Kutai Tidak Pernah Euporia Sebagai Suku Asli di Kaltim, Inilah Potret Karakteristik Suku Kutai.

Potret I:
Saya ini memang pendatang, baru saat sekolah, kuliah, bekerja dan berkeluarga hidup di Kaltim, namun saya telah menjadi bagian dari Kaltim dan saya merasa adalah orang Kaltim, karena telah berpuluh tahun bertempat tinggal di Kaltim maka wajar saya mengklaim sebagai pribumi Kaltim, namun secara sadar, saya tetap bergabung di paguyuban saya dimana saya berasal, saya akan lestarikan adat budaya asal daerah saya di Kaltim, biar warga Kaltim tahu bahwa saya berasal dari paguyuban yang mayoritas di Kaltim.

Saya akan utamakan keluarga dan suku saya dalam setiap kesempatan baik usaha, pekerjaan dan kepentingan lainnya karena siapa lagi yang akan menolong saya kalau bukan keluarga dan suku saya dimana saya berasal.

Potret II:
Seseorang juga menyampaikan, saya lahir di benua etam Kaltim, sampai mati pun di kubur di Kaltim, karena isteri dan anak-anak saya semua di bertempat tinggal di Kaltim. Maka saya akan marah bila saya dikatakan pendatang di Kaltim ini.

Namun, jiwa saya terpanggil manakala daerah asal saya menyapa, sapa dalam politik, sapa dalam bahasa, sapa dalam cengkerama dan sapa dalam emosional. Sehingga tanpa saya sadari, adat budaya yang saya tampilkan di lingkungan keluarga dan pergaulan sehari-hari, bercorak dari asal mula saya berasal. Saya tidak menyadari bahwa saya sendiri yang membuat identitas pada diri saya.

Potret III:
Saya adalah suku asli kaltim, turun temurun hidup dan beranak pinak di kaltim, memiliki adat dan budaya asli Kaltim, lantang bersuara saya suku paling asli di Kaltim, saya yang paling berhak dengan Kaltim, keras, berani, terlihat sadis dan kadang mengerikan untuk menunjukkan bahwa saya adalah suku asli kaltim yang berkarakter, beradat dan berbudaya demikian, sehingga saya harus mendapatkan tempat yang layak sebagai pemilik Kaltim.

Potret IV:
Seseorang menyatakan bahwa saya suku paling asli di Kaltim, popularitas suku saya menonjol di banding yang lain, dulu suku saya termarjinalkan sekarang suku saya menyeruak menjulang tinggi, saya akan tunjukan adat budaya tradisional yang penuh daya magis, suku yang mengerikan, bisa mudah menyakiti seseorang dengan kekuatan kasat mata, tahan terhadap segala bentuk penderitaan fisik sehingga suku saya jangan dilawan bisa berbahaya, suku saya haruslah di hormati dan diberikan value karena merupakan suku asli yang berbahaya bila tidak di akui.

Potret V (Suku Kutai):
Banyak orang menyebut bahwa Kutai lah sebenarnya suku asli di sebahagian daerah di Kaltim. Bila menilik sejarah kerajaan yang bertransformasi dari berkeyakinan animisme, Hindu dan terakhir memeluk agama Islam sehingga menjadi kesultanan maka daerah kekuasaan Kerajaan Mulawarman hingga Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura melipui Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota samarinda, Kota Bontang, Kabupaten Kutai Timur, Kota Balikpapan dan sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara.

Sebagai informasi, dari berbagai sumber, Wilayah kabupaten Berau di kuasai oleh Kesultanan Sambaliung dan Gunung Tabur, sedangkan Kesultanan Paser/Sadurengas/paser Belengkong menguasai Kabupaten Paser dan sebagian besar PPU dan daerah disekitarnya, namun antara Kesultanan Paser dan Kesultanan Kutai berpadu karena di eratkan dengan jalinan pernikahan antara Sultan Kutai dengan Putri Raja Paser, sehingga harmonisasi sangat erat diantara keduanya. Biasa dalam sebuah pernikahan maka seluruh wilayah kekuasaan menjadi kekuasaan bersama. Bila ke utara Kaltim maka akan dijumpai Kerajaan Tidung, Kesultanan Bulungan dan seterusnya, maka setiap wilayah tentu saja ada pemimpinnya dan dimana ada pemimpinnya maka ada rakyatnya dan dimana ada rakyatnya disitulah terbentuk peradaban yang salah satunya melahirkan suku asli daerah setempat.

