Gianmarco Tamberi memeluk erat Mutaz Ezza Bashrim, sahabatnya sesama atlet lompat tinggi. Mereka berdua sudah mencoba lompat di ketinggian 2,39 M sampai 3 kali dan gagal. Ketinggian maksimal yang bisa mereka raih sama di angka 2,37 M
Seorang panitia atletik Olimpiade mendatangi mereka berdua yang masih berpelukan (bromance bangetlah dua orang ini). Panitia itu menawarkan lompatan penentuan untuk menentukan siapa yang berhak dapat emas
“Bisakah kami sama sama dapat dua medali emas, “tanya Barshim
“Mungkin saja. Diperbolehkan kok. Asal kamu memutuskan seperti itu, ” jawab Panitia
Barshim memandang Tamberi. Ada jeda beberapa detik tanpa kata. Bagai sudah sehati, mereka menganggukkan kepala dan wajah mereka berdua berangsur angsur makin cerah, dan tiba tiba Tamberi menampar tangan Barshim dengan bersemangat dan Barshim berteriak: “Juara Olimpiade!!!”
Tamberi melompat lagi ke pekukan Barshim dan dibalas dengan hangat oleh Barshim sebelum akhirnya Tamberi kegirangan lompat kesana kemari dan berguling gulingan sendiri dan menangis seperti bayi yang butuh pelukan
Sementara Barshim berlari mengepalkan tangannya dan dia mencari cari seseorang di tribun penonton. Tampak seseorang sudah menyiapkan bendera Qatar, negara Barshim dan dia menyongsong Barshim dan memeluknya
Setelah Tamberi agak tenang, dua sahabat itu berpelukan lagi dengan membawa bendera masing masing, Italia dan Qatar, dan berjalan memberi salam ke orang orang yang ada di tribun
Langit yang menaungi Tokyo Olympic Stadium terlihat lebih cerah. Tidak pernah arena atletik olimpiade menjadi sepuitis sore itu. Ketika dua orang beda bangsa sepakat berbagi kebahagiaan. Tidak ada medali perak. Keduanya mendapat medali emas. Berbagi podium berdua. Lagu kebangsaan Qatar dan Italia dikumandankan bergantian. Bendera Italia dan Qatar dikibarkan tinggi sejajar
Peristiwa berbagi medali emas pertama sejak 113 tahun Olimpiade. Tanpa cerita panjang antara mereka berdua sebelumnya, rasanya hal itu tidak mungkin terjadi.
.
Suatu malam di tahun 2017 di sebuah hotel di Paris, Barshim mengetuk kamar hotel Tamberi. Atlet Italia itu sedang mengurung diri dalam kamar dan tidak mau berbicara dengan siapapun. Awalnya dia mengusir Barshim untuk pergi. Tapi barshim bersikukuh tetap di depan pintu. Sampai akhirnya Tamberi terpaksa menyuruhnya masuk
Tamberi sedang dalam kondisi down dan tidak stabil. Di kejuaraan Paris itu dia tampil sangat buruk. Ini kejuaraan pertama yang diikuti Tamberi setelah dia cidera ligamen parah dan memaksanya masuk ruang operasi dan mengubur impiannya untuk tampil di Olimpiade Rio 2016
Mereka berdua pun berbincang dari hati ke hati dan Tamberi mulai menangis. Barshim mendengarkan semua ucapan Tamberi dan menyampaikan apa yang harus disampaikan, sebagai sahabat
“Jangan terburu buru. Kamu sudah kembali dari cidera itu, tapi semua butuh waktu. Tunggulah prosesmu. Jangan berharap terlalu cepat dari tubuhmu yang sedang masa pemulihan. Tunggulah”
Satu tahun sesudahnya justru barshim yang mendapat cidera yang sama. Justru satu tahun sebelum negaranya jadi tuan rumah kejuaraan dunia atletik. Dan Tamberi tahu, Barshim sangat menginginkan gelar juara dunia di negaranya sendiri. Kali ini gantian Tamberi yang menawarkan bahunya untuk tempat bersandar barshim. Mendengarkan segala keluh kesah Barshim dan menguatkannya
Tapi keadaan justru semakin buruk buat Tamberi di tahun 2018. Badannya memang sudah pulih dari cidera tapi secara psikis dia belum pulih. Dia masih trauma dengan kejadian saat dia cidera. Tamberi menjadi orang takut lompat tinggi lagi. Dia merasa melompat menjadi hal yang menakutkan
Dia ingat bahwa setelah cidera serius sebelum olimpiade Rio banyak orang sudah mendukungnya untuk kembali lagi menjadi seperti dulu. Bahkan kompetitornya pun sesama pelompat tinggi hampir semua ikut menguatkannya
Tamberi kadang merasa bahwa itu justru menjadi beban. Semua orang memperhatikan dan menyayanginya tapi dia sendiri justru belum menemukan keberanian lagi untuk melompat lagi
Pelompat tinggi dari Italia itu hampir menyerah dan mengubur impiannya untuk tampil di olimpiade Tokyo kalau saja dia tidak ingat nasihat Barshim
“Saya tahu kamu sudah bekerja keras. Berlatih keras, sepanjang tahun, dari hari ke hari. Tapi tidak mudah kembali dari cidera seperti itu. Melompatlah buat dirimu sendiri, bukan buat mereka, bukan buat orang lain. Lompatlah untuk dirimu sendiri, di waktu yang kamu tentukan sendiri”
Di saat Tamberi mulai menemukan kepercayaan dirinya lagi, dia mendapat kabar Barshim memenangkan kejuaraan dunia di negaranya sendiri. Gelar yang sangat diimpikan Barshim. Kabar itu membuat Tamberi sangat bergembira dan semakin memotivasi dia untuk kerja keras lagi demi Olimpiade Tokyo
“Saya sangat berbahagia untuk kemenangan Barshim. Dia bisa pulih dari cidera dan menang, saya juga harus bisa. Saya harus belajar banyak dari dia”
Maka Tamberi pun melanjutkan kerja kerasnya dan perlahan lahan menemukan lagi ” iramanya”. Dia bisa melompat lagi. Berproses perlahan lahan lebih tinggi dan lebih tinggi lagi di setiap latihan
Sampai sore itu dia bisa melompat 2,37 M lagi di Olimpiade Tokyo. Sama dengan sahabatnya.
Dan duniapun akhirnya melihat momen paling indah di Olimpiade Tokyo
(SBSINEWS)