Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sejumlah poin dalam judicial review omnibus law Undang Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2020).
MK memutuskan bahwa Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak sesuai konstitusi atau inkonstitusional bersyarat.
Keputusan MK ini pun jadi momentum buruh, menyorot kembali kebijakan pemerintah yang berdasarkan atas UU Cipta kerja.
Semisal penetapan Upah Minimum Provinsi.
Aktivis Buruh Sulut, Lucky Sanger mengatakan, Penetapan UMP Sulut 2022 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan, pahadal PP ini merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.
“UMP Sulut dihitung berdasarkan PP 36, turunan UI Cipta Kerja, maka harus ada revisi dari Pemerintah terkait penetapan UMP Sulut,” kata dia Korwil Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Sulut ini.
Atas keputusan itu, Lucky mengatakan, penetapan UMP 2021 Rp 3,3 juta bisa direvisi kembali.
Jika melihat keputusan MK ini, maka PP nomor 36 tahun 2021 cacat hukum, MK meminta UU di atasnya untuk diperbaiki.
Maka, ia berkesimpulan bahwa Perhitungan UMP direvisi menggunakan peraturan sebelumnya PP nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Sebelumnya, aktivis buruh pun sudah berjuang di Dewan Pengupahan, menurut mereka jika menggunakan perhitungan PP 78 maka UMP Sulut 2022 Rp 3,5 juta.
“Otomatis pakai PP 78,” kata dia.
Sebelumnya Gubernur Olly Dondokambey menetapkan UMP Sulut tahun 2022 Rp 3.310.723.
Angka ini tidak mengalami kenaikan atau tetap seperti UMP 2021.
UMP 2022 pun diumumkan Gubernur Sulut, Olly Dondokambey di Kantor Gubernur, Rabu (17/11/2021).
“UMP Sulut Rp 3.310.723, nilainya tetap seperti UMP 2021,” ujar Gubernur Olly.
Penetapan UMP ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku sesuai rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi Sulut terdiri dari perwakilan pemerintah, buruh, akademisi dan pengusaha.
Kini sudah 2 tahun terakhir UMP Sulut tidak mengalami kenaikan berada pada angka Rp 3.310.723. angka ini sudah ditetapkan sejak 2020.
Meski begitu Provinsi Sulut menempati urutan ketiga UMP tertinggi se-Indonesia.
Meskipun MK memutuskan Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional, aturan ini seolah tidak berdampak banyak saat ini.
Adapun, MK memberi waktu bagi pemerintah memperbaiki Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja selama 2 tahun.
Setelah 2 tahun tidak ada perbaikan, Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan tidak berlaku.
SUMBER : TRIBUNNEWS.COM