Oleh: Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH., MA.

JAKARTA SBSINews – Saat ini Saya berusia menjelang 67 tahun. Saya ingin mengungkapkan perasaan dan pemikiran Saya menyambut memasuki New Normal meninggalkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Gembira dan optimis, karena selama tiga bulan tinggal di rumah dan WFH. Pikiran Saya mengatakan berarti Saya akan bisa kelua rumah, dan akan menyatakan selamat tinggal status WFH.

Mendengar berbagai ulasan dari para ahli maupun dari sosialisasi pemerintah, menegaskan bila usia di atas 60 rentan tertular covid-19, kemungkinan peluang sembuh sangat sedikit.

Saya mencintai hidup Saya dengan segala pertimbangan sebagai motivasi, karena itu tiga bulan penuh Saya dan isteri Saya tinggal di rumah. Tetapi menyaksikan data dalam angka dan grafik berikut, saya pesimis bisa keluar rumah, karena itu hati saya galau mau menikmati New Normal.

Melihat angka kasus covid-19

Di SBSINews edisi 17 April, saya menulis “INDONESIA SUDAH DALAM BAHAYA PANDEMI CORONA”. Di tulisan tersebut Saya ungkapkan kenaikan jumlah kasus setiap 5 hari: 21-26 Maret rata-rata 89 kasus, 26 Maret-31 Maret rata-rata 127, 31 Maret-5 April rata-rata 167, 5 April-10 April rata-rata 267, dan 10 April-15 April rata-rata 344. Per 15 April jumlah kasus sebanyak 5136 dan per 16 April naik menjadi 5516.

Inti tulisan tersebut agar pemerintah fokus melawan pandemi covid-19, hentikan membahas omnibus law.

Kemudian di SBSINews pada 12 Mei saya lanjutkan dari 15 April hingga 10 Mei. Datanya adalah 15 – 20 April 347, 20 – 25 April 327, 25 – 30 April 270, 30 April – 5 Mei 384, dan 5 – 10 Mei 417. Kenaikan sekarang pertanggal 9 Mei sudah 533. Jumlah kasus-kasus per 10 hari adalah 26 Maret sejumlah 893, tanggal 5 April 2273, tanggal 15 April 5136, tanggal 25 April 8607, 5 Mei 12.071 dan tanggal 9 Mei 13.645. Kenaikan perhari sejak 2 Maret 2020 ditemukannya kasus covid-19 terus menaik dari puluhan, seratusan, dua ratusan, tiga ratusan, empat ratusan dan sekarang sedang menuju lima ratusan.

Sekarang saat mau memasuki New Normal Saya menyajikan data lagi dari 10 Mei hingga 4 Juni saat hendak memasuki New Normal. 10/5 – 14/5 rata-rata 492. 15/5 – 19/5 rata-rata 538. 20/5-24/5 rata-rata 585. 25/5-30/5 rata-rata 631. Dan 31/5-4/6 rata-rata 609.

Angka di atas Saya sajikan juga dalam bentuk tabel angka setiap 5 hari seperti berikut.

Tabel di atas menjelaskan bahwa angka kasus corona-19 terus naik, tetapi menurun tanggal 30/05 – 04/06. Selanjutnya yang perlu didiskusikan adalah mencari jawaban mengapa angka-angka tersebut menaik terus ?

Saya memberi jawaban dari pengamatan Saya berupa evaluasi sebagai berikut.

Evaluasi 1. Kebijakan PSBB bukan Karantina wilayah. Evaluasi 2. tidak disertai penerapan sanksi hukum. Evaluasi 3. Pilihan menyelamatkan ekonomi bukan menyelamatkan manusia.

Evaluasi 1. kebijakan PSBB bukan karantina wilayah.

Menjelang ahir Maret 2020, Gubernur DKI Anis Baswedan dan Walikota Tegal Deddyon Supriyono berencana menerapkan Karantina Wilayah (mirip lock down) agar dapat segera menghentikan corona. Tetapi Presiden memilih menerapkan PSBB bukan Karantina Wilayah (karwil) sebagai pilihan yang tersedia sesuai UU No. 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan Kesehatan.

Sejak memilih menerapkan PSBB, saya pesimis akan berhasil dapat menghentikan covid-19. Saya menulis di SBSINews 1 April 2020 “MENGAPA MENETAPKAN PSBB BUKAN KARWIL ?”
Dengan keluarnya kebijakan PSBB, Gubernur DKI menerapkannya dengan variasi Karwil, sebaliknya Walikota Tegal di lapangan diam-diam menerapkan Karwil.

Kenyataannya, alhamdulillah setelah satu bulan menerapkan Karwil Kota Tegal sudah berhasil menghentikan penyebaran pandemi corona di Kota Tegal. Sementara DKI masih menyebar walaupun dengan relatif angka mendatar, namun secara nasional terus meningkat signifikan dari puluhan hingga 26 Maret, seratusan 31 Maret s/d 5 April, dua ratusan 6 April s/d 10 April, tiga ratusan 11 April s/d 25 April, sebentar menurun ke dua ratusan dan naik lagi ke tiga ratusan, lalu naik lagi empat ratusan 6 Mei s/d 15 Mei, lima ratusan 16 Mei s/d 25 Mei, enam ratusan 26 Mei s/d 30 Mei.

