Editor: Sabinus Moa, SH.
KUBURAYA SBSINews – Pelanggaran hak-hak normatif buruh seharusnya tidak perlu terjadi lagi di tingkat perusahaan karena sebagaimana aturan Undang-Undang Ketenagakerjaan sangat jelas mengatur tentang hak-hak normatif tersebut.
Perusahaan Perkebunan PT. Rejeki Kencana yang bergerak di bidang perkebunan sawit telah merumahkan 108 Orang pekerjanya sejak tahun 2016 hingga sekarang tanpa memberikan hak – hak buruhnya selama dirumahkan bahkan upaya bipartit juga telah di upayakan oleh serikat dan hadir juga dari Disnaker Kuburaya akan tetapi tidak tercapai kesepakatan.
Selanjutnya buruh PT. Rejeki Kencana bersam 108 orang memberikan kuasa kepada DPC FPPK (K)SBSI tertanggal 18 November 2019 dan dengan kuasa tersebut DPC FPPK (K)SBSI mencatatkan Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Tenaga Kerja Kuburaya dan telah ditindak lanjuti dengan Panggilan Mediasi dengan suat Nomor: 560/21/Disnakertrans-B2 tanggal 06 Januari 2020.
Menurut keterangan buruh yaitu Jumadi dkk (108 Orang) yang disampaikan dalam mediasi tersebut bahwa sejak tahun 2012 – 2016, dalam sebulannya mereka bekerja selama 25 hari kerja (40 jam dalam seminggu) dan hingga 2019 belum ada kejelasan mengenai hak – hak mereka.
Bahwa pada tahun 2016 mereka dirumahkan dengan janji bahwa dalam waktu 2 atau 3 bulan akan dipanggil bekerja kembali, namun setelah lewat waktu tiga bulan tersebut mereka mempertanyakan hal tersebut kepada mandor dan ke kantor apakah lanjut bekerja atau di PHK.
Keterangan pihak perusahaan dalam mediasi bahwa dasar pihak perusahaan merumahkan buruh/pekerjanya dan tidak memperpanjang kontrak kerja karena mengacu pada surat Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor B.590/PHIJSK/VII/2015 tanggal 15 Juli 2015 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Propinsi Seluruh Indonesia yang salah satu isinya menyebutkan bahwa upaya yang perlu dilakukan untuk pencegahan pemutusan hubungan kerja antara lain adalah: Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu (poin f) dan Tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya (poin g).
Oleh karena itu pihak pengusaha PT. Rezeki Kencana memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan kerja kepada pihak pekerja Jumadi dkk (108 Orang).
Dari keterangan kedua belah pihak maka Mediator Hubungan Industrial meganjurkan; 1) Hubungan kerja antara pihak pengusaha PT. Rezeki Kencana dan pihak Pekerja Jumadi dkk (108 Orang) sebagai pekerja harian lepas berakhir demi hukum sejak tahun 2016. 2) Pengakhiran kerja pekerja harian lepas tidak mewajibkan pihak pengusaha untuk melaksanakan kewajiban yang tercantum dalam UU 13 Tahun 2003 Pasal 156 Ayat (2), (3) dan (4).
Dengan terbitnya anjuran yang tidak memikirkan kehidupan buruh DPC FPPK (K)SBSI melaporkan kinerja Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Kuburaya kepada Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Barat pada tanggal 24 Februari 2020 dan meminta Rapat Dengar Pendapat ke DPRD Kabupaten Kuburaya, dari laporan yang disampaikan kepada lembaga negara tersebut sampai saat ini tidak ada juga solusi yang baik tentang hak-hak buruh yang tidak dibayarkan oleh PT. Rezeki Kencana, atas dasar itu juga DPC FPPK (K) SBSI Kuburaya menyatakan mosi tidak percaya terhadap Dinas Tenaga Kerja sehingga menyatakan untuk aksi demo pada hari ini senin tanggal 15 Juni 2020 di DPRD Kuburaya dan Kontor Bupati Kuburaya dengan peserta aksi demo tersebut Pekerja dan Keluarga yang di PHK (108 Orang), demikian kata Sujak Arianto, SE. Ketua DPC FPPK (K) SBSI Kuburaya. (HH)
Aturan Pusat tidak menentukan batas waktu aruran karyawan yg dirumahkan membuat para buruh dalam menghadapi aturan perusahaan.
Sehingga buruh merasa direndahkan yg membuat kebingungan untuk mencari nafkah yg diharapkan perusahaan setempat lokasi areal tempat tinggal buruh tersebut.