ASN BELAJARLAH BERSYUKUR SAUDARAKU…

Banyak orang, sebagian kecil ASN, tentu tak semuanya, yang tiba-tiba kehilangan sensitivitas dan kepekaan sosial.

Anggap saja saya petani, karena dulu adalah anak petani. Anggap saja saya buruh, karena dulu pernah merasakan pahit getir sebagai buruh.Anggap saja saya rakyat jelata, rakyat kebanyakan. yang sudah terbiasa bermandi peluh.

Dulu, saya hanya mengenal jumlah bulan itu hanya dua belas. Dari bulan januari sampai bulan desember.Tapi kalian. Sebagai Aparat Sipil Negara, jumlah bulan bukan cuma dua belas bahkan tiga belas! Kalian bekerja dua belas bulan, tapi gaji yg kalian terima tiga belas. Bahkan empat belas! Sudah cukup? Belum!

Negara rupanya masih bermurah hati, memberi juga kalian Tunjangan Hari Raya(THR) biar kalian makmur sentosa, hidup gemah ripah loh jinawe. Biar saat lebaran kalian bisa kenakan baju baru, laiknya sosialita, makan daging penuh gizi, dan cemilan biscuit bercita-rasa tinggi.

Tapi apa kalian sudah merasa puas? Boro-boro puas, kalian justru bikin petisi. Tukin (tunjangan kinerja) yang besarnya hanya cukup untuk makan dua kali di restoran mewah itu kalian persoalkan. Kalian gugat. Bangeten. Belajarlah bersyukur saudaraku.

Disaat kalian mampu beli baju, banyak rakyat yang cuma mampu memakai pakaian bekas. Di saat kalian berlebaran dengan menyantap masakan gulai rendang dan opor daging, syukur-syukur tidak meminta belas kasihan orang lain, makan nasi beras lauk ikan asin, bagi kaum jelata itu sudah nikmat sekali.

Atau kalau sudi, lihatlah para tenaga honorer. Saat kalian setiap bulan muda ngecek rekening, para honorer itu hanya mendapatkan imbalan tiga lembar uang kertas warna merah. Sementara kalian? Berlembar-lembar Tiga juta? Empat juta? Atau sepuluh juta?

Apakah kaum jelata itu tak ingin hidup makmur berkecukupan? Mereka pun ingin hidup layak, hidup pantas. Jadi bukan cuma kalian! Bukan cuma kita!

Di masa pandemi. Belajarlah berempati. Bersikaplah simpatik. Belajarlah untuk berbagi. Stoplah mental kalian yang ingin dikasihani. Lihatlah warga NTT yang masih terseok karena gempa.

Bercerminlah pada ketabahan petani, karena sepetak sawah yang mereka tanami gagal panen karena terendam banjir. Merenunglah sejenak tentang kepedihan para usaha mikro yang banyak gulung tikar lantaran sepi pembeli.

Tengoklah, berapa banyak buruh pabrik yang menjerit lantaran terkena PHK. Di luar sana, jutaan orang menganggur, tak ada pekerjaan tetap. Sementara asap dapur harus tetap mengepul. Mereka terus berjuang supaya anak bininya mampu sekedar bertahan hidup. Cukuplah nasib mereka yang tak seindah nasib kalian. Nasib kita. Tapi tak usah ketimpangan itu ditambah tontonan sikap kita yang kemaruk. Agar kecemburuan sosial tak menjadi-jadi.

Selama kita hanya mampu mendongak ke atas, maka selama itu pula kita tidak akan pernah paham apa makna bersyukur. Tapi sesekali lihatlah ke bawah, kepada saudara-saudara kita yang serba kekurangan, serba papa dan terbuang, maka kalian akan mengerti nikmatnya rezeki dan arti bersyukur.

Lain syakartum laazidannakum, walain kafartum inna adzabi lasyadid. Barang Siapa yang bersyukur maka rezekinya akan Kutambahkan, tapi barang siapa yang kufur, sungguh Azabku sangat pedih. (Al Qur’an)

Jadi sadarlah

Wassalam
Andi Naja FP Paraga
Pimred SBSINEWS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here