Oleh Muhammad Syarif, SHI,M.H*
Membaca opini Dr. Rita Khatirhir, S,STP, M,Sc Dosen Prodi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian USK, bertajuk: Kenapa Wabah Korupsi Lesteri? Tulisan tersebut ngeri-ngeri sedap. Narasi yang dibangun menggelitik dan merangsang adrenalin pembaca.
Pro dan kontra pun bergeliat di pusaran jagad maya. Lantas apa yang dibidik sang dosen ini? Objek dayah menjadi salah satu locus bidikanya. Disamping banyak bidikan lainnya seperti soal penyelewengan dana desa. Sajian data kualitatifnya hanya bermodal data realise Harian Serambi Indonesia (23/11/2021) menyatakan 93 % desa (gampong) disalah satu kabupaten di Aceh terindikasi melakukan penyelewengan dana desa.
Dengan lantangnya Bunda Rita mengambil konklusi, tingkat korupsi dana desa di Aceh rata-rata mencapai 90 % dan pelakunya adalah oknum pejabat gampong seperti keuchik dan jajarannya. Saya tentu kaget dan cendrung memberikan apresiasi atas luapan emosional akademik yang dibangunnya, tapi tunggu dulu bunda, asumsi model ini cendrung berbahaya dalam dialektika keilmuan.Tapi ya sudah beliau tentu punya argumentasi lain dalam menyampaikan kegelisahannya dan mungkin juga niatnya bagus guna melakukan gerakan advokasi kebijakan melawan korupsi.
Lebih lanjut Bunda Rita juga membidik korupsi di lembaga dayah. Beliau memulainya dengan narasi; “kami memperoleh informasi tentang kasus terjadi penggelembungan nama santri dengan tujuan mendapat dana operasional dayah.
Katanya misalnya ril adalah 40 orang santri, maka diajukan proposal bantuan dana operasional dengan angka 500 orang santri. Strategi ini dipraktekkan hampir seluruh lembaga dayah di Aceh, sekalipun dipimpin oleh ulama yang besar. Lebih lanjut Bunda Rita mengatakan, usut punya usut ternyata pimpinan dayah tidak tahu dengan pengelembungan yang dilakukan oleh bawahannya.
Framing yang dibagun Bunda Rita Khatirhir (RK) seolah-olah benar adanya. Disini saya mencoba melerainya karna Bunda RK telah memainkan “logika-logika liar” yang cendrung berbahaya. Perlu saya luruskan setahu saya selaku orang yang terlibat dalam pentadbiran dayah, bantuan operasional dayah mekanismenya sangat selektif bahkan dibeberapa daerah tidak ada bantuan operasional. kalaupun ada sistem verifikasinya berlapis. Apalagi kalau merujuk pada sistem e-Mis yang dibangun oleh Kementrian Agama Republik Indonesia, pangkalan data santri dayah/pontren itu sangat rigid dan hampir tidak mungkin dilakukan penggelembungan data, karna berbasis NIK dan dokumen photo santri. Lebih lanjut Bunda RK juga mengatakan manyoritas penerima bantuan adalah dayah yang sudah tidak beroperasi lagi karena tidak ada lagi santrinya. Lalu bunda RK mengambil kesimpulan serangan virus korupsi dilingkungan dayah menjadi PR besar untuk masyarakat Aceh.
Tuduhan ini sungguh naif. Disinilah detak jantung kabilah anak dayah bergemuruh, yang pada akhirnya Tgk Mujlisal Hasan, Maha Santri Ma`had Aly Dayah Darul Munawarah Kuta Krueng Pidie Jaya, angkat bicara.
Argumetasi Bunda RK tidak rasional, data-data yang disajikan tidak bisa dipertangungjwabkan secara akademik. Beliau menuding Bunda RK mestinya melakukan tabayyun sebelum membidik dayah. Dengan demikian, Bunda RK secara jelas telah melakukan penyamarataan atau generalisasi, seolah semua lembaga dayah di Aceh telah melakukan korupsi atau hidup dalam budaya korupsi. Ini merupakan suatu kesimpulan yang cukup berbahaya, dan sebenarnya menjatuhkan kredibilitas Bunda RK sendiri sebagai intelektual. Pun jika Bunda RK bersikeras dengan pendapatnya, maka ia harus mampu menyajikan data yang akurat dan pengambilan kesimpulannya mesti diambil dari hasil suatu proses penelitian. Apalagi mengingat yang bersangkutan memiliki legitimasi akademik dan berasal dari lembaga yang cukup terhormat, ungkap Tgk. Mujlisal Hasan.
Bunda RK yang saya hormati, tuduhan yang buda lakuka telah melukai kebatinan Waleb, Abi, Abati, Abon, Teungku, Umi, ataupun nama lain yang bersentuhan dalam pentadbiran dayah di Aceh, saya menyarankan agar budan RK mencabut kembali argumentasi tersebut, jangan latah dan vulgar menyerang institusi dayah, yakinlah ada banyak insan yang baik dalam mengelolal dayah serta bersih dari tuduhan Bunda RK.
Ingat, bila bunda RK menujuk satu jari pada orang lain, maka empat jari-jemari itu tertuju pada Bunda RK, maafkan kalau saya menyetir Bunda RK kali ini, karna membaca tulisan Bunda RK detak jantung saya bergemuruh, dag-dig, dug. Sukses selalu Bunda RK, jangan berhenti berdialektika, tentu dengan syarat harus sesuai fakta. Jangan asal bernyanyi, nanti Bunda RK kualad lho, hehe
*Penulis adalah Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Banda Aceh, Sekjen DPP ISKADA Aceh