditingkatkan untuk menarik minat calon anggota baru ikut bergabung dan merapatkan barisan.
Agaknya pada tahapan seperti inilah slogan “buruh bersatu pasti menang” menemukan realitasnya yang nyata. Jika tidak, artinya slogan itu cuma cuap-cuapan belaka. Maka itu Organisasi buruh yang berbasis massa harus dikelola secara profesional. Meski tabiatnya tetap harus bersifat sosial. Karena itu memang tak mudah dalam melakukan keseimbangan kerja untuk memompa semangat kerja antara model profesional dan cara kerja sosial. Artinya, organisasi buruh berbasis massa tidak bisa abai pada dua cara kerja seperti itu. Jika cara kerja profesional tidak bisa dilakukan, maka yang terjadi adalah kacauannya tata organisasi. Dan bila abai pada sifat kerja sosial, ujungnya bisa terjebak pada organisasi komersial yang selalu asyik menghitung untung dan rugi semata. Akibat dari sifat dan sikap yang tak mampu dipadukan itu, akibatnya bisa fatal, karena bisa maduk perangkap komersialisme alias budaya kapitalisme pasar. Padahal sifat dan sikap organisasi buruh harus berwatak sosial karena tidak boleh dikomersialkan. Sebab watak bawaannya adalah tolong menolong. Rasa peduli itu tak boleh provit minded.
Jadi pada intinya sifat dan sikap organisasi buruh tidak berorirntasi pada komersial — materialistik– sebab kehadirannya pun justru untuk melawan kesewenang-wenangan dari kapitalisme.
Sifat sosial dan sikap profesional dalam organisasi buruh ibaratnya seperti seni menangkap burung. Jika terlalu lemah bisa lepas, bila terlalu keras burung itu bisa sekarat. Tapi toh, pawangnya yang piawai bisa berternak merparti atau perkutut hingga jinak tanpa harus kehilangan suaranya yang merdu dan menawan.