Saya sudah menjadi anggota LKS Tripartit Nasional selama dua periode, saat ini adalah periode terakhir menjadi anggota LKS Tripartit Nasional. Dalam masa menjadi anggota LKS Tripnas, LKS Tripnas selalu hanya menjadi imbas dampak dari persoalan-persoalan permasalahan Kenaikan UMP tiap tahun tanpa tau prosesnya seperti apa, baik kebijakan pengupahan, isu strategis upah maupun pengambilan keputusan terkait pengupahan.

Tgl 21-22 Oktober 2021 atas inisiasi Dirjen PHI dan Jamsos saat ini ibu Putri, mengagendakan pertemuan dialog antara Dewan Pengupahan Nasional dan juga LKS Tripartit Nasional. Pertemuan ini diharapkan mempunyai persamaan persepsi atas penetapan upah sebagaimana diamanatkan oleh PP 36/2021 sebagai pengganti PP 78/2015, hal yang patut diapresiasi adalah bahwa pertemuan ini merupakan pertemuan kedua kalinya lembaga mitra kemnaker yang anggotanya secara tripartit, sebelumnya atas inisiasi Dirjen PHI dan Jamsos juga ada pertemuan informal khusus Badan Pekerja LKS Tripartit Nasional dengan Ibu menaker untuk membahas isu isu strategis ketenagakerjaan, saya secara pribadi dan secara organisasi sangat mengapresiasi langkah dan terobosan Ibu Dirjen PHI dan Jamsos hari ini yang dengan mau membuka diri, mau menerima semua mitra strategis ketenagakerjaan serta mau menjembatani merupakan bagian dari terobosan dialog sosial yang tepat.

Ini langkah maju terlepas diawal awal belum dibahas substansi yang bisa dibilang sesuai ekspektasi, akan tetapi langkah ini menjadi sejarah sejak lembaga lembaga mitra ini hadir di Indonesia tidak pernah satukalipun berdialog satu sama lain membahas berbagai persoalan ketenagakerjaan yang menjadi peran strategisnya.

Bahwa pertemuan dialog antara Depenas dan LKS Tripartit Nasional bertujuan berusaha menyamakan persepsi atas kebijakan pengupahan yang baru khususnya kebijakan Upah Minimum berdasarkan PP 36/2021, jelas baik Depenas dan LKS Tripartit Nasional tidak berwenang sama sekali menentukan/mendukung atau apapun namanya terkait nominal kenaikan UMP 2022, akan tetapi pertemuan ini untuk menyamakan persepsi atas kebijakan baru akibat dari UU No.20 Tahun 2020 tentang Cipta kerja khususnya kluster ketenagakerjaan yang berdampak pada perubahan pengupahan, pertemuan ini sama sama sebagai stake holder untuk merasionalisasikan dan taat hukum terhadap aturan yang sedang berlaku, selain itu sama sama untuk membangun kesamaan untuj bangkit bersama dimasa pandemi, berapapun kenaikan UMP 2022 ini tentunya lebih baik dari tahun 2021 dimana UMP tidak naik, maka sebagai safety net UMP berdasarkan regulasi yang ada PP 36/2021, sedangkan kelembagaan ini juga mendorong kesepemahaman membangun Upah layak melalui kesepakatan dan perundingan Perjanjian kerja bersama.

Bahwa ada sahabat-sahabat dari pengurus SP/SB yang menganggap dialog ini tidak berkualitas dengan alasan seharusnya membahas semua hal yang di UU Cipta kerja dan PP 36/2021 serta alasan pertemuan ini diarahkan untuk mendapatkan legitimasi dari Depanas dan LKS Tripartit Nasional dan meminta komitmen SP/SB mematuhi regulasi yang ada dan tidak gaduh, sungguh saya ketawa dan merasa sebuah kepicikan menyeruak diruang publik, saya berpendapat sebagai berikut atas pernyataan tersebut;

Pertama; bahwa dialog antar lembaga mitra ketenagakerjaan yang bersifat strategis diawali dan dimulai adalah merupakan terobosan yang sangat baik dan luar biasa, kenapa?karena selama lembaga lembaga mitra pemerintah yang bersifat tirpartit sejak lembaga ini berdiri tidak pernah melakukan komunikasi dan dialog yang baik antar lembaga, so biar ini menjadi tradisi yang baik maka sesuatu yang baik harus dimulai dan diupayakan, kita selama ini berteriak teriak meminta perubahan kelembagaan tripartit yang ingin dibuat satu kelembagaan tripartit yang didalamnya berisi komite regulasi dan kebijakan, komite pengupahan, komite pengawasan dan komite K3. Sehingga LKS Triaprtit Nasional menjadi satu satunya lembaga tripartit yang melebur menjadi satu dengan alasan karena selama ini lembaga-lembaga tersebut berjalan sendiri sendiri, dan kesimpulannya bawah berkualitas atau tidaknya substansi dialog tersebut tentu ini memerlukan waktu yang panjang, tidak bisa satu dua momentum dialog diambil keputusan seolah olah tidak ada langkah baik dan maju dalam konteks proses tersebut.

