Andi Naja (ist)

Masalah yang menimpa Ustadz Abdul Somad beserta keluarganya di Singapura adalah Not To Land. Beda antara Not to Land dengan dideportasi. Not To Land sebetulnya Pelarangan Masuk pada Sebuah Negara bagi orang tertentu. Mengapa ada pelarangan? Jawabannnya tergantung Kebijakan Negara yang melarangnya.

Saya ingin cerita tentang DIDEPORTASI DAN TIDAK BOLEH LAGI KE SINGAPURA dengan Alasan yang jelas

Kisah ini bermula dari Aksi Pengurus LSM GONAS yg berinisiatif mencari Nazaruddin(Bendahara Umum DPP PD) saat menjadi Buronan KPK. Terdengar kabar yang bersangkutan berada di Singapura. Setelah menimbang segala resiko yang akan terjadi ke 4 Aktifis tersebut tetap tak merubah rencana. Perjalanan ke Singapura pun diatur, berangkat dari Jakarta ke Batam via Udara, dari Batam ke Singapura via Laut. Tekadnya hanya ingin bertemu Nazaruddin dan menasehatinya untuk pulang ke Tanah Air mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Singkat Cerita ke-4 Aktifis
tanpa kendala bisa sampai di Singapura pada malam hari dan mencari masjid sebagai tempat beristirahat menunggu pagi. Esok harinya mereka berspekulasi mencari Nazaruddin di Little India/Little Pakistan. Seperti ditakdirkan mereka menemukan Nazaruddin beserta satu orang yang diduga kabur karena kasus korupsi. Sambil mereka menikmati hidangan yang dipesan dari Resto itu lalu memperkenalkan diri dan menasehati agar segera pulang. Setelah pertemuan itu mereka berpisah dan ke -4 Aktifis ini menyusun Agenda berikutnya.

Agenda berikutnya adalah menggelar aksi demontrasi didepan KBRI Singapura dengan mengibarkan bendera Merah Putih raksasa yang berdampak kemacetan panjang. Akibat aksi ini mereka ditangkap oleh Tangling Police Singapura dan dibawa ke Sel Polisi. Seluruh petlengkapan aksi pun disita polisi.

Pengganggu keamanan di Singapura Ancamannya 2(dua) yaitu penjara seumur hidup atau hukuman mati. Ketika itu salah seorang dari mereka meng-SMS- kami dengan kalimat singkat, ” Sekarang kami melihat ke luar dari jeruji besi”. hanya segitu. Kami pun membalas, OK segera akan berkoordinasi dengan teman2 lainnya.

Sore harinya Kami di Jakarta berkumpul beberapa orang dan memutuskan untuk melakukan aksi demontrasi ke Kedutaan Singapura dan membuat Surat Pemberitahuan untuk Kedutaan Singapura dan kepada POLDA Metrojaya. Aksi dijadwalkan lebih cepat di Esok harinya. Suratpun dibuat dan diantar Sore itu juga.

Malam harinya pihak POLDA Metrojaya menghubungi via Handphone menanyakan kepastian aksi dan jumlah massa yang akan turun. Esok harinya kami berangkat dari Taman Ismail Marzuki(TIM) Cikini Konvoi satu mobil komando dan puluhan sepeda motor dikawal Polda Metrojaya.

Didepan KEDUBES Singapura kami berorasi dan meminta 4 Aktifis itu dilepaskan dalam waktu 3 kali 24 jam. Kedubes meminta Tim Kecil untuk masuk dan membicarakan duduk persoalan yang sebenarnya. Walaupun tidak ada jawaban pasti tapi kami berharap permintaan dipenuhi

Kami pamit pulang dan berkumpul kembali di TIM CIKINI hingga petang hari. Tiba- tiba ada telpon masuk dari Polda Metrojaya memberitahukan bahwa permintaan kami dipenuhi dan meminta menjemput 4 Aktifis tersebut di Bandara Soeta pada malam hari. Tentu berita ini sangat menyenangkan bagi kami terutama bagi Para Istri dan Keluarga 4 Aktifis tersebut.

Penjemputan pun dilakukan dan setelah itu kembali ke Jakarta cukup larut malam. Lalu beristirahat.

Pemerintah Singapura memiliki kebijakan terhadap ke-4 orang Aktifis ini untuk Seumur hidup tidak boleh ke Singapura. Tapi hal itu baru diketahui ketika salah seorang dari mereka ingin ke Singapura dan sudah berada di Bandara Soeta. Pihak berwenang Bandara memberitahukannya. Ia pun kembali kerumahnya.

Alhamdulillah Salah satu perangkat aksi berupa bendera Merah Putih raksasa dipulangkan oleh Pihak Berwenang Singapura tanpa membebankan biaya kepada kami.

Rasanya Kisah diatas cukup menjadi pelajaran

~ Andi Naja FP Paraga ~

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here