Event Piala Dunia adalah event internasional yang lebih jujur dan manusiawi dari event internasional lainnya yang hanya dihadiri para elit politik dan para penguasa yang sebagian besar tidak merepresentasi secara hakiki suara umat manusia di wilayahnya masing-masing. Di ajang ini setiap individu, di level ekonomi apapun, bisa begabung atas nama pendukung timnas sendiri atau timnas pujaan. Sebagian malah mendukung tim-tim sebenua atau tim tak diunggulkan demi melawan hegemoni sepakbola yang identik dengan Brazil, Argentina, Jerman, Italia, Perancis dan Inggris.

Setelah Jepang, Korsel, Tunisia, Kamerun, Ghana, Saudi, Qatar dan Iran tumbang, harapan para proletar bola di dua benua (yang mewakili masyarakat kelas dua dunia) tertumpu pada Yassine Bono dan rekan-rekannya di timnas Maroko. Bagi mereka, ini bukan sekadar menggiring dan menendang bola, tapi momentum membalikkan keadaan dalam konstelasi kekuatan global. Setiap orang bisa menemukan alasan mendukung Maroko sebagai wakil rakyatnya, Afrika, masyarakat Arab, dunia Islam, dan “dunia ketiga.”

Di atas semua itu, meski negerinya dikuasai oleh rezim monarkis Arab yang menjalin hubungan diplomatik dengan rezim penjajah Quds, para pemain dan rakyat Maroko juga seluruh pendukungnya mempersembahkan setiap gol dan kemenangan untuk para pejuang bersenjatakan batu di Nablus dan kota-kota di Tepi Barat dan Gaza. Kemenangan gemilang berkat semangat juang resistensi ini bukan hanya kemenangan dalam arena sepakbola, tapi kemenangan dalam arena opini dan aspirasi melawan media imperialistik.

Terlepas dari itu semua, yang menarik dari sepakbola adalah probabilitasnya. Ia tidak bisa dipastikan secara matematik. Banyak faktor non teknis yang ikut mempengaruhi pertandingan dan hasll akhir, seperti cuaca, arah angin, stamina, mental, gravitasi, subjektivitas wasit, tekanan suporter, media dan lainnya. Entah, mantra dan doa termasuk di dalam list faktor atau tidak.

Sepakbola punya standar khas terutama dalam komunikasi antar suporter. Saling ejek selama tidak bermakna mencederai identitas negara, agama, ras gender dan sebagainya dan tidak mengandung ujaran kebencian, apalagi kekerasan, adalah ekspresi lazim canda dan keakraban.

Redaksi SBSINEWS

11 Desember 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here