Menelusuri napak tilas perjalanan sejarah umat Islam sejak zaman Rasulullah saw. hingga hari ini, dapat ditarik benang merah bahwa kepala naga Yahudi pada saat tertentu menyembunyikan diri dan pada saat yang lain menampakkan diri sedikit demi sedikit, maka hari ini telah kembali menunjukkan kepalanya sambil menyemburkan bisa-nya yang sangat beracun ke seluruh penjuru dunia.

Racun Yahudi ini telah ada jauh sebelum Konferensi I di Bazil bulan Agustus 1897, juga telah ada jauh sebelum Rabae Leiva (1520-1659) yang menyerukan berdirinya Negara Yahudi di tanah Palestina.

Justru ancaman Yahudi telah muncul sejak terbitnya fajar Islam empat belas abad yang lalu, bahkan telah muncul sejak zaman Nabi Isa as., mereka mendustakannya dan berusaha membunuhnya, kira-kira dua ribu tahun yang silam.

Bahkan sebelumnya lagi -pada zaman Nabi Musa as.- sejarah mencatat adanya perkumpulan rahasia orang-orang Yahudi. Maka pada tahun 1717, setelah ribuan tahun, perkumpulan itu muncul dengan nama free masonry yaitu suatu perkumpulan yang bertujuan menghancurkan agama-agama, lalu pemeluknya diperbudak untuk kepentingan Yahudi sendiri.

Dalam banyak kajian, zionisme dianggap sebagai biang keladi yang paling kerok. Sejak awal Yasser Arafat sudah menyatakan bahwa yang paling ditentang oleh PLO (pada masa pemerintahannya) bukanlah Israel, akan tetapi Zionisme yang berada di belakang Israel.

Dan menerangkan bahwa impian zionisme yang menakutkan pihak Arab adalah dua garis biru di bagian atas dan bawah bendera Israel yang melambangkan sungai-sungai Eufrat di Irak dan Nil di Mesir. Aspirasi ekspansionis Zionisme ini mendambakan wilayah Israel yang membentang di antara dua sungai tersebut.

Pandangan Yasser Arafat ini merupakan pendapat umum para pemimpin dan pemikir Arab, dan bukan tanpa alasan. Sejak Theodor Herzl (1860-1904M) menulis buku Der Judenstaat (Negara Yahudi) tahun 1895, tokoh-tokoh Yahudi melakukan serangkaian kongres dunia untuk merealisasikan cita-cita Zionis.

Dan sebagai salah satu bapak Zionisme, Herzl meyakinkan bangsa Yahudi bahwa mereka punya hak penuh untuk mendirikan suatu negara.

Gerakan Zionisme dan pembentukan Negara Israel ini telah menjadi problem dunia, dari dulu hingga hari ini. Dengan banyaknya generasi kaum Yahudi yang tersebar di berbagai belahan dunia, khususnya di Eropa hingga di Amerika.

Pada awalnya ide gerakan Zionisme ini masih tersembunyi di dalam jiwa orang-orang Yahudi fanatik, yang oleh karena kefanatikannya berusaha untuk menghidupkan negeri di mana mereka hidup, dengan alasan keagamaan yang dipimpin oleh pemuka-pemuka Yahudi. Dengan berjalannya waktu mereka membentuk kelompok-kelompok rahasia yang tidak boleh dihadiri kecuali orang Yahudi fanatik. Hal ini berlangsung hingga akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, yang kemudian berubah menjadi gerakan politis.

Istilah “Sahyuniyah” atau Zionisme sendiri secara tepat, diakui agak sulit oleh pakar Zionisme di Mesir ‘Abd al-Wahhab al-Masiri. Bahwa yang tersebar dalam kamus Barat kata zionisme berarti cita-cita zionis, bukan bermakna fenomena zionisme, misalnya sebagai gerakan untuk mengembalikan kaum Yahudi ke negeri nenek moyangnya sebagaimana yang dijanjikan. Terdapat perbedaan antara makna harapan Zionis dan realitas Zionis, demikian pula rencana pendudukan kolonis.

Sementara Ahmad Sa’duddin al-Bassati, meski mengakui bahwa asal kata Sahyun adalah nama sebuah gunung/bukit. Namun dia mengemukakan dua pengertian dari Zionisme. Pengertian pertama yang bermakna umum yaitu gerakan politik yang berlandaskan pemikiran zionis yang terambil dari aqidah kitab Taurat dan Talmud, dan kehidupannya yang terkait dengan pemikiran Yahudi dengan ikatan keagamaan dan golongan. Dan yang kedua bermakna khusus yaitu kepercayaan akan pentingnya membentuk masyarakat Yahudi yang memiliki pemerintahan sendiri di tanah Palestina dan merealisasikan cita-cita kaum Yahudi untuk kembali ke tanah sucinya (al-ard al-muqaddasah).

