TAK USAH DEMOLAH

Salam.

Kasih Tuhan, Allah Mahabesar senantiasa menyertai abang dalam pekerjaan dan pelayanan. Kiranya abang juga semakin sehat dan tetap semangat.

Bang Muchtar ! Sampai detik ini saya tetap yakin, abang tetap konsisten membela dan memperjuangkan nasib buruh. Belum tentu dengan mereka, yang sekarang suaranya lantang melebihi “meriam bambu” di kampung kita Samosir Kepingan Sorga. Karena itulah, secara prinsip saya tetap ada di barisan pendukungmu, sekalipun tidak berada di struktural serikat.

Tetapi ada satu hal yang mengganggu hati kecil ini. Abang serta merta mendukung aksi demo buruh di tengah pandemi Covid-19.

Lho, bukankah abang sendiri telah menulis tentang bahaya Covid-19 yang dari hari ke hari semakin membesar seperti bola salju ? Terus abang meminta rakyat (termasuk buruh) disiplin menjalankan PSBB atau social distancing di mana pun berada ?

Tetapi sebaliknya, saya baca di media secara terang-terangan abang mendukung unjuk rasa buruh, pekan depan, menentang pembahasan RUU omnibus law. Bukankah itu membahayakan kaum buruh sendiri dan keluarganya ?

Baiklah. Abang berpendapat RUU itu merugikan buruh. Karena itulah harus dilawan melalui suara buruh.

Lalu katakanlah, DPR RI menutup mata, telinga dan mulut, mereka tetap membahasnya. Kemudian pun mensahkannya menjadi UU.

Saya hanya ingin katakan, jika UU omnibus law disahkan apakah dunia jadi kiamat ? Atau UU itu lebih kejam dari Covid-19 ?

Abang Muchtar yang saya kasihi, itu persepsi yang salah bagi saya. Terus terang, masih lebih berharga satu nyawa buruh itu dari RUU laknat itu.

Kalau/seandainya pun DPR tetap mensahkannya menjadi UU, apakah serikat buruh tidak bisa melakukan peninjauan ulang (judical review) ke Mahkamah Konstitisi ? Masihkah kita sepakat negeri ini, negara hukum ?

Abang Muchtar Pakpahan Baru, saya melihat pergerakan abang seperti mengikuti arah angin yang ditiup orang-orang tak berintegritas sebagai pejuang perburuhan. Jangan-jangan mereka mempunyai agenda politik yang sama-sama belum kita pahami. Walau saya tidak menyebut namanya, saya yakin abang mengetahuinya.

Pada hal di mataku, reputasi abang jauh di atas mereka. Mereka kaya raya karena buruh, sementara abang tetap hidup sederhana bersama buruh.

Jika mereka memang murni tidak punya agenda politik lain, cobalah ajak mereka mendeklarasikan kembali partai buruh dengan flatform baru. Minta para penggagas aksi itu menjadi pimpinan partai buruh itu. Darisana akan dapat kita saksikan, apakah mereka murni berjuang untuk buruh atau punya agenda politik tertentu seperti sinyalemen tadi.

Sebab tahun 1999 sudah kita kaji bersama, masalah buruh hanya bisa diatasi bila buruh ikut serta dalam pengambilan keputusan/kebijakan (politik) negara. Sebab yang terjadi selama ini adalah kaum buruh dijadikan komunitas politik saja.

Karena minimnya pengetahuan/pendidikan politik, kaum buruh pun masih tetap dijadikan obyek partai-partai politik itu sendiri. Dengan kejadian/kenyataan pembahasan omnibus law di DPR seharusnya titik awal kesadaran politik buruh.

Satu hal lagi bang Muchtar. Kita tidak tahu pasti apa yang terjadi pasca Covid-19 berakhir. Kapan berakhirnya juga belum tau. Bisa Juli, Agustus, Oktober, Desember atau tahun depan.

Jangan-jangan seribu UU omnibus law juga, tidak mampu membangkitkan ekonomi negeri ini. Sebab prakiraan para pakar ekonomi global, banyak negera tidak mampu mendongkrak pemulihan ekonomi pasca Covis-19.

Akhir kata saya sampaikan; bang Muchtar kita #dirumahsaja. Biarkan mereka saja yang demo-demo. Suka suka merekalah. Perjuangan kita masih panjang, agar buruh sejahtera.

Medan, 18 April 2020 Dohardo Harianja.

#colek; Januari Siregar, Edward Pakpahan, Jonson Pardosi, Januari Siregar, Marthin Simangunsong, Sasli Pranoto Simarmata, Suwandi Purba, Sumba Simbolon, Sahala Arfan Saragi, Radja P Simbolon, Benyamin Pinem, Marulam Paul Simanjuntak, Rikson Sibuea,#dll.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here