Kiriman: Stanley Pakasi
SBSINews – Saat itu kami makan di sebuah rumah makan cukup ternama, seorang gadis remaja datang melayani kami. Saat itu ikan pesanan kami akan dia diletakkan di atas meja. Namun piring dalam genggaman gadus itu miring sehingga menumpahkan saus ikan tersebut ke atas tas saya.
Saya merasa sangat marah. Akan tetapi sebelum mengatakan sesuatu, putri saya berdiri kemudian menghampiri pelayan yang tampak sangat ketakutan itu seraya tersenyum dan menepuk pundaknya sambil berkata “Tidak apa-apa…..”.
Sungguh saya terkejut melihat sijap putri saya itu. Apalagi saat gadis pelayan itu masih terlihat rasa bersalahnya.
Dia secepatnya meminta maaf. “Maaf Ibu, akan saya ambilkan lap untuk membersihkannya”. Tetapi apa yang dikatakan putri saya? Dia mengatakan dengan sangat lembut seperti pelayan itu seperti sahabatnya sendiri
“Sudahlah, tidak apa-apa, nanti akan saya bersihkan sendiri saat pulang”.
Hal inilah yang membuat emosi saya berpindah dari gadis pelayan itu kepada anak saya sendiri.
Hampir saja acara makan malam itu menjadi makan malam tidak menyenangkan seandainya putri saya tidak bercerita.
Dia mengatakan waktu masih kuliah di Eropa beberapa tahun lalu, dia sempat bekerja di sebuah restoran untuk mengisi liburan karena kami tidak memperkenankannya pulang selama menjalani pendidikan.
Putri saya mengatakan, pada hari pertama bekerja dirinya melakukan kesalahan fatal saat ditugaskan mencuci gelas dan puring di dapur. Saat itu tanpa disengaja dia memecahkan tumpukan gelas mahal. Seketika itu juga mulutnya tergetar saat bercerita bahwa saat yang sama dirinya serasa berada di neraka. Akan tetapi bagaimana reaksi bosnya?
Bosnya menghampiri lalu memeluk sambil berkata, “Kamu tidak apa-apa kan?”.
Putriku hanya mengangguk, kemudian bosnya menyuruhnya melakukan pekerjaan lain yaitu melayani tamu sementara bosnya meminta petugas kebersihan untuk membersihkan pecahan kaca itu.
Sebuah tamparan yang lebih menyakitkan dibanding dimarahi kemudian disuruh menyelesaikan kesalahan. Akan tetapi saat itulah terjadi kesalahan lain. Karena masih gemetar akibat peristiwa sebelumnya, saat menuangkan minuman ke dalam gelas tamu, minuman tersebut terpercik pada gaun sang tamu. “Matilah aku” kata putriku, “pasti bos akan langsung memecatku”.
Akan tetapi tanpa di-sangka-sangka tamu tersebut tidak mempermasalahkan dan berkata…
“Tidak apa-apa, nanti bisa saya bersihkan sendiri”, katanya sambil berdiri menepuk pundak putriku lalu menuju toilet.
Putriku menatap mataku sambil menutup ceritanya, “Ma, apabila orang bisa memafkan saya saat melakukan kesalahan. Apakah Mama tidak bisa memaafkan orang lain jika melakukan kesalahan hampir sama…?”
Sungguh saya terenyuh mendengar cerita pengalaman anakku ini. Sebuah kesalahan telah membuat sikapnya menjadi lebih bijak untuk bisa memaafkan orang lain.
Menyadari bahwa kita juga pun bisa melakukan kesalahan, justru bisa membuat kita lebih bijak untuk bisa memaafkan orang lain itu.
Cerita ini tidak hanya untuk diri saya saja, maka saya share untuk dapat diambil manfaat dan hikmahnya untuk kita bersama.
Kasih itu lemah-lembut. Kasih itu memaafkan. Kasih itu tidak pendendam!!
Stanley Pakasi, SBSI Sulawesi Utara