Bahkan ada pengertian yang ketiga yaitu gerakan Yahudi yang berusaha dengan segala cara guna mengembalikan masa keemasan bani Israil dan membangun kembali Haikal Sulaeman yang berada di masjid al-Aqsa serta menguasai dunia dengan pemerintahan yang berpusat di Quds yang diperintah oleh raja Yahudi yaitu al-Masih al-Muntazar. Dan pengertian terakhir, meski agak jauh makna dari pengertian sebelumnya, yaitu mengembalikan ide kebangsaan Yahudi yang berdasarkan sipil sekuler seperti halnya yang diterapkan pada bangsa-bangsa di Eropa.

Sedangkan kata Zionisme sendiri berasal dari akar kata zion atau sion. Kata ini digunakan pada awal sejarah bangsa Yahudi yang merupakan sinonim dari perkataan Yerusalem. Arti dari istilah tersebut adalah bukit atau gunung yaitu bukit suci Yerusalem yang juga simbol dari konsep teokrasi Yahudi, zion atau sion juga berarti bukit suci yang terletak di bagian selatan Bait al-Maqdis. Atau salah satu bukit yang terletak di sebelah Timur dari dua buah bukit dalam wilayah Yerusalem kuno, ibukota kerajaan Israel pada masa kekuasaan kerajaan Daud (King David). Dan di bukit ini juga didirikan sebuah bangunan suci yaitu Haikal Sulaiman (Solomon Temple). Sahyuni (Zionis) menurut kaum Yahudi berarti tanah yang dijanjikan, yaitu tanah suci (holy land) yang diperuntukkan bagi mereka. Zion juga dinisbatkan sebagai julukan bagi kota Yerusalem sebagai “kota rahasia”, kota Allah atau kota tempat tinggal Yahweh.

Sementara kata zion/sion dalam kitab perjanjian lama disebutkan sebanyak 152 kali dan kesemuanya menunjuk pada kota Yerusalem. Kata zion sendiri menurut para sejarahwan merupakan nama sebuah bukit yang diceritakan dalam kitab perjanjian lama. Misalnya dalam kitab Mazmur 137 disebutkan “Di tepi sungai-sungai Babilonia, di sana kami duduk, sambil menangis, ketika kami teringat bukit zion”.

Selanjutnya istilah Zionisme atau Zionist movement secara utuh dibawa ke dalam agenda dunia di akhir-akhir abad ke XIX dan dipopulerkan oleh Theodor Herzl, sang bapak Yahudi dunia di Wina Austria tahun 1897. Baik Herzl maupun rekan-rekannya adalah orang-orang yang memiliki keyakinan agama yang sangat lemah, jika tidak ada sama sekali. Mereka melihat keyahudian sebagai sebuah nama ras, bukan sebuah masyarakat beriman. Mereka mengusulkan agar orang-orang Yahudi menjadi sebuah ras terpisah dari bangsa Eropa, yang mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan bahwa penting artinya bagi mereka untuk membangun tanah air mereka sendiri. Mereka tidak mengandalkan pemikiran keagamaan ketika memutuskan tanah air manakah itu seharusnya. Theodor Herzl, suatu kali memikirkan Uganda, dan ini lalu dikenal sebagai Uganda Plan. Sang Zionis kemudian memutuskan Palestina. Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai “tanah air bersejarah bagi orang-orang Yahudi”, dibandingkan segala kepentingan keagamaan apa pun yang dimilikinya untuk mereka.

Nama Yahudi sendiri digunakan dalam empat nama yaitu Ibrani (Ibriyin), Israel (Israiliyin), Yahudi dan Sahyuni (zionis). Ibrani berarti orang yang menyeberang, karena mereka selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Israel bermakna hamba Allah, yang dinisbatkan kepada Nabi Ya’qub as. Kata Yahudi dinisbatkan kepada Yahuza, salah seorang anak nabi Ya’qub. Sehingga ada ungkapan yang menyatakan, tidak semua orang Yahudi adalah zionis, karena ditemukan sebagian orang Yahudi di Eropa tidak menganut ide ini, hal ini disebabkan ketidaksetujuannya menyakiti orang non Yahudi. Namun hal ini juga tidak berarti bahwa yang menetap di Palestina bukan zionis, justru semua orang Yahudi yang tinggal di tanah pendudukan dianggap sebagai zionis.

‘Ala Kulli hal, hari ini bangsa Palestina, bangsa Arab dan kaum muslimin harus bersatu dan berusaha mengembalikan hak-hak berupa kemerdekaan bagi bangsa Palestina serta martabat dan kesucian al-Quds. Wallahu A’lam

SUMBER : TRIBUNNEWS.COM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here