Evaluasi 2. PSBB tidak disertai penerapan sanksi hukum.

Sejak penerapan PSBB, Presiden selalu menghimbau atau menyampaikan himbauan mari bersama melawan corona dengan: pakai masker, jaga jarak, dan bersih. Tidak ada sanksi hukum. Akibatnya kita saksikan banyak orang tidak pakai masker di jalan raya, di ruko-ruko dan pasar. Banyak tidak jaga jarak terutama di pasar-pasar dan di mall-mall. Dan dapat dibayangkan mereka tidak tertib bersih.

Kenyataannya terjadi pelanggaran PSBB dimana – mana tanpa ada penerapan sanksi hukum hanya sanksi sosial. Menurut saya ketentuan hukum tanpa penerapan sanksi hukum hanya dengan mengharapkan kesadaran hukum, tidak akan pernah tercapai negara hukum. Negara hukum terasa kenyataan hadir apabila terlaksana penerapan sanksi hukum (law enforcement).

Evaluasi 3. Pilihan Menyelamatkan Ekonomi bukan menyelamatkan manusia.

Waktu Pemprov DKI menetapkan menghentikan semua kegiatan sosial dan ekonomi sesuai PSBB dari Menteri Kesehatan, tetapi lain kebijakan dari Menteri Perhubungan membuka transportasi publik, Menteri Perindustrian mengijinkan pabrik beroperasi, dan Menteri Perdagangan mengijinkan pasar beroperasi. Pertimbangan menyelamatkan ekonomi.
Pada saat masyarakat konsentrasi bersatu melawan corona, presiden Joko Widodo tetap berambisi segera mengundangkan Omnibus Law dan tetap membangun ibukota baru. Sehingga konsentrasi terpecah, tidak fokus melawan corona.

Penyebabnya ekonomi.

Tambah lagi kebingungan Ketika Presiden menghimbau berdamai dengan corona. Terus saya menjawab di lingkaran saya dengan mengatakan “saya tidak mau berdamai dengan corona, tetap mengajak masyarakat Bersatu melawan corona.
Common sense saya mengatakan, sekiranya secara nasional diterapkan Karwil, maka Indonesia sudah bebas dari pandemic corona, setidaknya angkanya menurun. Biayanyapun berkurang, anggaran yang dipergunakan tiga bulan, akan cukup untuk satu bulan. Tetapi sudah sedang terjadi angkanya seperti tangga menaik terus, dan dalam keadaan menaik memasuki New Normal.

Optimis, Pesimis dan Galau.

Saya optimis pandemi corona pasti berlalu, walaupun tidak tahu kapan waktunya. Kalaupun tidak berlalu karena kebijakan pemerintah, akan berlalu karena belas kasihan Tuhan. Saya pesimis akan berlalu dengan kebijakan New Normal karena pengalaman PSBB seperti diuraikan di muka. Galau karena sebagai lansia tetap masih WFH.

Kegalauan Saya adalah sebagai dosen akan mengajar tatap muka, sebagai umat beragama akan bersekutu, sebagai Ketua Umum DPP (K)SBSI dan Advokat di Muchtar Pakpahan & Associates wajib melanjutkan kegiatan membela orang miskin khususnya buruh, berjuang menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan.

Galau awal sudah saya hadapi, keluarnya kebijakan Menteri Agama yang melarang lansia mengikuti ibadah di rumah ibadah. Berapa lama? Waktunya tergantung kapan corona berlalu. Kalau kebaktian on line tidak ada lagi, yang lansia bagaimana ?

Galau berikutnya memikirkan kalau keluar rumah pergi mengajar, menggerakkan (K)SBSI dan menjalankan fungsi Advokat, takut menghadapi serangan corona.

Semua ini kegalauan ini hanya satu yang Saya akan lakukan, berserah kepada Tuhan penolongku dan penyelamatku. Serta tetap berdoa, agar Tuhan mengajak corona pergi meninggalkan Indonesia.
Tetapi saya menyatakan bersyukur pada saat saya mengahiri tulisan ini, Gubernur DKI memperpanjang PSBB dengan situasi transisi.

Terima kasih kepada Bapak Gubernur DKI. Kepada yang perasaan dan pemikirannya sama dengan Saya, Saya menganjurkan mengikuti PSBB transisi yang akan dilanjutkan New Normal dikunci dengan berdoa dan berserah kepada Tuhan.

Bagi yang berbeda dengan perasaan dan pemikiran ini, mohon dimengerti begitulah perasaan dan pemikiran kami.

Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH., MA, GB UTA45 & Ketua Umum DPP (K)SBSI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here