Yang unik, gelar nama bagi keturunan raja atau sultan baik di Kesultanan Kutai, Kesultanan Paser, Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung adalah “ADJI atau AJI” yang menandakan keeratan hubungan antar kesultanan.

Kembali ke urang (suku) Kutai, di Suku Kutai itu terbagi menjadi Kutai yang berasal dari kerabat kesultanan ini disebut dengan bangsawannya kutai dan Rakyat Kutai yang mengabdi dan dilindungi oleh Raja/Sultan, dulu rakyat kutai terpimpin karena memiliki raja/sultan Kutai, sehingga adat, budaya dan karakternya serta pola hidup kesehariannya dijaga oleh sebuah perundang-undangan resmi kesultanan yakni Panji Selaten dengan terapannya Beraja Niti.

Nah, saya ini urang kutai yang berasal dari rakyat jelata, karena pandangan awan menyatakan urang kutai itu hidupnya enak dan pendidikannya tinggi dibanding suku yang lain di Kaltim. Jadi pola pikir ini yang perlu di luruskan, jangan dianggap bahwa urang Kutai hidup makmur, tidak!!!, urang kutai banyak yang hidup terbelakang, termarjinalkan, urang kutai sama dengan suku lainnya, bahkan sampai saat ini sebagian besar urang Kutai masih banyak berpendidikan rendah, terisolir, hidup dalam kemiskinan, bertempat tinggal di pinggiran sungai dan di dalam hutan bahkan ada yang masih hidup nomaden, berpindah-pindah di sungai Mahakam dengan menggunakan rumah batang (batang kayu besar yang diikat berjejer dan diatasnya dibangun rumah kayu kecil) masih banyak dilakoni urang kutai. Hidup urang kutai masih tergantung dengan Hutan dan Sungai.

Tiba-tiba Presiden Jokowi menyatakan bahwa Kaltim khususnya PPU dan Kukar (Kecamatan Samboja) akan menjadi Ibukota Negara (IKN) yang baru dengan nama Nusantara. Saya urang kutai sangat bahagia tapi sekaligus kecewa, sebab urang kutai ini tidak pandai mencari muka, tidak cerdas mencari popularitas, tidak gesit mengatur gerak dan tidak keras menyuarakan dirinya.

Urang kutai tidak akan pernah menunjukkan aksinya denga kekerasan, urang kutai tidak mau berkelahi, coba cek saja kebenarannya, karakter urang kutai, tentu saja penyabar, lemah lembut, mengutamakan norma dan etika, itulah yang saya sebut dengan keberhasilan nenek moyang kami karena telah sukses mendidik urang kutai untuk menghargai orang lain. Hidup berdampingan, saling menghargai dan tolong-menolong dalam kesusahan. Tapi kalau sekali Marwahnya terinjak-injak maka banyak sejarah telah mencatat bagaimana urang kutai bila bangkit melawan.

Biarlah urang kutai melihati urang lain beperiak (berteriak) untuk menunjukkan siapa dirinya, dengan klaim-klaim identitas, mudah-mudahan perjuangan sida (mereka) tulus untuk masyarakat Kaltim bukan hanya untuk kepentingan pribadi dan golongan.

Sebenarnya saya urang kutai mau berperahong (berteriak) dalam setiap aksi dan diskusi, “KAMI MASYARAKAT KALTIM” harus mendapatkan value dari IKN, tanpa embel-embel identitas suku asli, pribumi dan non pribumi. Sehingga gerakan ini adalah gerakan bersama dengan kekuatan maha dahsyat seluruh manusia yang dihidup di benua etam.

Salam rakat urang kutai lahir di tanjong Tenggarong.
MHF-Husni Ayub.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here