oleh : Andi Naja FP Paraga

Pangdam Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurrahman mendadak menjadi Sosok yang marak dibicarakan. Ketika ia mengakui bahwa pasukan TNI membongkar baliho yang terpasang bergambar Habib Rizieq Shihab jauh sebelum Tokoh FPI ini pulang dari Arab Saudi dan masih terpasang setelah Imam Besar Persatuan Alumni 212 sudah beristirahat bahkan berkegiatan sebagaimana biasanya mengisi pengajian dibeberapa tempat.

Mantan Gubernur Akademi Militer ini menjadi Tokoh yang tersorot media hingga pro kontra terhadap kebijakan membongkar baliho-baliho sangat menarik. Argumentasi Sang Pangdam Jaya diulas dan dikupas berulang-ulang disusul kritik dan dukungan. Mayjend Dudung Abdurrahman seolah menjawab sejumlah pertanyaan dibenak masyarakat kemana TNI selama ini di Jakarta dikala aksi-aksi anarkis di Ibu Kota Negara seolah tak mengenal istirahat.

Sorotan demi sorotan baik kritik dan pujian bermunculan silih berganti. Kritik yang menggelitik muncul seperti ‘Mengapa TNI mengambil peran Satpol PP’ dan berbagai kritik pendek lainnya tak pernah berhenti hingga karangan bunga yang memenuhi Kantor Pangdam Jaya menjadi sasaran kritik seperti ketika Basuki Tjahaya Purnama(BTP) Mantan Gubernur DKI Jakarta mendapatkan karangan bunga yang sangat banyak melingkari pagar Balaikota hingga Monas.

Sebagai Warga DKI Jakarta saya terkadang merasa jenuh dengan baliho-baliho yang tidak ada hubungannya dengan pembangun fisik dan psikis Warga Ibu kota apalagi diletakkan di pinggir Jalan Protokol apalagi tak berpajak. Belum lagi narasi-narasi yang ada di spanduk yang tidak mendidik ditambah lagi narasi pengkultusan Seorang Tokoh yang dinilai Kontroversial dimana kepulangannya telah membuat Bandara Internasional Soekarno-Hatta Stag selama 5 jam dan para pendukungnya tak lagi mengindahkan protokol kesehatan justru disaat kita tengah berjibaku melawan Covid19.

Mayor Jendral Dudung Abdurrahman Sang Pangdam Jaya menghentak dan, cukup banyak yang tersentak termasuk saya sendiri. Rasanya memang Ibu Kota Indonesia ini harus kembali berwibawa karena Ibu Kota Negara adalah Wajah Negara. Mari kita apresiasi Demokrasi sebagai kesepakatan berbangsa bernegara tetapi memasang baliho sebaiknya yang memberi pesan dan kesan memperdalam kecintaan kepada tanah Air tidak provokatif dan memahami tidak semua hal boleh dilakukan walaupun dianggap benar apalagi bukan kebenaran Universal melainkan hanya kebenaran Communal bahkan lebih cendrung kebenaran personal. (ANFPP241120)

Penulis : Andi Naja FP Paraga

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here