Kedua, bahwa persepsi pemerintah memerlukan legimitimasi dari Depanas dan LKS tripartit nasional pada penetapan UMP 2022, sungguh sangat keliru dan salah fatal. Kenapa, inin bisa kita tinjau dari dua persepektif. Perspektif pertama melalui historikal sejarah penetapan UMP, sebelum PP 78/2015 hadir, UMP selalu menjadi bagian dari politik tawar menawar suara bagi pemerintah daerah dalam pilkada sehingga hasilnya cenderung UMP naik diatas 10% dan menyebabkan disparitas upah diberbagai daerah, PP 78/2015 upah cenderung terkendali, kenaikan rata rata diantara 8% sehingga cukup bisa memastikan kebijakan perusahaan dalam melakukan perencanaan serta pekerja dapat memprediksi kenaikan upah secara gradual dan hal ini berlaku sampai dengan tahun 2019, Tahun 2021 adalah masa terberat pandemi, dalam masa ini Kemnaker membuat SE UMP Tahun 2021 tidak ada kenaikan UMP dan pada tahun 2022 diprediksi ada kenaikan walaupun kisaran nya tidak signifikan seperti pada masa PP 78/2015. Perspektif kedua dalam konteks penetapan Upah, pemerintah pusat hanya memberikan rumusan dan kisaran kenaikannya yang menjadi pedoman penetapan upah oleh Gubernur, sehingga selama ini dalam hal membuat Surat edaran tentang pedoman kenaikan upah pemerintah dalam hal ini kemnaker berjalan sendiri, terutama pada masa penetapan upah tahun 2021 dimana diambil keputusan UMP tidak naik, alangkah tidak logisnya kalau kali ini pemerintah memerlukan legitimasi dari Depenas dan LKS tripartit nasional terkait kebijakan kenaikan UMP Tahun 2022, saat ini semua bangsa di dunia sedang memupuk harapan, harapan keluar dari pandemi, harapan menata hidup kembali pasca hancur oleh pandemi, maka kenaikan UMP berapapun presentasinya akan menjadi harapan semua pihak, karena semua pihak dibelahan dunia manapun sedang mengalami kehancuran dan keterpurukan pasca pandemi, UMP 2022 adalah harapan keluar dari pandemi, dan harapan kembali menata hidup dan mendorong upah kesepakatan.

Ketiga; Kemnaker adalah instrumen K/L negara yang merepresentasikan kebijakan negara dalam sektor ketenagakerjaan, memastikan sebuah regulasi dijalankan adalah kepentingan negara, tentu dengan instrumen intrumen lainnya, dalam hal ini terkait dengan memastikan UMP dijalankan sesuai peraturan perundang undangan, memastikan Susu (Struktur skala upah) dijalankan dan memastikan regulasi dijalankan menjadi bagian dari fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga apabila setiap kebijakan apapun diberbagai fungsi direktorat lainnya kemnaker dikaitkan dengan implementasi peraturan perundang undangan, seperti apakah dengan adanya hukum acara, semua hal sudah dipastikan dijalankan dengan baik tentu tidak, baik perdata maupun pidana… memastikan regulasi dijalankan menjadi kewenangan pemerintah, akan tetapi itu selesai atau tidak itu hal lain. Apalagi ada lontaran pemerintah tidak adil, dan terus membiarkan Upah Minimum terjadi ditempat kerja, sungguh kritik yang tidak menggunakan nalar argumentasi berbasis data yang jelas, konsekwensi menyatakan bahwa ada pembiaran oleh pemerintah adalah jelas artinya pemerintah membiarkan, apakah benar benar seperti itu.

Keempat; ini narasi yang paling konyol yang saya dengar dari seorang sahabat yang biasa mengkritik menggunakan data, menyatakan LKS Tripartit Nasional melakukan pembiaran atas hal tersebut, sungguh kritik yang tidak melihat dan menutup mata atas peran dan fungsi LKS Tripartit Nasional, kita sama sama dari SP/SB tentu sudah banyak berjibaku dengan pembelaan anggota karena banyaknya kasus UMP tidak dibayar sesuai dengan aturan yang ada, upah dibawah UMP dan pelanggaran pelanggaran lain yang terjadi terhadap anggota, ini saya kira tidak perlu diperjelas karena bung merupakan pejabat teras di SP/SB yang sama juga melakukan pembelaan berdasarkan peran dan fungsi SP/SB terhadap anggota.

Dalam prakteknya masih banyak problematika ketenagakerjaan yang tidak sesuai dengan regulasi dan ketentuan perundangan undangan yang ada, bukan berarti menapikan terobosan terobosan yang dilakukan pemerintah terhadap persoalan persoalan ketenagakerjaan yang terjadi, kita SP/SB harus fair ketika ada terobosan yang baik dalam hal menangani persoalan ketenagakerjaan sekecil apapun dampaknya maka kita harus mengapresiasinya, terimakasih

Sukitman Sudjatrmiko (Anggota LKS Tripartit Nasional periode 2016-2019 dan periode 2021-2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here