Kenangan masa ORBA : mengenang SBSI & PIJAR Indonesia

Konsep floating mass sebagai bagian integral dari dari restrukturisasi partai-partai politik. Demikisn cara rezim Orde Baru menghentikan secara permanen berbagai bentuk mobilisasi massa secara terbuka. Dan sejak itu tidak boleh ada lagi aktivitas dan pergerakan yang politik oposisi dilakukan.

Floating mass merupakan upaya mengambangkan massa pemilih agar jauh dari aktivitas dan kegiatan politik. Pendek kata, masss rakyat diisolasi dari aktivitas politik agar fokus pada pembangunan.

Bahkan kemudian pemerintah mengesahkan UU No. 3 Tahun 1975 yang intinya menegaskan kepengurusan partai politik hanya boleh ada sampai pada Daerah Tingkat ll saja. Sementara semua orang paham, semua perangkat desa terus di-Golkar-kan.

Model pembangunan politik Orde Baru berhasil memposisikan negara terlibat dalam segala aktivitas masyarakat, seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian banyak pengamat bahwa pada akhirnya model perpolilikan di Indonesia jadi perpilitak yang sentralistik.

Lebih dari itu, Orde Baru pun berhasil membangun dan mengelola negara dengan cara otoriterisme. Dalam versi Karl D. Jackson, model perpolitikan Orde Baru adalah Bureaucratic Policy. Sedangkan Muchtar Mas’oed menyebutnya Negara Birokratik Otoriter Korporatis. Lebin keji lagi Richard Robinson menyebut Orde Baru Bureaucratic Kapitalist State. Bahkan Richard Tanter dan Kenneth Young menyebut perpolitikan Indonesia ketika itu adalah Negara Militer Rentenir dan seterusnya.

Yang menarik, Safrizal Rambe mencatat dalam bukunya Partai Sarikat Indonesia (2009) penataan format politik di Indonesia dilakukan dalam banyak strategi. Mulai dari penstaan keanggotaan DPR dan MPR RI hingga pembentukan lembaga korpiratis seperti SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), KADIN (Kamar Dagang Indonesia), ini semua dibangun Orde Baru untuk menumpulkan potensi revolusioner yang ada dalam masyarakat.

Dalam situasi dan kondisi politik di Indonesia seperti itulah lahirnya organisasi kemasyarakatan yang militan seperti PIJAR Infonesia serta SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) yang terbilang vokal atau bahkan radikal, jelas dan terang memposisikan diri secara terbuka berseberangan dengan rezim penguasa yang zalim dan korup.

Jika sampai hari ini belum juga muncul kelompok oposisi yang serius, boleh jadi memang situasi dan kondisi negeri kita masih aman-aman saja. Meski nilai dolar sudah menyundul angka 15 ribu rupiah. Begitu juga masalah pangan masih bisa diimpor sesuka hati oleh pemerintah. Kendati jeritan petani kita terdengar semakin menyayat hati.

Jakarta, 31/8/2018

Jacob Ereste
Atlantika Institut Nusantara & Wakil Ketua F.BKN SBSI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here