Pada tahun 2020 ini, seluruh negara mengalami bencana global yakni pandemi virus Covid-19. Imbasnya tentu di segala sektor, tak terkecuali di bidang ekonomi. Di Indonesia, secara historis ekonomi tumbuh antara 5-6 persen. Namun adanya Covid-19 ini tertekan. Pada kuartal pertama 2020 hanya tumbuh 2,97 persen. Namun pada kuartal kedua tumbuh -5,3 persen. Tak hanya Indonesia, lebih dari 200 negara juga merosot perekonomiannya. “Kontraksi pertumbuhan ekonomi ini tidak hanya dialami Indonesia saja, tapi juga ratusan negara lain,” ujar Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kompas Talks Sesi 2 yang membahas “Peta Jalan Ekonomi” secara daring, Sabtu (24/10/2020).
Acara tersebut digelar oleh Harian Kompas bersama Keluarga Alumni Gadjah Mada ( Kagama) dalam Kompas Talks mengangkat tema besar “Strategi Indonesia: Keluar dari Pandemi”.
Perekonomian tidak terlalu turun
Menurut Airlangga, negara lain juga mengalami kontraksi pada kuartal kedua. Seperti Malaysia -17 persen, Amerika Serikat -9. Bahkan kontraksi paling dalam dirasakan oleh India sebesar -23,9 persen. “Negara lain banyak yang menerapkan lockdown. Namun di Indonesia dengan PSBB yang tetap membuka 11 sektor agar tetap bergerak. Sehingga perekonomian tidak terlalu turun,” terang Airlangga. Dikatakan, lembaga internasional memproyeksikan outlook perekonomian Indonesia 2020 ialah -1,7 menjadi 0,6 persen. Sedangkan pada 2021 diperkirakan membaik dengan pertumbuhan pada kisaran 4,5 hingga 5 persen. Hal itu dapat dilihat dengan berkunjungnya PM Jepang ke Indonesia beberapa hari lalu meski di tengah pandemi Covid-19.
“PM Jepang berkomitmen akan berinvestasi di Indonesia dengan berbagai sektor. Seperti program MRT, kereta semi cepat Jakarta-Surabaya serta investasi otomotif,” terangnya.
Biaya penanganan Covid-19
Selain membahas perekonomian dunia, Airlangga juga menjelaskan mengenai biaya penanganan Covid-19 pada 2020 di berbagai sektor, yakni untuk menangani:
1. Kesehatan
Jumlahnya sebesar Rp 87,55 triliun seperti untuk:
- Belanja penanganan Covid-19
- Insentif tenaga medis
- Santunan kematian
- Bantuan iuran JKN dan lain-lain.
2. Perlindungan sosial
Jumlahnya mencapai Rp 203,90 triliun untuk:
- PKH
- Sembako
- Bansos Jabodetabek
- Bansos Non Jabodetabek
- Pra Kerja
- Diskon listrik
- Logistik
- BLT Dana Desa
3. Insentif usaha
Jumlahnya mencapai Rp 120,61 triliun untuk:
- PPh 21 DTP
- Pembebasan PPh 21 Impor
- Pengurangan angsuran PPh 25
- Pengembalian pendahuluan PPN dan lainnya
4. UMKM
Jumlahnya mencapai Rp 123,46 triliun untuk:
- Subsidi bunga
- Penempatan dana untuk restru
- Belanja UP Penjaminan untuk modal kerja
- PPh Dinal UMKM DTP
- Pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LBDB KUMKM
5. Pembiayaan koperasi
Jumlahnya mencapai Rp 53,57 triliun untuk:
- Penempatan dana untuk restru padat karya
- PMN
- Talangan (investasi) untuk modal kerja
6. Sektoral K/L & Pemda
Jumlahnya mencapai Rp 106,11 triliun untuk:
- Program padat karya K/L
- Insentif perumahan
- Pariwisata
- Cadangan DAK Fisik
- Fasilitas pinjaman daerah
- Cadangan perluasan
Penanganan kesehatan yakni untuk belanja obat-obatan, rumah sakit, tenaga kesehatan dan vaksin
Pemulihan ekonomi
- Sisi demand: menjaga daya beli masyarakat melalui bansos dan program padat karya.
- Sisi supply: memberi dukungan bagi dunia usaha melalui berbagai insentif fiskal, penempatan dana, subsidi bunga dan penjaminan.
Pada Kompas Talks tersebut juga menghadirkan Budi Karya Sumadi selaku Wakil Ketua Umum I Kagama yang juga Menteri Perhubungan RI. Serta narasumber lain seperti Shinta W Kamdani (Wakil Ketua Umum Apindo), Hari Hardono (CEO Saraswanti Group), dan Hendri Saparini (Ekonom dari Core Indonesia).
Menurut Budi Karya Sumadi, Kagama juga turut memberikan masukan pada pemerintah. Terlebih dengan adanya webinar yang digelar Harian Kompas ini akan menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam hal strategi Indonesia agar bisa keluar dari pandemi Covid-19. (Kompas.com)