Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan beberapa alasan yang menyebabkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dalam kondisi keuangan yang terpuruk saat ini.
Selain memang terpengaruh pandemi Covid-19, persoalan lainnya adalah terkait penyewa pesawat atau lessor.
Ia bilang, saat ini Garuda Indonesia bekerja sama dengan 36 lessor yang sebagian terlibat dalam tindakan koruptif dengan manajemen lama.
“Sejak awal kami di Kementerian (BUMN) meyakini, bahwa memang salah satu masalah terbesar di Garuda mengenai lessor.
Lessor ini harus kami petakan ulang, mana saja yang masuk kategori dan bekerja sama di kasus yang sudah dibuktikan koruptif,” ungkapnya dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (3/6/2021).
Ia menjelaskan, pemetaan diperlukan untuk mengetahui lessor yang bertindak ‘nakal’ guna dilakukan negosiasi yang tepat.
Namun di sisi lain, Erick meyakini sejumlah lessor juga telah bekerja sama dengan jujur. Kendati demikian, harga penyewaan pesawat yang dipatok oleh lessor sekalipun tidak terlibat koruptif, terasa tetap mahal di kondisi saat ini.
Sehingga, negosiasi pada tipe lessor ini juga diperlukan. “Kami juga mesti jujur, ada lessor yang tidak ikutan dengan kasus itu, tetapi pada hari ini kemahalan karena ya kondisi. Itu yang kami juga harus negosiasi ulang. Nah beban terberat saya rasa itu,” jelas Erick.
Penyebab lainnya adalah bisnis model Garuda Indonesia. Menurut Erick, seharusnya maskapai pelat merah itu mengubah bisnis modelnya dengan fokus pada pasar penerbangan domestik.
Hal ini didasari pula pada data kepariwisataan nasional. Sebanyak 78 persen perjalanan yang dilakukan merupakan turis domestik, sedangkan 22 persen lainnya adalah turis asing. Dia mengatakan, tingginya penerbangan domestik tersebut dikarenakan kondisi geografis Indonesia yang adalah negara kepulauan.
Sehingga salah satu akses melakukan perjalanan antarpulau yakni dengan penerbangan. Potensi ini yang seharusnya dimanfaatkan Garuda Indonesia.
Erick mengatakan, pihaknya telah bicara dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk memberikan dukungan jika nantinya tidak semua bandara terbuka bagi maskapai asing.
Terlebih di masa pandemi Covid-19 saat ini, yang tak memungkinkan penerbangan dari luar negeri bisa bebas masuk ke semua bandara. Menurut dia, kondisi ini jadi kesempatan Garuda Indonesia untuk memperbaiki kinerja.
“Ini kesempatan kami sinkronisasi dengan kementerian lain, dari titik-titik bandara yang di buka (bagi pesawat asing), maka dari bandara itu Garuda (bisa ambil pangsa pasarnya) untuk menyebar ke 20 kota,” jelas dia.
“Jadi beberapa titik bandara di buka (bagi pesawat asing), tapi untuk ke rute domestik lainnya hanya boleh garuda atau penerbangan swasta domestik lainnya,” lanjut Erick.
Menurut Erick, konsep penerbangan ini juga sudah banyak diterapkan oleh negara lain, seperti China dan Amerika Serikat (AS) yang hanya mengizinkan beberapa bandara menerima penerbangan dari luar negeri.
“Ini yang akan kami lakukan, dan toh beberapa negara lain juga seperti itu. Kami mau seperti AS dan China yang hanya beberapa bandara yang bisa, tidak semua kota yang bisa,” ungkap dia.
SUMBER : KOMPAS.COM